Biblica Synesthesia: Threshold Partisipasi Ruang Arsitektur

Fahmi Muchlis
Gelagar
Published in
3 min readJul 20, 2020

Baru kali pertama saya mengikuti sidang TA semester ini. Karena cuma menonton, ada catatan yang coba saya ungkapkan pada proyek Biblica Synesthesia.

Saya menikmati presentasi hari ini. Ada permainan puitis dalam bahasa arsitektur yg dia pakai. Terasa samar sajian pertentangan pada ihwal cara mata manusia memandang. Sebagai pembuka konsep, pemahaman tentang gerak menggiring ke cara kerja estetika visual. Dan untungnya dia menjelaskan melalui lukisan. Pengamat diajak terlebih dahulu menyadari apa sebenarnya yang bisa ditangkap dan ditransfer sebagai sesuatu yang berkelindan dengan arsitektur. Saya sejujurnya merasa agak skeptis ketika ia mengambil pandangan Bernard Tschumi untuk mendedahkan penyandingan lukisan. Dalam keterbatasan saya, pandangan Bernard Tschumi mungkin tidak terlalu condong dengan konteks ini. Tapi saya bisa mengikuti pemikirannya ketika poin yang coba disampaikan adalah paradoks. Memang ini kadang dibaca secara literal saja sebagai sebuah pertentangan bahasa arsitektural, yg umumnya membuat kompleksitas visual asimetris. Di kalangan mahasiswa dianggap sebagai estetika yang lebih kontemporer. Inilah yang cukup menyegarkan, ketika melihat sajiannya berbeda.

Apa yang ditangkap pada lukisan* diabstraksi sebagai komponen yang lebih sederhana ke dimensi ruang fisik. Imaji bagaimana manusia berpindah dan memahami spasial; fungsi yang diatur;termasuk strukturalnya adalah representasi yang bisa dianggap sama dengan polesan kuas pada lukisan. Lukisan yang awalnya 2d kemudian diproyeksikan 3d. Bila ruangan adalah fisik yang kita alami adalah bentuk 3d, maka tentu lukisan yang kita pandangi diatas kanvas adalah 2d. Karena lukisan diproyeksi sebagai konsep arsitektur maka pengamat bisa jadi dianggap masuk ke dimensi 2d. Padahal bangunan arsitektur adalah konsep 3d. Sehingga inilah yang menjadikannya konsep semu gerak atau ‘relatif’, ada kecanggungan apakah kita bergerak pada lukisan atau pada bangunan. Cukup bertautan dengan narasi konsep paradoksikal di awal. Sementara orang bergerak secara radial dalam bangunan, ada usaha memanipulasi pada kerangka mata memandang yang juga lingkaran. Di sinilah gerak lagi-lagi menjadi relatif sebagai pengalaman yang serupa memandangi lukisan 2d. Terhenti atau berhenti, jeda atau diam. Karena kerangka radial ini memberi penanda visual yg kuat. Terlebih pada fasade yang saya duga juga adalah unsur strukturalnya. Skala struktur dan materialnya seperti itu jelas menarik mata dari kejauhan.

Terlihat bahwa perpustakaan sepertinya adalah pilihan tepat yang disengaja. Perlu disadari bahwa konsep diatas hanya akan bekerja dengan baik ketika yg dipandang itu bukan sesuatu yg focal point, sehingga harus mengandung objek-objek yang lebih similar dan seragam, tatanan buku misalnya. Coba kembali lagi ke lukisan, yang dikomposisi dengan baik oleh artis bisa berpadu harmonis melalui warna, bentuk, dsb. Saya tidak bisa membayangkan kalau ini adalah stasiun, yang sudah pasti berbicara gerak perpindahan malah akan kacau. Gerak relatif karena ada sudut pandang dari sesuatu. Dalam hal ini pengamat dan lukisan/arsitektur, atau pengamat dalam lukisan/arsitektur. Sebagai konteks waktu yang menyertai gerak, ada tafsir lain bagaimana buku menjadi berbeda untuk dinikmati di masa sekarang yang serba digital. Perlu ada jeda untuk mengakses informasi, yang kontradiktif dengan konteks percepatan saat ini. Sekali lagi, ini paradoks yang tidak hanya pada estetika tapi demikian pada fungsi. Perancanganya dengan yakin menghadirkan program demikian. Dan bila ingin lebih jauh, struktur juga demikian adanya. Jika memang benar yang dipakai fasad itu adalah beton, ringkih namun kokoh adalah pertentangan visual yg terbaca. Karena adanya pola lingkaran dengan titik penyaluran beban yang justru mengecil.

Akhirnya sebagai sinestesia, mungkin saya baru menyadari di akhir presentasi mengapa diberikan judul demikian. Tampaknya sebagai gaya bahasa sinestesia, dia berusaha mengungkapkan permainan mata pada bangunan. Saya memang tidak mengikuti seluruh proses desainnya untuk sampai ke konsep ini. Tapi betapa sedap konsep arsitektur itu diaduk dalam satu waktu yang singkat, apakah kita sedang mencerna lukisan ataukah teperdaya oleh dimensi ruang lukisan?.

*) Lukisan yang ditampilkan adalah The Lady of Shalott karya William Holman Hunt (1827–1910)

Catatan:
Biblica Synesthesia: Threshold Partisipasi Ruang Arsitektur adalah karya Tugas Akhir dari Nandhita Narendratmaja, mahasiswa Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Seluruh gambar dalam tulisan ini adalah hak cipta perancang.

--

--

Fahmi Muchlis
Gelagar
Editor for

Dosen, Departemen Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember