Apa Itu Omnibus Law dan Apa Saja Pasal yang Kontroversial?

Gööp Kampus
Gööp Kampus
Published in
3 min readOct 8, 2020

--

Senin, 5 Oktober 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Namun, pengesahan RUU ini mendapat penolakan dari berbagai pihak. Ada beberapa alasan Omnibus Law mengalami banyak penolakan, di antaranya karena minimnya keterlibatan ahli dan masyarakat dalam penyusunan draft RUU, Pengesahan RUU yang terkesan terburu-buru, dan poin-poin RUU yang tidak memihak rakyat.

Akibatnya, aksi penolakan langsung melalui unjuk rasa dari kalangan mahasiswa, buruh, maupun masyarakat umum terjadi di berbagai wilayah. Tidak hanya itu, hastag #TolakOmnibusLaw #GagalkanOmnibusLaw #TolakRUUCiptaKerja #JegalSampaiGagal hingga #MosiTidakPercaya menjadi trending di media sosial.

Apa itu omnibus law? Mengutip dari laman kompas.com, omnibus law adalah sebuah konsep pembentukan undang-undang utama untuk mengatur masalah yang sebelumnya diatur di sejumlah UU atau dengan kata lain omnibus law adalah satu UU yang merevisi beberapa UU sekaligus. Omnibus law pertama kali muncul pada pidato presiden Jokowi saat pelantikannya.

Ada 2 omnibus law yang diajukan pemerintah, yakni omnibus law tentang cipta lapangan kerja dan tentang perpajakan. Secara keseluruhan, dalam omnibus law cipta kerja terdapat 11 klaster pembahasan, yaitu penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus.

Di antara pasal-pasal dalam omnibus law cipta kerja yang telah disahkan oleh DPR tersebut, terdapat beberapa pasal yang kontroversial. Pertama, pasal 79 yang memangkas hari libur yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Sebelumnya, pekerja mendapatkan dua hari libur dalam sepekan, namun dalam pasal 79 (b) istirahat mingguan hanya diberikan satu hari dalam sepekan. Selain itu, pasal 77 yang mengatur mengenai waktu kerja juga memungkinkan pemberlakuan waktu kerja melebihi ketentuan.

Selanjutnya, pasal 88 C dalam RUU ini juga membuka celah peniadaan Upah Minimum Kabupaten/Kota dan memungkinkan upah tersebut dipukul rata di semua kota. Selain yang tercantum dalam RUU cipta kerja ini, terdapat beberapa pasal UU ketenagakerjaan yang dihapus.

Contohnya seperti pasal 169 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa pekerja atau buruh dapat mengajukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan. Selain itu, PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu.

Selain pasal 169 yang seluruhnya dihapuskan, pasal 91 yang mengatur mengenai pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan pengusaha dan pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan perundangan dan kewajiban pengusaha membayar upah pekerja jika bertentangan dengan undang-undang juga seluruhnya dihapuskan dalam RUU Cipta Kerja.

Selain pasal-pasal di atas, masih banyak bagian dari Omnibus Law Cipa Kerja yang kontroversial dan terkesan merugikan pekerja. Bagi kalian para calon pekerja dan juga para pekerja, ada baiknya kita sama-sama mencermati sedikit demi sedikit bagian dari Omnibus Law ini agar kedepannya kita mendapatkan perlakuan yang layak oleh perusahaan.

Jikapun kalian nantinya ingin menjadi pengusaha, gunakanlah akal budi kalian agar tidak semena-mena terhadap siapapun pekerjanya.

Penulis : Nafi Khoiriyah

Editor : Aneq Oktina

Sumber: https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/06/104500965/apa-itu-omnibus-law-cipta-kerja-isi-dan-dampaknya-bagi-buruh?page=all

https://news.detik.com/berita/d-5200381/mengenal-apa-itu-omnibus-law-yang-jadi-kontroversi

https://tirto.id/daftar-pasal-bermasalah-dan-kontroversi-omnibus-law-ruu-cipta-kerja-f5AU

https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/06/104500965/apa-itu-omnibus-law-cipta-kerja-isi-dan-dampaknya-bagi-buruh?page=all

https://drive.google.com/file/d/1fIA0-4JwlNZFaL8kM-oVJTaZiUsqJehJ/view

--

--