Pamungkas-Solipsism (2020)— Menurut Saya.

Billion Exaudi Purba
FROM THE EARS OF A LISTENER
3 min readJul 5, 2020

Annoying. Itulah impresi pertama saya saat pertama kali mendengar gaya bernyanyi Pamungkas di lagu One Only. Mungkin hanya preferensi saja, tetapi saya tidak menyukai gaya tersebut. Walau begitu, banyak teman dekat saya yang menyukai lagu-lagunya dan tidak terganggu akan gayanya bernyanyi. Mereka juga sering merekomendasikan lagu-lagu Pamungkas kepada saya. Mungkin salahnya ada di saya, pikir saya saat itu.

Fast forward to July 2, saya mengetahui bahwa Pamungkas mengeluarkan album baru yang berjudul Solipsism. Mungkin ini saatnya saya memberi waktu saya untuk mendegarkan karya-karyanya. Dimulai dari Walk The Talk (2018), suprisingly saya cukup menyukai albumnya. Semakin lagunya saya putar semakin less annoying gaya bernyanyinya bagi saya. Lalu saya pindah ke Flying Solo (2019), dimana saya merasa di album ini dia memberikan kesan yang trying too hard to be artistic, albumnya jadi terdengar berantakan bagi saya. Tidak jelas arahnya kemana. Lalu saya melanjutkan ke album terbarunya, Solipsism (2020) dan di tulisan ini saya akan memberikan pendapat saya tentang Solipsism secara lagu-per-lagu.

Solipsism dimulai dengan lagu yang berjudul Queen Of Hearts. Di lagu ini Pamungkas memberi pujian kepada “Queen”, seseorang yang mungkin out of his league dimana ia menyebutkan “I don’t even know why/The reason why/you talk to me”. Lagu ini terdengar sama seperti banyak lagu di album flying solo dengan segala instrumen elektrik yang ada di lagu ini namun dibungkus dengan lebih rapih.

Intentions adalah lagu selanjutnya di album ini. Lagu ini terdengar seperti slow-rock tahun 2000an dengan sedikit sentuhan elektronik pada beberapa bagian. Kalo kita lihat dari liriknya, seperti ada alur yang terjalin dari lagu Queen Of Hearts, dimana Pamungkas sebagai pemuja yang mulai mendapatkan perhatian dari “Queen” tersebut, di lagu ini dia ingin memberikan segala cintanya kepada sang pujaan.

Be My Friends adalah lagu selanjutnya di album ini. Lagu ini mempunyai vibe slow-rock 2000an yang hampir sama dengan Intentions. Pada lagu ini, kita melihat kelanjutan alur dari lagu sebelumnya dimana Pamungkas dan pujaannya sudah mempunyai hubungan yang semakin dekat. “Layers by layers I let you to see me raw”. Namun intensi mereka jelas hanya untuk tetap berteman.

Pada lagu Live Forever, Pamungkas memberikan suara baru bagi kita. Dengan synth tebal di awal lagu, kita dibawa kepada warna yang berbeda. Chorus pada lagu ini cukup melekat di telinga saya, dengan nada yang catchy yang dinyanyikan dengan sentuhan falsetto yang indah pula. Lagu ini dapat saya bilang terinspirasi dari lagu Oasis dengan judul yang sama dimana Pamungkas juga menuliskan potongan lirik “We see things they’ll never see, we’re gonna live forever”.

Deeper adalah lagu selanjutnya pada album ini. Lagu ini mengangkat tema yang sejalan dengan lagu-lagu sebelumnya, jatuh cinta. “I wish you sunshine in the sky” kurang lebih menggambarkan semua hal baik yang diinginkan Pamungkas untuk terjadi kepada pujaannya.

Be Okay Again Today adalah lagu selanjutnya dan juga lagu kesukaan saya di album ini. Saya memang lemah terhadap lagu dengan soft vokal yang hanya diiringi gitar saja.

Higher Than Ever adalah lagu selanjutnya pada album ini. Lagu ini memberi suasana funk-pop dengan tempo upbeat juga dengan sentuhan bass nya yang tebal. Awal lagu ini sedikit mengingatkan saya kepada lagu Twenty One Pilots yang berjudul Level Of Concern. Lagu ini berbicara tentang kerinduan yang menggebu-gebu karena sudah lama tidak bertemu, yang sangat relate dengan keadaan sekarang dimana banyak orang yang belum bisa bertemu dengan pasangannya because of… you know…. Mrs. Rona.

Album ini dilanjutkan dengan lagu yang berjudul Riding The Wave. Gaya lagu ini sudah sering kita dengar di masa lampau, dengan instrumen gitar solo ditengah lagu yang membawa saya kepada gaya lagu ballad dari band rock tahun 90an.

Album ini dilanjutkan oleh lagu yang berjudul Still Can’t Say Your Name. Melodi pada chorus yang dinyanyikan dengan falsetto di lagu ini sangat enak didengar. Di lirik lagu ini Pamungkas memamerkan kemampuan multilingualitas-nya dengan menampilkan beberapa lirik berbahasa Prancis yang menambahkan kesan romantis di lagu ini.

Dilanjutkan dengan lagu yang berjudul I Don’t Wanna Be Alone yang menambahkan sedikit musik elektronik dengan beat yang biasa kita dengar di lagu-lagu rap jaman sekarang.

Album ini ditutup dengan lagu berjudul Closure yang cukup sederhana dengan iringan piano dan gitar pada awal lagu. Lagu ballad ini menutup album dengan tone yang sedih juga menutup cerita Pamungkas pada album ini dengan cara yang menurut saya sudah cocok.

Kesimpulannya, saya cukup menyukai album ini, setidaknya menurut saya album ini lebih baik dari album sebelumnya Flying Solo, lebih simpel tetapi lebih dapat feeling-nya. 6.5/10

--

--

Billion Exaudi Purba
FROM THE EARS OF A LISTENER

Chelsea FC and Houston Rockets fan. Music enthusiast who can’t play instrument and can’t sing. I just listen to them and give my thoughts on them.