Merayakan Kiprah Perempuan di Industri Teknologi Informasi (Women in Tech)

Adrianti Rusli
Gravel Product & Tech
9 min readApr 22, 2022

--

Women in Tech, sebuah istilah yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan di industri Teknologi Informasi saat ini. Bukan tanpa alasan gender bias di industri TI ramai diperbincangkan karena industri TI saat ini masih sangat didominasi oleh laki-laki.

Padahal seperti yang kita tahu, perempuan banyak sekali mengambil andil dalam sejarah TI di dunia, apa yang menjadikan perempuan kesulitan mendapat tempat di sektor industri TI?

5 Tahun Menjadi Bagian dari Women in Tech: Tantangan Menciptakan Industri TI yang Inklusif terhadap Gender

Saya tidak pernah menyangka bahwa bekerja sebagai software engineer jauh lebih menyenangkan dari yang dibayangkan. Semua berawal dari hobi saya mengutak-atik komputer saat duduk di bangku SMP. Saya senang melakukan banyak hal mulai dari install ulang OS sendiri, menekuni desain grafis, animasi sampai mendesain halaman web menggunakan Microsoft FrontPage 2003.

Hobi tersebut saya lupakan semenjak duduk di bangku SMA. Tuntutan untuk menyelesaikan sekolah dalam waktu 2 tahun, menuruti ambisi saya yang tinggi untuk menjadi dokter, hingga mata pelajaran yang sangat berfokus pada Ilmu Pengetahuan Alam juga menjadi faktor saya melupakan kesenangan saya mengutak-atik komputer. Mata pelajaran TIK menjadi sedikit kesenangan yang selalu saya tunggu-tunggu saat sekolah.

Awalnya, saat memilih jurusan untuk kuliah, semua kuota saya habiskan untuk kedokteran, mulai dari kedokteran umum, gigi, sampai hewan juga saya coba, tetapi tentu saja tidak ada yang lolos. Seakan ada yang berbisik mengingatkan tentang hobi lama yang terlupakan, akhirnya saya mencoba jurusan Ilmu Komputer dan ternyata lolos.

Saat kuliah, mulai terasa perbedaan antara jumlah mahasiswa perempuan yang tidak sebanding dengan mahasiswa laki-laki. Perbedaan angka yang sangat jauh ini seakan mengukuhkan stereotip gender yang menganggap perempuan tidak pandai dalam menulis kode. Stereotip lain mengenai perempuan yang selalu dikaitkan dengan hal-hal “non-teknis” terwujud dalam kehidupan sehari-hari saat berkuliah, dimulai dari anggapan bahwa mahasiswa perempuan hanya pandai dalam mata kuliah desain antar muka, ataupun saat mata kuliah pemrograman mereka sering hanya mendapatkan bagian menulis laporan saja. Mirisnya, stereotip gender ini memicu beberapa mahasiswa perempuan untuk pindah ke jurusan yang didominasi perempuan karena perempuan kerap mendapatkan stereotip yang merendahkan kapabilitasnya serta mendapat perlakuan misoginis dari para mahasiswa laki-laki.

Saya menempuh kuliah selama empat tahun, tetapi di tahun ketiga saya sudah mulai bekerja sebagai web developer. Tidak jauh dari pengalaman saat kuliah, stereotip misoginis juga sangat jelas terlihat di lingkungan kerja. Berada di dalam tim yang di dominasi oleh laki-laki awalnya membuat saya merasa sedikit minder dan menjadi pendiam, tetapi saya pun sadar, kalau menjadi minder tidak akan membuat gaji saya bertambah. Saya akhirnya sedikit memaksakan diri saat itu untuk menjadi lebih percaya diri dan selalu menanamkan pemikiran kalau saya sama saja seperti rekan tim yang lainnya, memiliki role yang sama, dan kesempatan berkarir yang sama.

Pekerjaan kedua saya tidak kalah seru dengan yang pertama, di sini juga saya mulai bergabung dengan beberapa komunitas. Mata saya terbuka, melalui komunitas saya melihat sangat sedikit perempuan yang bekerja di industri TI. Selain mendapatkan ilmu yang banyak, saya juga mengisi beberapa topik di komunitas yang diantaranya Google Developer Group Bali, WordPress Meetup Bali, WordPress Meetup Jakarta, VueJS Indonesia dan JakartaJS, karena tidak adil rasanya kalau saya juga tidak berbagi hal-hal yang menurut saya harus dibagikan ke komunitas.

Ada hal menarik yang terjadi saat saya mengisi sesi Women in Tech di sebuah acara tahun 2018. Tujuan dari sesi tersebut adalah untuk menginspirasi perempuan agar lebih percaya diri dan tidak minder untuk berpartisipasi dalam komunitas, tetapi mirisnya perempuan yang hadir hanya satu orang dan sisanya adalah laki-laki di dalam sesi tersebut. Pengalaman ini juga yang membuat saya sangat semangat ketika diajak komunitas untuk mengisi acara meet-up, bukan karena senang public speaking tapi lebih ke rasa ingin memberi tahu kepada perempuan lainnya kalau menjadi women in tech sangat menyenangkan.

Tahun kelima berada di industri TI membuat saya belajar bahwa hal yang paling penting adalah tidak perlu minder untuk berkarir sebagai software engineer meskipun sempat beberapa kali menjadi satu-satunya engineer perempuan di dalam tim. Menjadi seorang software engineer di Gravel sangat menyenangkan karena lingkungan yang suportif, inklusif terhadap perempuan dalam hal apapun dari ngobrol tentang pekerjaan sampai topik di luar kerjaan.

Saya mengajak para software engineer perempuan, ataupun remaja perempuan yang memiliki ketertarikan akan industri TI untuk bergabung dan menciptakan inovasi-inovasi seru di industri TI. Kenapa? Tulisan di bawah bisa memberikan pengetahuan baru mengenai kiprah perempuan di industri TI dari masa ke masa.

