Mengakselerasi Inklusi Finansial, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Randi Eka
Finantier ID
Published in
4 min readAug 5, 2021

Inklusi finansial merujuk pada kondisi kepemilikan akun bank atau lembaga keuangan lainnya oleh kalangan penduduk usia dewasa atau produktif. Ini juga berkaitan dengan akses ke lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut survei terbaru yang dilakukan World Bank pada tahun 2017, indeks inklusi finansial di Indonesia masih berada di kisaran 48,9%, angka yang relatif rendah jika dibandingkan angka rata-rata di Asia Tenggara yang berada di kisaran 70,6%. Kendati demikian, persentase tersebut konsisten meningkat, dari 11,9% di tahun 2011, kemudian 36,1% di tahun 2014.

Peningkatan tersebut didasari oleh berbagai faktor, salah satu yang krusial adalah definisi yang lebih luas dari inklusi finansial dengan memasukkan mobile account, yang merupakan bagian dari inovasi teknologi keuangan (fintech). Penetrasi smartphone yang sudah mencapai 98,2% hingga awal tahun 2021 jelas berperan penting dan memiliki potensi untuk meningkatkan akselerasi inklusi keuangan di Indonesia.

Fintech dan adopsinya di Indonesia

Produk teknologi finansial yang ada saat ini sudah sangat beragam, memenuhi berbagai kebutuhan keuangan masyarakat, mulai dari pembayaran, pinjaman, investasi, urun dana, dan lain-lain. Sebagai sektor bisnis yang diregulasi ketat, berbagai aspek bisnis di dalamnya turut dipayungi oleh aturan-aturan spesifik yang dinaungi regulator, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Peta model bisnis fintech yang telah teregulasi di Indonesia / DailySocial.id

Varian produk yang teregulasi tidak hanya untuk platform yang bersifat transaksional, melainkan juga layanan yang menjadi pendukung pasar. Yakni inovasi teknologi di balik sistem (backend) yang bertugas membantu aplikasi fintech untuk menghasilkan pemrosesan yang lebih efisien. Contohnya platform credit scoring, yang memungkinkan pemain fintech secara mudah mengidentifikasi kelayakan calon nasabahnya — bahkan di inovasi terkini platform skoring tersebut memungkinkan individu untuk menunjukkan kelayakannya secara mandiri.

Dukungan regulator di Indonesia juga ditunjukkan dengan keterbukaan dalam menerima berbagai inovasi baru di dunia teknologi finansial. Melalui regulatory sandbox, pemangku kepentingan bersama dengan stakeholder terkait secara berkelanjutan melakukan pengamatan, pengujian, dan analisis berbagai model bisnis fintech baru yang bermunculan, untuk selanjutnya ditelurkan menjadi regulasi.

Sinergitas tersebut berimplikasi pada adopsi layanan fintech yang cukup baik, dibuktikan dengan jumlah unduhan dan nilai transaksi melalui aplikasi yang secara eksponensial meningkat dari tahun ke tahun. Subsektor aplikasi pembayaran, pinjaman, dan investasi mendapati basis pengguna yang paling tinggi dengan statistik sebagai berikut:

Statistik pertumbuhan bisnis fintech di Indonesia / Finantier

Upaya memberikan manfaat yang lebih luas

Indonesia menyajikan tantangan yang unik dalam inklusi finansial. Secara geografis, tatanan kepulauan di wilayah ini menghadirkan gap yang cukup signifikan, misalnya saat membandingkan aksesibilitas di kota tier-1, tier-2, dan tier-3 — termasuk juga perbedaan antara pengguna di Jawa dan pulau lainnya. Adanya gap tersebut dibuktikan dengan rerata indeks literasi keuangan yang masih rendah di angka 38,03% per tahun 2019.

Literasi keuangan berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam mencapai kesejahteraan.

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pemerataan, salah satunya melalui inisiatif keuangan terbuka (open finance). Inovasi keuangan terbuka ini memungkinkan layanan keuangan untuk disematkan di berbagai jenis aplikasi, memungkinkan pengguna dari berbagai kalangan untuk secara mudah mendapatkan akses ke layanan finansial. Termasuk membantu dari sisi pengembang untuk secara efisien meningkatkan kapabilitas aplikasi yang dikembangkan.

Platform open finance dapat menjadi landasan bagi pengembang aplikasi untuk menghadirkan berbagai jenis layanan fintech. Termasuk yang bersifat transaksional seperti pembayaran atau tagihan; juga menjadi sistem pendukung seperti untuk membantu melakukan verifikasi identitas secara online atau dikenal dengan istilah e-KYC.

“Finantier mendemokratisasi akses ke layanan finansial dengan memungkinkan jutaan unbanked dari kalangan pelaku UMKM dan pekerja lepas untuk mendapatkan manfaat dari data digital mereka. Dengan membuka akses ke layanan finansial dasar, kami percaya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka bersama keluarganya,” Co-Founder & COO Finantier, Edwin Kusuma.

Dengan ekosistem keuangan yang lebih terbuka harapannya berbagai kalangan masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam inklusi finansial. Misanya, pelaku UMKM dapat bertindak sebagai penyelenggara atau perantara di masyarakat pedesaan untuk edukasi dan pelayanan yang komprehensif; atau melalui sambungan yang lebih sederhana di aplikasi produktivitas/konsumsi sehari-hari, masyarakat di pelosok dapat mendapatkan manfaatkan layanan finansial melalui ponsel genggamnya tanpa harus bersusah-payah menembus kota.

Pada akhirnya meningkatnya indeks inklusi dan literasi finansial secara langsung akan berdampak pada perekonomian masyarakat Indonesia. Sementara peningkatan ekonomi tersebut berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan bangsa.

--

--