Umar bin Abdul Aziz — Leader of the Prosper

Gamais ITB
Gamais ITB
Published in
3 min readSep 25, 2016

Siapa yang tidak mengenal Umar bin Abdul Azis. Namanya yang begitu mencuat jika kita membahas tentang kepemimpinan yang ideal. Seorang pemimpin yang shaleh, karismatik dan bijaksana. Dirinya yang bernama lengkap Umar bin Abdul Azis bin Marwan bin Alhakam bin Abu Al-Ash bin Ummayah bin Abd Syam bin Manaf.

Ia lahir dari seorang ayah bernama Abdul Azis bin Marwan dan ibunya Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab. Perawakan dirinya yang dari kecil sudah cerdas dan menjadi penghafal hadits membuat kepribadiannya begitu mulia hingga ia, dalam wasiatnya khalifah Sulaiman mengarahkan agar Umar bin Abdul Azis menjadi pengganti khalifah selanjutnya setelah dirinya wafat. Namun hal ini ditolak oleh Umar dengan mengatakan

“ wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa musyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut ba’iah yang ada di leher kamu dan pilihlah siapa yang kalian hendaki “

Meski begitu seluruh umat tetap memantapkan pilihannya kepada Umar. Tak ada kata lain dari Umar selain menerimanya dengan berat hati dan rasa takut terhadap pertanggungjawaban jabatan ini kepada Allah SWT.

Setelah hari pelantikan Umar memberika khutbah di depan para umat islam

“Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al-Quran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” .

Ia kemudian duduk dan menangis

“Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku” sambungnya.

Sosok Umar yang sangat menjaga keamanahannya dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin seharusnya bisa membuka lebar mata kita. Bagaimana ia mengkondisikan dengan baik segala kemelut yang menyerang negerinya.

Ia menerima sebuah beban besar di pundaknya bukan dengan merayakan ataupun bersenang-senang dengan jabatannya namun tangisan dan rasa takutnya kepada Allah SWT. Retorika yang terlihat sekarang ini begitu mengisyaratkan jauhnya kondisi ideal seorang pemimpin layaknya Umar bin Abdul Azis.

Maka adakah kita merefleksikan apa yang dilakukan Umar ?

Ketika ia berhasil mengatasi masaalah kesejahteraan masyarakatnya dengan sistem zakat. Orang-orang kaya yang awalnya harus memberikan sebagian hartanya kepada yang berhak menerima kini setelah tiga puluh bulan masa kepemimpinannya mereka kesulitan mencari orang-orang yang berhak menerima zakat mereka (fakir miskin) karena para fakir miskin telah berubah menjadi muzakki (orang yang berkewajiban membayar zakat).

Dari sisi keseharian Umar yang zuhud dan berpenampilan sederhana serta tidak memanfaatkan kondisinya untuk meminang berbagai harta dan fasilitas. Fasilitias dan berbagai kemewahan ia sedekahkan ke baitul mal. Seperti halnya saat ia diberikan kendaraan kuda beserta kusirnya, ia menolak lalu menjualnya dan menyerahkan hasil penjualan kuda tersebut ke baitul mal.

Disinilah letak jiwa dan kondisi yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin. Sikap dan keteguhan hati dalam menjalankan amanah hanya karena Allah ta’ala. Ketaatan Umar bin Abdul Azis kepada Allah dan dengan kerendahan hatinya mengurus masyarakat telah menjadi nilai teladan yang harus melekat pada setiap jiwa-jiwa pemimpin.

--

--

Gamais ITB
Gamais ITB

Keluarga Mahasiswa Islam ITB | #TransformasiProgresif