Membuka Kotak Pandora

Pranacaraka
Gedebus
Published in
2 min readOct 23, 2023

Dalam suatu diskusi mengenai karya sastra, saya mendapat pertanyaan ini,

Pada batas apa kamu akan menyelesaikan karyamu?

Pikiran menarikku dari alam sadar selama beberapa detik, untuk memikirkan jawabannya. Kira-kira urutannya begini:

Batas: Banyak, Varian, atau Target?

Batas itu mungkin adalah:

  1. Seberapa banyak naskah-naskah yang nantinya berhasil kuolah?
  2. Seberapa jauh variasi bentuk penyajian karya sastra, atau hanya menjadi buku saja?
  3. Seberapa luas target penikmat karya ini?

Idealis

Ketika aku belum berhasil menjawab “batas”, pikiranku membawa lari ke sosok idealis.

Sma, ini hanya idealismu saja ingin membaca dan menarasikan suatu naskah?

Tentu saja, naskah-naskah ini tidak populer-populer amat. Sangat kecil penikmat Sang Hyang Kama yang bersembunyi di balik deretan alfabet!

Mereka tak akan tahu nikmatnya para rahib berkontemplasi dibandingkan dengan jerat konten tarian media sosial!

Realistis

Seketika lompat lagi ke kesadaran lain. Yaitu sadar bahwa karya yang tak realistis berpotensi diberi label kolot dan mungkin hanya memenuhi deretan buku diskon.

Tak Berbatas?

Syahdan kembali pula pada kesadaran semula. Yang kubisa saat ini adalah melakukan salin aksara, alih aksara, dan sedikit alih bahasa.

Öm awighnamastu, satu dasa karya terdahulu bisa kukumpulkan, lanjut satu dasa yang lebih baru. Lanjut dengan satu dasa lagi di jaman pertengahan. Dan mungkin yang lainnya lagi.

Tak terbendung, rasanya seperti membuka kotak pandora. Nampaknya seperti kotak kecil, namun setelah dibuka, tak sanggup kausentuh batasnya!

--

--