Sabat, Istirahat, dan Pembebasan

Gereja Komunitas Anugerah
Gereja Komunitas Anugerah
8 min readOct 17, 2018

Catatan Khotbah | Minggu, 6 Juni 2018 | Pdt. Suarbudaya Rahadian

Kita hidup di masa yang membuat istirahat semakin sulit dilakukan. Saat kita punya berbagai alat-alat yang seolah membuat hidup semakin otomatis berjalan (fasilitas antar makanan online, fasilitas belanja online tanpa perlu ke ATM), kita tetap punya masalah klasik yaitu hidup dalam ketergesaan, keletihan dan kecemasan.

Seorang kawan pernah mengatakan hal yang ironis terkait kegelisahan ini. “Di Jakarta 20 silam orang merasa cemas justru karena kurang tahu informasi. Hari ini orang merasa cemas justru karena dibanjiri informasi”.

Kita juga hidup di dalam suasana yang penuh dahaga atas ketentraman. Maka kita terobsesi dengan konsep runaway. Melarikan diri.

Mungkin itu sebabnya industri pariwisata eksotis (kunjungan ke kampung miskin, ke desa terpencil) laku dibeli oleh kelas menengah ibukota. Mulai dari pijat, senam, aroma terapi, meditasi sampai liburan ke desa. Pada dasarnya semua acara itu sedang menawarkan sebentuk pelarian dari kepenatan.

Dan jangan lupa, agama kristen yang menampilkan kisah sneak peek (intip) surga laku dijual saat ini. Buku seperti Heaven is so real, sebuah buku yang mengisahkan pengalaman seorang pendeta jalan-jalan mengitari penjuru surga, meledak di Indonesia.

Sebuah anomali karena industri buku sedang lesu. Tapi buku ini uniknya menjadi pengecualian.

Sejarah Sabat

Sabat (שבת shabbāṯ, Shabbat, “istirahat” atau “berhenti bekerja” dalam bahasa Ibrani, atau Shabbos dalam ucapan Ashkenazi), adalah hari istirahat setiap Sabtu dalam Yudaisme.

Sekalipun sabat adalah perayaan agama Yahudi, namun secara berkelanjutan, tradisi agama Kristen disepanjang masa melanjutkan perayaan ini dengan memaknainya secara baru.

Hari sabat dirayakan dari saat sebelum matahari terbenam pada hari Jumat hingga tibanya malam pada hari Sabtu. Perayaan ini dilakukan oleh banyak orang Yahudi dengan berbagai tingkat keterlibatan dalam Yudaisme.

Dari kata Sabat ini diperoleh istilah Sabbath dalam bahasa Inggris, Sabt dalam bahasa Arab (السبت), dan Sabtu dalam bahasa Indonesia. Dari kata ini pula muncul konsep “sabatikal”, yaitu berhenti bekerja pada Sabat. Orang Yahudi menganggap peringatan sabat, sebagai hari ke-7 setiap minggu, tidak terputus sejak ditetapkan saat Allah menciptakan alam semesta, di mana manusia diciptakan pada hari ke-6.

Sejak era kelahirannya sampai beribu-ribu tahun sesudahnya ada banyak tafsiran tentang hari sabat. Tapi prinsipnya tetap sama, ini adalah hari dimana dalam satu minggu ada perhentian.

Sejak tahun 363 masehi di Konsili Laodikia ada larangan untuk menjadikan hari sabat dirayakan di hari sabtu. Sejak saat itu sabat bagi umat kristiani pindah ke hari ahad(kesatu), hari minggu. Alasannya sederhana, untuk membedakan perayaan sabat kristen dari tradisi Judaisme.

Dalam tradisi protestan ,Calvin dan bapak-ibu kaum Puritan menerapkan juga sabat.

Calvin, di masanya bahkan menerapkan aturan ketat melarang orang bekerja di hari minggu. Dia menjatuhkan hukuman keras kepada warga kota Jenewa yang melanggarnya.

Tentu eranya Calvin dan Patristik telah berlalu. Ada banyak hal dari tafsiran mereka soal sabat yang sudah tidak relevan bagi kita hari ini.

Maka saya pikir, kita perlu kembali mengintepretasikan makna sabat di zaman dan konteks kita hari ini.

Sabat adalah momen apresiasi karya Allah

Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh j adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan (Kej 5:16)

Penulis kitab ulangan menautkan hari ketujuh sebagai sabat Tuhan.

