Kolaborasi Menuju Transisi Energi: Sebuah Refleksi Pribadi, Hasil Dari Keberagaman Simfoni

abu lais
Global Future Insight
3 min readApr 26, 2024

--

Oleh Abu Lais

Sebagai seorang engineer, saya selalu yakin mampu melakukan perubahan nyata tanpa adanya campur tangan pihak lain. Namun kesempatan untuk mengikuti Bootcamp Collaborative Governance menjadi titik balik bagi saya.

Melalui tulisan ini, saya akan bercerita dan menuangkan refleksi pribadi setelah mengikuti program bootcamp Collaborative Governance oleh Global Future X.

Kelompok saya memilik 4 anggota lain dengan latar belakang berbeda namun memiliki pengalaman yang sangat kaya. Latar belakang mereka merupakan seorang akademisi, pegiat NGO, hingga aparatur negara, sehingga cukup menyadarkan bahwa saya sendiri bukan apa-apa.

Pada awalnya, saya merasa kesulitan beradaptasi dengan budaya komunikasi, diskusi, hingga pertukaran asumsi antar anggota. Mbak Lisa memiliki latar belakang yang kuat di bidang energi serta berkontribusi untuk suatu instansi. Lalu ada mbak Ghina dan mas Hafidz dengan latar belakang di dunia NGO, serta mas Yusiran seorang akademisi yang kompeten.

Keragaman latar belakang dikelompok ini sempat menyelimuti pikiran saya dalam mencapai kesepakatan yang terbaik untuk menyusun kebijakan transisi energi. Sempat terlintas dalam pikiran, apakah mungkin nada indah akan tercipta dari instrumen yang berbeda nada?

Cahaya Pencerahan

Pada bootcamp ini terdapat kelas “Empathy and Problem Synthesizing Towards Common Goals”, dimana saya menemukan materi:

“This empathetic approach encourages stakeholders to empathize with one another, understand their viewpoints, and appreciate the value of diverse experiences. Thus, creating a non- Hostile environment for stakeholders to flourish and work together.”

Dari sana, saya belajar bahwa dengan mengedepankan empati, akan mendapatkan lebih banyak hal dalam diskusi. Lalu saya mulai memahami pentingnya kekuatan dalam memahami keadaan dan pengalaman masing-masing anggota.

Memaksimalkan Melodi Kolaborasi Sebagai Kekuatan:

Pada bagian ini, saya ingin menggambarkan bagaimana suasana kerjasama kami dengan lebih nyata.

Mbak Lisa, berbekal pengalaman professional dan studinya, menjelaskan bagaimana proses kebijakan energi transisi yang baik itu dibuat. Mas Yusiran, dengan latar belakang di industri panel surya hingga akademisi, dengan baik hati berbagi pengalamannya tentang teknologi apa yang seharusnya digunakan pada masa transisi.

Sementara, mas Hafidz dengan pengalaman tahunanya, membantu kami untuk menyusun catatan kebijakan yang baik — hingga kami sempat berpikir bahwa beliau berencana untuk menjadi calon legislatif. Mbak Ghina, dengan pengalaman di NGO, memberikan sudut pandang lain tentang komunitas internasional dan bagaimana strategi pengawasan monev sebaiknya dilakukan.

Secara tidak sadar, kami telah menggunakan “Empati” sebagai dasar dalam berdiskusi. Kemudian, hasil pemikiran tersebut disempurnakan melalui ilmu yang diberikan oleh Ibu Cazadira, Mas Anthony, dan Bapak Bayu.

Singkat cerita, kami akhirnya mencapai pemahaman yang sama, bahwa:

“Kebijakan transisi energi yang sempurna adalah kebijakan transisi energi yang adil. Kebijakan ini tidak hanya menghormati para investor, pemerintah, dan pengusaha; tetapi juga adil terhadap kebutuhan masyarakat serta pekerja yang terlibat”

Membangun Pilar Solusi Bersama dengan Harmoni yang Indah:

Konsesus akan makna “Kebijakan Transisi Energi” menjadi fondasi untuk kami membangun pilar solusi kolaborasi. Kami berhasil merumuskan sebuah kebijakan transisi energi yang adil serta berkelanjutan dengan 3 pilar utama:

  • Akses energi yang merata: Memastikan semua orang memiliki akses energi yang terjangkau serta andal, dari pelosok desa hingga gemerlap kota.
  • Keadilan bagi sosial dan lingkungan: Menyediakan program reskilling dan upskilling bagi masyarakat sekitar. Lalu memastikan transisi energi dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan penuh keberlanjutan
  • Kolaborasi pendanaan: Membangun kerjasama dengan negara maju serta menciptakan sistem pengawasan untuk memastikan tercukupinya biaya pembangunan energi baru dan terbarukan

Akhir Melodi yang Penuh Irama:

Pada akhirnya, saya belajar hal baru terkait pentingnya kolaborasi dengan berbagai latar belakang melalui kesempatan bootcamp Collaborative Governance. Saya bertemu seorang akademisi yang menjadi konduktor, mengarahkan tim dengan pengetahuan. Pegiat NGO yang menjadi vokalis, menyuarakan pengalaman masyarakat di lapangan. Serta seorang pegawai instansi pemerintah yang menjadi cellist, mengajarkan konsep regulasi dengan harmonis. Serta saya, seorang drummer, memukul ritme solusi dengan implementasi teknologi.

Sebuah pengalaman berharga yang mengartikan Kolaborasi sebagai sebuah proses harmonisasi simfoni untuk menciptakan melodi yang baik.

Profil Penulis

Abu Lais, dengan pekerjaan utama pada bidang energi, ia berkesempatan untuk menyaksikan berbagai macam dinamika pada indsutri ini. Disaat yang sama tergabung sebagai koordinator aksi bersih pada komunitas Putik bersih, untuk memahami terkait pengolahan sampah dan lingkungan lebih dalam.

Editor: Anthony M. Dermawan

--

--

abu lais
Global Future Insight
0 Followers

I am learning in crafting words. By this, I wish I mold myself to be a thoughtful, poised, and visionary person for the Indonesia President in the future.