Islam vs Antariksa?

Gamais ITB
Gamais ITB
Published in
4 min readAug 14, 2023

Sebuah Monolog tentang Perdebatan yang Tak Perlu

Oleh Sulthon Furqandhani Araska (Astronomi 2021)

Ini adalah dialog fiktif yang terinspirasi dari pengalaman penulis berinteraksi dengan beberapa orang Indonesia di media sosial.

Foto bumi berbentuk bola (sebagian permukaan yang tidak terlihat menandakan malam hari) dari permukaan bulan saat Misi Apollo 8 pada 24 Desember 1968.

“Hahaha… zaman gini masih aja lu dibohongi sama NASA. Sadar bro! 😂😂😂”

“Dibohongi?? Dari mana kamu tau itu kebohongan?”

“Ya jelaslah… itu gambar buatan hasil studio. Manusia enggak pernah ke bulan, hoax itu! Masa gitu doang enggak tau… 😂”

“Apa buktinya kalau itu buatan studio?”

“Kocak lu! 🤣 Sudah disebutin di Al-Quran kalo bumi itu dihamparkan, enggak bulat kayak di gambar itu!”

“Maaf, interpretasimu bahwa klausa ‘bumi dihamparkan’ bermakna bumi datar itu sebuah kekeliruan. Bumi terlihat seperti hamparan karena ukuran kita (manusia) jauh lebih kecil daripada diameter bola bumi itu sendiri (1 : 52,5 juta). Ibarat sebuah virus kecil di permukaan bola basket. Dengan kata lain, Allah Swt. sengaja membuat bumi sangat besar supaya terlihat seperti hamparan luas bagi manusia.”

“Lah, sama aja dong! Tau dari mana kalau interpretasi lu yang benar? Jangan sok tau bro…”

“Aku enggak sok tau… Bukankah sudah banyak foto yang diambil dari stasiun luar angkasa membuktikan kalau bumi itu berbentuk bola?”

Salah satu foto yang memperlihatkan kurvatur bumi, diambil dari stasiun luar angkasa internasional (International Space Station)

Halah, enggak percaya gua! pasti hasil editan…”

“Sudah jelas-jelas Al-Quran bilang kalau manusia enggak akan bisa menembus langit!”

“. . . .” 😑

“Lagi-lagi, kamu keliru menginterpretasikan ayat Al-Quran karena mengutip sebagian dari ayatnya dan menafikan konteksnya.”

يَـٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَـٰنٍۢ ⟨٣٣⟩

Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).

QS. Ar-Rahman [55]: 33

“Aku yakin kamu tidak lupa dengan frasa ‘…kecuali dengan kekuatan Allah’ di akhir ayat tersebut.

Semisal kata “langit” dalam ayat tersebut merujuk kepada atmosfer bumi, tetap saja itu TIDAK mengimplikasikan kemustahilan mutlak. Dengan kata lain, ada probabilitas. Logikanya sama dengan apa yang terjadi dengan dirimu…”

“Kamu tidak akan bisa bernafas, melihat, mendengar, berbicara, atau apa pun tanpa izin Allah, tanpa kekuatan yang Allah berikan kepada tubuhmu.”

“Balik lagi. Seandainya Allah Swt. berkehendak memberikan umat manusia kekuatan sehingga berhasil menembus atmosfer, lalu apa salahnya? Apa kamu akan tetap keras kepala menolak keputusan Allah?!”

. . . .

“Manusia boleh berusaha semau mereka untuk terbang melampaui atmosfer. Terserah Allah bagaimana hasilnya.

Jika Allah mengizinkan, itu adalah sebuah kenikmatan dan pencapaian bagi umat manusia.

Jika Allah tidak mengizinkan, bisa berakhir malapetaka, seperti halnya Tragedi Challenger (1986).”

Musibah Pesawat ulang-alik Challenger pada 28 Januari 1986 yang menewaskan seluruh 7 orang awak astronaut.

Woi! Lu kira lu siapa… asal menafsirkan ayat sesuka hati lu?” 😡

“Ironi…😒 Aku pun bisa mengatakan hal yang sama untuk dirimu. Memangnya kamu sendiri sudah membaca tafsir ayat tersebut?”

“. . . .” 😶

“Penjelasanku sebelumnya baru menunjukkan cacat dalam logika berpikirmu. Belum menunjukkan makna yang ‘seharusnya’.

Dari 3 tafsir yang kubaca (Ibnu Katsir, Maariful Quran, dan Tazkirul Quran), tidak satu pun berbicara tentang perjalanan antariksa seperti dugaanmu. Justru, ketiga tafsir tersebut mengatakan bahwa ayat tersebut adalah metafora tentang lemahnya manusia dan jin terhadap kekuasaan Allah Swt. yang absolut akan seisi alam semesta. Silakan baca sendiri…”

“Kalau gitu sama saja dong. Kamu sendiri enggak bisa membuktikan kalau perjalanan luar angkasa benaran ada!”

“Bukankah aku sudah bilang kalau bukti tersebut banyak. Sesusah itukah kamu untuk mencarinya?”

“Dan gua juga sudah bilang kalo gua enggak percaya sama NASA.”

“NASA, NASA, NASA… Itu saja kah yang kau tahu? Ada banyak lembaga astronomi dan antariksa di dunia ini dan mereka semua membuktikan hal yang sama.”

“Percaya tuh sama Allah, bukan sama antek elite global kayak mereka!”

“Sempit sekali pemikiranmu….

Aku beriman kepada Allah. Namun, bukan berarti aku menolak fakta ilmiah. Aku percaya NASA dan lembaga-lembaga semacamnya bukan sebagai ‘Tuhan’ tapi sebagai sumber informasi astronomi dan antariksa.

Memang manusia bisa salah, termasuk para ilmuwan di sana. Tapi setidaknya aku memercayai mereka yang ahli di bidangnya. Sumber informasiku kredibel.

Sekarang aku kembalikan ke kamu. Apakah kamu astronom atau ahli antariksa?”

“Tapi–”

“Berhenti mengelak, jawab pertanyaanku! Kamu ahli di bidang ini, bukan?”

“Bukan…”

“Kamu bukan pakar di bidang ini. Tapi kamu juga menolak informasi dari sumber yang kredibel. Lalu klaim bahwa perjalanan antariksa itu mustahil, bumi itu datar, NASA itu pembohong, dan lain sebagainya; itu kamu dapat dari mana??”

• • •

Hati-hatilah dengan lisanmu, wahai kawanku…

Janganlah kau mengatakan hal yang belum tentu kebanarannya.

Apalagi sampai menuduh seseorang atau suatu golongan…

Apa jadinya kalau tuduhanmu itu ternyata adalah dusta?
Kau telah berbuat fitnah.

Maukah dirimu diminta pertanggungjawaban atas fitnah tersebut di akhirat kelak?

“Barang siapa beriman kepada Allah & hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau DIAM.”

–Rasulullah Saw. [HR. Bukhari no.6136 dan Muslim no.80]

Sumber referensi:

--

--

Gamais ITB
Gamais ITB

Keluarga Mahasiswa Islam ITB | #TransformasiProgresif