Melacak peran Ideologi dan Institusi dalam Ethnic Cleansing di Bosnia

Fadhil Alghifari
Forum for International Studies
3 min readApr 3, 2016

--

source: pinterest

Perang Bosnia adalah sebuah konflik bersenjata internasional yang terjadi pada Maret 1992 hingga November 1995. Konflik bermula di tanah balkan terjadi ketika negara-negara bekas negara Republik Federasi Sosialis Yugoslavia mulai memproklamirkan kemerdekaan pada era 1990-an. Salah satu konflik terbesar di wilayah tersebut adalah terjadinya kejahatan perang, dan kejahataan kemanusiaan luar biasa dalam bentuk ethnic cleansing terhadap etnis Bosnia oleh pemerintah Serbia dan Tentara Serbia.

Konflik bersenjata semakin memanas setelah Bosnia-Herzegovina merdeka dan diakui sebagai negara oleh komunitas internasional dan PBB pada tahun 1992. Tidak terima dengan kemerdekaan Bosnia, etnis Serbia yang tinggal di Bosnia langsung memberikan respon dengan didirikannya Republik Srpska di wilayah utara dan timur Bosnia. Idenya adalah untuk mendukung visi sekaligus ideologi “The Greater Serbia” yang diusung oleh Slobodan Milosevic, presiden Serbia yang berkuasa pada saat itu. Visi tersebut merupakan sebuah konsep ethno-national yang mengusung pemurnian etnis Serbia sebagai satu-satunya etnis yang boleh menempati pecahan negara Yugoslavia tersebut. Milosevic juga menginginkan sebuah negara yang bersatu dengan niat untuk menyatukan Bosnia, Kroasia dan negara pecahan lainnya dibawah Serbia pasca runtuhnya Yugoslavia.

Perlu diketahui bahwa kebencian atas suatu etnis sebagai faktor meletusnya perang di Bosnia itu sepenuhnya tidak benar. Sebelum terjadinya perang etnis tersebut, Serbia, Kroasia, Bosnia, Slovenia, Montenegro, Macedonia, dan Kosovo bersatu dibawah Yugoslavia. Tensi permusuhan antar negara-negara yang ada dibawah Yugoslavia tersebut terjadi bukan karena etnis yang berbeda, melainkan rasa nasionalisme yang tinggi dan saling menjatuhkan pada saat proses terbentuknya Yugoslavia. Rasa nasionalisme dan keinginan untuk mendominasi antar negara-negara ini kemudian semakin menggelora pasca runtuhnya Yugoslavia.

Oleh karena itu penulis berargumen bahwa ethnic cleansing yang terjadi di Bosnia disebabkan oleh kebijakan ultra-nasionalisme Serbia untuk merealisasikan visi “The Greater Serbia”. Penulis melihat bahwa ide segregasi atau bahkan ‘penghapusan’ etnis datang dari level struktural, dengan kata lain ‘pemurnian’ etnis yang didorong oleh rasa ultra-nasionalisme terinstitusionalisasikan dalam pemerintahan Serbia melalui kebijakan-kebijakan dan statement resmi.

Sebelum menganalisis lebih jauh, penulis akan menggunakan istilah ethnic cleansing sebagai kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh Serbia. Ethnic cleansing adalah “a purposeful policy designed by one ethnic or religious group to remove by violent and terror-inspiring means the civilian population of another ethnic or religious group from certain geographic areas.” Menurut laporan Dewan Keamanan PBB, ethnic cleansing dalam konteks Perang Bosnia dijelaskan sebagai “the planned deliberate removal from a specific territory, persons of a particular ethnic group, by force or intimidation, in order to render that area ethnically homogenous.” Mengacu pada istilah tersebut, kita dapat menggarisbawahi bahwasannya pembasmian etnis yang terjadi di Bosnia berasal dari kebijakan dan komando yang terstruktur dari pemerintahan Serbia.

Salah satu bukti konkrit bahwa ideologi “The Greater Serbia” tersebut tertanam dalam pemerintahan dan militer Serbia adalah kutipan Milosevic yang menyebutkan “Where ever there is a Serb, there is Serbia.” Menurut laporan International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) bukti lain yang mendukung ide ethnic cleansing datang dari level pemerintahan adalah kampanye kebijakan “The Greater Serbia” dan propaganda yang dilakukan di Serbia dan berbagai daerah di Bosnia. Laporan lain yang dikeluarkan oleh ICTY adalah terdapatnya “parallel chains of command” yang berasal dari pemerintahan dan militer Serbia saat perang dan ethnic cleansing terjadi di Bosnia. Selain itu, Milosevic juga dituduh mensuplai senjata, amunisi, dan bantuan logistik lainnya kepada etnis Serbia di Bosnia. Beberapa bukti tersebut membuktikan bahwa ethnic cleansing yang terjadi di Bosnia disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah Serbia yang didasari oleh ideologi “The Greater Serbia”.

Melihat pemaparan di atas makan penulis dapat menarik tiga simpulan penting mengenai kejahatan kemanusiaan luar biasa yang terjadi di Bosnia. Pertama, salah satu faktor terjadinya konflik bersenjata di negara-negara pecahan Yugoslavia adalah rasa nasionalisme yang berlebihan dan saling menjatuhkan, bukan kebencian turun-temurun karena perbedaan etnis. Kedua, tersulut oleh rasa nasionalisme yang berlebihan, “The Greater Serbia” dijadikan landasan pemerintah dan militer Serbia dalam melakukan agresi dan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis lain. Ketiga, ide “pemurnian etnis” datang dari struktur/sistem yang menginstitusionalisasikan perbedaan dan eksklusivitas etnis. Untuk itu, penulis berpendapat sudah sewajarnya komunitas internasional menuduh dan menangkap jajaran tinggi pemerintahan Serbia sebagai arsitek dan otak dibalik meletusnya perang dan peristiwa ethnic cleansing di Bosnia.

--

--