Setelah pekerjaan penciptaan 6 hari Allah berhenti. Allah melakukan jeda. Apakah Allah capek? Apakah Allah butuh istirahat? Tentu orang Yahudi tahu bahwa Allah itu tidak bisa lelah, tidak pernah terlelap penjaga Israel kata pemazmur.

Di dalam kitab kejadian 2 :2–3 dikatakan:

2:2 Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.

2:3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.

Disana pertama kali ditunjukan bahwa Allah yang melakukan sabat.

Mengapa Allah mengambil jeda (sabat)? Sesungguhnya Allah tidak berhenti karena kelelahan. Allah tidak mengambil jeda karena habis ide. Dia berhenti karena dia sedang mengapresiasi karyanya.

Dia diumpamakan seperti seorang petani yang menikmati hasil panennya. Allah berhenti untuk bersukacita dengan segenap tatanann.Itu sebabnya di pasa l 1 kejadian ketika semua sudah tercipta dikatakan “Allah mengatakan semua amat sangat baik”.

Kita hidup dimasa kapitalisme tahap akhir, sebuah era yang memaksa kita untuk bekerja tanpa jeda. Produktif, efektif dan efisien adalah norma global hari ini.

Maka di tengah hiruk pikuk ini ada baiknya kita perlu mundur sejenak dari satu aktifitas kita untuk menenangkan diri, berdiam dan melihat ke belakang. Mengingat sabat adalah mengingat apa-apa hal yang sudah kita lalui bersama Tuhan dimasa lalu.

Sabat adalah hari untuk mengingat pembebasan Allah kepada umatnya

Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat. (Ulangan 5:15)

Kitab Ulangan mengingatkan bahwa Sabat adalah peringatan akan pembebasan. Hari istirahat dilakukan untuk mengingat siapa Israel itu dulu. Mereka bukan bangsa. Mereka itu budak. Mereka disiksa selama berabad-abad di Mesir dan karena pertolongan Tuhanlah mereka dapat keluar dari sana. Sabat meminta mereka untuk mengingat :Tanpa anugerah ,tanpa pertolongan Tuhan kamu bukan siapa-siapa ,kamu berhutang kepada Tuhan untuk pembebasan yang kamu miliki.

Maka itu sabat diperluas. Setiap tujuh tahun bangsa Israel merayakan Tahun sabat. Itu adalah perhentian untuk tanah, di mana semua pekerja di ladang berhenti bekerja, hasil bumi menjadi milik umum, hutang dihapus, semua orang Ibrani yang menjadi hamba dibebaskan (Keluaran 21:3; 23:11; Imamat 25:2, 4, 5; Ulangan 15:1–3).

Pengabaian hari raya ini oleh bangsa Yahudi memiliki konsekuensi.

Pembuangan bangsa ini selama tujuh puluh tahun merupakan hukuman atas kelalaian melaksanakan peraturan sabat. (Imamat 26:34; II Tawarikh 36:20, 21; Nehemia 10:31).

Selain sabat tujuh tahunan, tradisi judaisme juga merayakan sabat besar setiap 7 kali siklus tahun sabat, hari itu disebut tahun Yobel.

Tahun Yobel (Ibrani: יוֹבֵל — YOVEL ) adalah salah satu perayaan keagamaan dalam tradisi Israel. Secara sederhana, tahun ini dikenal sebagai tahun ke-limapuluh yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan ungkapan Jubilee.

Dalam tradisi Yahudi, tahun Yobel dirayakan bersamaan dengan hari raya Pendamaian (Ibrani: יום כיפור — Yom Kipur). Perayaan ini dibuka dengan meniupkan sangkakala (Ibrani: שׁוֹפָר — Syopar) yang tidak hanya menjadi tanda dimulainya perayaan, tetapi juga menjadi seruan pembebasan bagi para budak, termasuk pembebasan lahan pertanian. Secara rinci, informasi mengenai perayaan tahun yobel dapat dibaca di dalam Imamat pasal 25.

Tahun Yobel dirayakan satu kali dalam setiap 50 tahun. Umat Israel menjadikan perayaan ini sebagai puncak dari siklus tujuh kali tahun sabat (karena 1 tahun sabat sama dengan tujuh tahun, maka tujuh tahun sabat berjumlah 49 tahun).

Pelaksanaan perayaan tahun Yobel yang bertepatan dengan Hari Raya Pendamaian ( יום כיפור — YOM KIPUR) tampaknya bukan tanpa alasan karena keduanya menyuarakan pesan moral yang kait-mengait, yaitu penebusan dan pembebasan.

* Imamat 25:2–5 :

25:1 TUHAN berfirman kepada Musa di gunung Sinai:

25:2 “Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu telah masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, maka tanah itu harus mendapat perhentian sebagai sabat bagi TUHAN.

