Fahmi Muchlis
Gelagar
Published in
2 min readJul 21, 2020

--

Jurnal pribadi ini adalah sebuah opini ringkas yang membahas arsitektur dan seputar perkuliahan. Sejumlah tulisan yang disajikan adalah apresiasi gagasan, hasil diskusi dari beragam kalangan, pemikiran (impulsif), maupun cerita santai saja. Sehingga gaya bahasa yang digunakan mungkin kadang-kadang terlalu akademis tapi kerap bercampur dengan penyampaian yang lebih populer. Sejak 2015, penulis menjadi pengajar di Departemen Arsitektur — Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Hingga saat ini, penulis secara perlahan memperdalam minat terhadap studi arsitektur Nusantara (klasik dan kiwari); interpretasi arsitektur dan semiotika; pergeseran paradigma desain arsitektur ke ranah digital; serta hubungan media + kultur pop dengan arsitektur. Kompilasi tulisan ini diterbitkan sebagai satu publikasi tematik mini serial dan berkala yang disebut Gelagar : Gelar Apresiasi Gagasan Arsitektur.

Gelagar secara denotatif adalah rangkaian bilah bambu untuk alas; bentangan baja atau kayu yang mendukung secara struktural.

Pemberian nama ini sebenarnya terinspirasi dari perancah yang dimodifikasi sebagai dinding pameran di kampus, sebuah solusi agar departemen memiliki panel pamer yang lebih awet dan fleksibel. Perancah dan gelagar memang dua bentuk yang berbeda, tapi keduanya bebas saja untuk dipahami bertautan sebab sama-sama memiliki bentangan. Bagian main frame digunakan sebagai rangka penggantung panel poster, bagian cat walk bisa juga difungsikan untuk memamerkan objek lain, lebih kreatif lagi pada cross brace melintang bisa dipakai pijakan maket.

Sudah sekian tahun saya menikmati diskusi, melakukan kritik tugas Studio ataupun menengok pameran Tugas Akhir yang tertempel pada panel perancah-perancah di selasar lantai 1 kampus Arsitektur ITS. Dan selama itu pula saya melihat bagaimana dinamika preview studio. Ada yang berharap merasa aman agar karyanya tidak dilirik dan cepat selesai, sebaliknya beberapa begitu bersemangat memaparkan kepada siapa pun yang bertanya, serta tidak sedikit yang memiliki kemantapan hati untuk menguji nyali di hadapan dosen-dosen yang selalu saja mengkritik meski mahasiswanya dalam kelelahan dan kurang tidur. Inilah yang membentuk memori dan tentu berkesan bagi mahasiswa-mahasiswi yang pernah menempelkan sejumlah karyanya. Ya, perancah-perancah ini merangkum nostalgia itu sebagai tanda mata yang penuh bangga.

Nurfahmi Muchlis
fahmi.muchlis@arch.its.ac.id

--

--

Fahmi Muchlis
Gelagar
Editor for

Dosen, Departemen Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember