Sukla Project dalam Pengelolaan Sampah di Desa Besakih: Menuju Destinasi Wisata Berkelanjutan

Global FutureX
Global Future Insight
3 min readApr 24, 2024

Oleh Ranitya Nurlita

Desa Besakih, dengan kompleks pura Hindu terbesarnya, Pura Agung Besakih, merupakan salah satu destinasi wisata spiritual utama di Bali [1]. Namun, peningkatan jumlah kunjungan wisata berkorelasi dengan peningkatan timbulan sampah yang signifikan.

Desa Besakih terdiri dari daerah pemukiman yang terbagi menjadi 11 banjar dengan jumlah populasi mencapai 7.564 penduduk dan Pura Besakih yang dikunjungi 600 peziarah setiap harinya. Area ini diperkirakan memproduksi sampah sebesar 7,5 ton per hari dari sampah rumah tangga dan kegiatan upacara adat di pura. Dari total jumlah sampah yang diproduksi, hanya 6,78% yang terkelola dan sisanya dibuang ke tempat pembuangan sampah terbuka. Pengelolaan sampah yang efektif menjadi kunci untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menjadikan Desa Besakih sebagai destinasi wisata berkelanjutan.

Upaya pengelolaan sampah yang efisien membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Desa Besakih telah memulai inisiatif ini melalui kerjasama antara pemerintah Adat Besakih, BUMDes Besakih melalui Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Basuki Lestari, dan lembaga lainnya. Kolaborasi ini menjadi elemen penting dalam mengatasi permasalahan sampah dan mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Untuk memfasilitasi inisiatif tersebut, pembangunan infrastruktur juga turut dilakukan dengan membangun TPS3R di Banjar Palak. Pembangunan ini meliputi pemilahan sampah dan fasilitas daur ulang untuk memastikan praktik pengelolaan sampah dilakukan secara tepat. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, Desa Besakih tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah, tetapi juga untuk menciptakan destinasi wisata yang berkelanjutan.

Sukla Project dan Praktik Collaborative Governance di Desa Besakih

Collaborative Government yang dilakukan Sukla Project sejak 2023 secara holistic, terdiri dari Konsorsium changemakers, dua startups yakni Rebricks dan Bali Waste Cycle, dan satu Yayasan yakni Wastehub Alam Lestari, menjadi pelengkap dalam aksi ini. Konsorsium changemakers juga bergerak bersama Goto Impact Foundation, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Bali termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Desa Besakih, Universitas Udayana, CV Satya Loka, serta melibatkan masyarakat lokal, peziarah, dan wisatawan untuk melahirkan solusi yang dapat memecahkan permasalahan sampah di area Besakih.

Konsorsium duduk bersama, mengeluarkan prejudice, dan mengidentifikasi tantangan yang ada. Proses ini bertujuan untuk memahami ‘empati’ pemerintah lokal di Desa Dinas Besakih, BUMDes Besakih melalui Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Basuki Lestari, dan Desa Adat, dan merumuskan bersama apa masalahnya.

Dokumentasi oleh Kompas

Yang kedua yakni kolaborasi lintas sektor merumuskan bersama solusi apa yang efektif. Langkah ketiga yakni transformasi dari ide menjadi aksi bersama dengan Sukla Project. Sukla Project menerapkan tiga solusi utama, yaitu:

  • Edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat lokal dan peziarah pura di Desa Besakih untuk mengelola sampah dari sumber.
  • Rekayasa teknologi pengolahan sampah dan residu menjadi RDF (Refuse-Derived Fuel). Teknologi ini bisa meningkatkan efisiensi pemilahan dan mengubah limbah residu secara efektif menjadi bahan bakar co-firing, sehingga menghasilkan solusi energi terbarukan yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca.
  • Menciptakan produk ramah lingkungan dari plastik bernilai rendah dan mempromosikan penggunaan produk tersebut ke bisnis HORECA (Hotel, Restoran, dan Kafe), mendorong pariwisata berkelanjutan, dan pertumbuhan ekonomi di Bali.

Bersama-sama, pendekatan Collaborative Governance di Desa Besakih ini berkomitmen untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, edukatif, dan ekonomis. Visi mereka adalah menjadikan Desa Besakih sebagai contoh desa wisata yang bersih, lestari, dan tangguh dalam menghadapi permasalahan sampah [2].

Referensi:

[1] Suamba, I. W., Putu, I. G., & Wijaya, I. Made (2021). The Potential and Challenges of Developing Besakih Village as a Global Spiritual Tourism Destination in Bali, Indonesia. International Journal of Tourism Cities, 5(2), 321–333. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0160738395000569)

[2] Ariyani, F., & Fauzi, A. N. (2023). The Role of Stakeholder Collaboration in Sustainable Waste Management in Rural Tourism Destinations. International Journal of Environmental Research and Public Health, 20(3), 1822. (https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0288839)

Profil Penulis

Ranitya Nurlita adalah seorang pemerhati dan penggiat isu lingkungan, ia telah berkontribusi dalam pengembangan pemuda dan lingkungan selama lebih dari sembilan tahun. Ranitya dikenal dari partisipasinya dalam The Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) 2016 dan telah meraih berbagai penghargaan, termasuk Silver Medal di China College Student “Internet” Innovation and Entrepreneurship Award 2019. Pada 2020, ia menjadi salah satu dari 10 besar finalis regional Asia-Pasifik untuk Young Champions of the Earth UNEP, mengusung proyek Wastehub.id yang inovatif.

Editor: Anthony M. Dermawan

--

--

Global FutureX
Global Future Insight

Global FutureX is a Collaborative Ecosystem for amplifying future-fit actions and knowledge. globalfuturex.org