25:3 Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu,

25:4 tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi.

25:5 Dan apa yang tumbuh sendiri dari penuaianmu itu, janganlah kautuai dan buah anggur dari pokok anggurmu yang tidak dirantingi, janganlah kaupetik. Tahun itu harus menjadi tahun perhentian penuh bagi tanah itu.

Penebusan tanah :

25:23 “Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku.

25:24 Di seluruh tanah milikmu haruslah kamu memberi hak menebus tanah.

25:25 Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga harus menjual sebagian dari miliknya, maka seorang kaumnya yang berhak menebus, yakni kaumnya yang terdekat harus datang dan menebus yang telah dijual saudaranya itu.

25:26 Apabila seseorang tidak mempunyai penebus, tetapi kemudian ia mampu, sehingga didapatnya yang perlu untuk menebus miliknya itu,

Penebusan rumah :

25:29 “Apabila seseorang menjual rumah tempat tinggal di suatu kota yang berpagar tembok, maka hak menebus hanya berlaku selama setahun mulai dari hari penjualannya; hak menebus berlaku hanya satu tahun.

Perlakuan terhadap orang miskin :

25:35 “Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu, maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di antaramu.

25:36 Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu.

25:46 Kamu harus membagikan mereka sebagai milik pusaka kepada anak-anakmu yang kemudian, supaya diwarisi sebagai milik; kamu harus memperbudakkan mereka untuk selama-lamanya, tetapi atas saudara-saudaramu, orang-orang Israel, janganlah memerintah dengan kejam yang satu sama yang lain.

Bagi orang kristen, mengingat dan menguduskan Sabat adalah mengingat bahwa kita sudah dibebaskan Tuhan dari dosa.

Maka merayakan sabat berarti membawa berita pembebasan kepada dunia.

Merayakan sabat adalah melawan kejahatan yang terjadi pada petani di Kendeng. Membela dan bersuara atas ketidakadilan yang dialami kaum LGBT. Menyuarakan keberpihakan pada kelas pekerja yang di PHK sepihak, dan berbagai tindakan kejahatan lain di dunia.

Mengingat dan menguduskan Sabat adalah mengantisipasi pembaharuan dunia ini

4:1Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku.

4:2 Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.

4:3 Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: “Sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku,” sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan.

4:4 Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: “Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya.”

4:5 Dan dalam nas itu kita baca: “Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.”

Ibrani 4:1–5

Kata perhentian dalam teks bahasa Yunani adalah katapausis ,sebuah padanan untuk kata sabat dalam bahasa Ibrani.

Menariknya kata ini tidak bicara soal masuk ke hari sabtu (hari ke 7).

Katapausis kemudian dijelaskan lagi di Ibrani 4:11 demikian :

Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga.

Perentian itu dimasuki. Sebuah ujaran yang mengisyaratkan bahwa sabat/katapausis adalah ruang tatanan di bumi.

Kitab Ibrani mengimajinasikan sabat sebagai ruang spasial di dunia baru.

Sebuah tempat dan tatanan yang kita antisipasi dan persiapkan kedatangannya.

Tahukah Anda kenapa kita ke gereja pada hari minggu? Melakukan kunjungan di hari minggu? Karena melaluinya kita sedang melayangkan pandangan ke masa depan .

Melalui kebaktian di hari sabat, kita menantikan hari kedatangan kerajaan Allah di atas bumi dengan sempurna.

Pada hari itu tidak ada lagi orang sakit, tidak ada lagi orang yang dilecehkan karena orientasi seksualnya, tidak ada lagi orang yang ditindas oleh kerja, tidak ada lagi orang yang diculik dan hilang , tidak ada lagi ibu-ibu yang harus kehilangan sawah ladang karena diserobot perusahaan semen.

Saat kita kebaktian, saat kita kunjungan, dan melakukan pelbagai pelayanan di hari minggu,kita sedang mencicil revolusi. Kita sedang merawat pengharapan bahwa dunia yang baru itu sedang datang di dalam sejarah.

Kita merayakan sabat dengan sukacita. Melalui perayaan sabat kita diberi kelegaan untuk keluar dari hiruk pikuk dunia yang membuat kita resah dan gundah. Mari kuduskan dan khususkan hari sabat dalam hidup kita.

--

--

Gereja Komunitas Anugerah
Gereja Komunitas Anugerah

Risalah terpilih dari berbagai kegiatan gereja, kotbah dan diskusi dapat Anda jumpai di sini.