Industri TI adalah Milik Perempuan

Pada tahun 1940-an selama Perang Dunia Kedua (WWII), ratusan wanita dipekerjakan oleh militer untuk menyelesaikan perhitungan akurasi persenjataan pada medan perang. Pada akhir perang juga enam perempuan kembali mengerjakan sebuah proyek rahasia yang merupakan cikal bakal dari komputer yang kita kenal saat ini, yakni proyek ENIAC (Electronic Numerical Integrator And Computer), namun mirisnya pada saat selebrasi proyek ENIAC tidak satupun dari enam perempuan tersebut yang diundang. Sepanjang tahun 1950-an, software development dipandang sebagai ‘pekerjaan perempuan’ dan laki-laki pada bagian hardware development.

Source: Philly Voice

Tahun 1967 majalah Cosmopolitan juga memuat sebuah halaman yang berisikan tentang bidang ilmu komputer merupakan alternatif pekerjaan bagi perempuan selain menjadi sekretaris.

Twenty years ago, a girl could be a secretary, a school teacher … maybe a librarian, a social worker or a nurse. Now have come the big dazzling computers — and whole new kind of work for women: programming.

- Cosmopolitan Magazine, 1967

Sumber: Silicon Republic

Kemudian pada 1970-an hingga awal 1980-an, jumlah wanita di US yang mengenyam pendidikan ilmu komputer mencapai 37% — angka ini hampir dua kali lipat dari jumlah yang tercatat pada tahun 2015. Namun, revolusi dari software development membawa kita ke Silicon Valley dimana fokus development dari hardware ke software. Media juga mengukuhkan ide bahwa ‘jenius teknologi adalah laki-laki’, yang berfokus pada sosok Bill Gates dan Steve Jobs.

Sebenarnya, Apa yang Terjadi?

Di US sendiri, hanya sejumlah kecil pekerjaan komputasi dipegang oleh perempuan (37% pada tahun 1991, turun menjadi 26% pada tahun 2018). Selain itu, di sektor pendidikan, masih sangat sedikit perempuan yang memilih sains, matematika, dan TI (sekitar 40% perempuan vs 60% laki-laki). Di seluruh dunia, Kepemimpinan perempuan di industri TI masih sangat sedikit, terhitung kurang dari 20% di masing-masing benua.

Sumber: nextgeneration.ie

Berikut terdapat beberapa faktor yang memberikan gambaran jelas mengenai tantangan yang dihadapi perempuan dalam menemukan pijakan yang sama dengan laki-laki dalam menempuh karir di industri TI.

Stereotip Gender di Masyarakat

Sejak usia dini, stereotip gender tentang “anak laki-laki lebih baik dalam sains dan matematika” dapat membuat anak perempuan enggan menekuni mata pelajaran STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), meskipun mendapatkan nilai yang sama dalam tes sains, lebih banyak anak laki-laki (1 dari 5) mempertimbangkan karir STEM daripada anak perempuan (1 dari 20).

Data UNESCO juga menyorot persentase peneliti STEM perempuan di Indonesia yang sangat sedikit, saat ini terdapat 69% peneliti laki-laki dan hanya 31% peneliti perempuan.

Talent Pool Tidak Inklusif terhadap Perempuan

Harus diakui bahwa sektor TI yang didominasi oleh pria menyebabkan terjadinya beberapa kasus bias gender seperti beberapa perusahaan mencantumkan posisi software engineer yang mereka cari harus laki-laki dalam job requirement yang mereka cantumkan.

Seperti angka-angka yang ditunjukkan di atas, lebih sedikit jumlah perempuan yang mempelajari bidang STEM, yang berarti bahwa perekrut juga memiliki talent pool yang bias gender untuk merekrut.

Budaya di Tempat Kerja

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh The Guardian kepada lebih dari 600 responden, 73% orang percaya bahwa industri teknologi melanggengkan seksisme dan menjadi institusi yang seksis dan 52% orang mengatakan bahwa mereka sadar bahwa perempuan dibayar lebih rendah daripada laki-laki untuk melakukan pekerjaan yang sama. Berdasarkan laporan dari Center of Talent Innovation, bagi perempuan yang berhasil masuk ke sektor STEM, 45% perempuan lebih banyak yang resign dalam kurun waktu setahun daripada laki-laki.

Pentingnya Menciptakan Industri TI yang Ramah Gender isu kesetaraan gender

Keragaman gender menguntungkan perusahaan dalam banyak cara. Menurut para peneliti di Universitas Castilla la Mancha, Spanyol, tim Litbang yang menerapkan kesetaraan gender mengarah pada kreativitas yang lebih besar dan pengambilan keputusan yang lebih baik — dan sektor teknologi membutuhkan lebih banyak perempuan yang belajar, bekerja dan bertahan dengan keterampilan teknologi untuk memastikan terdapat cukup bakat untuk masa depan.

Founder Alibaba juga mengakui bahwa salah satu kunci kesuksesan Alibaba adalah dengan memiliki banyak pekerja perempuan, dimana persentase pekerja perempuan di Alibaba sebanyak 52%.

Keuntungan Menjadi Bagian dari Women in Tech

Meskipun jumlah perempuan masih tertinggal di industri TI, penting bagi perempuan generasi muda untuk mengetahui bahwa mereka memiliki kesempatan untuk mengubah dunia teknologi dan menjadi pengaruh positif.

Jam Kerja Fleksibel

Dibandingkan dengan industri lain, bekerja di industri TI memberikan kebebasan untuk mengatur jam kerja sendiri dan tidak terpaku dengan istilah 9to5. Memiliki jam kerja yang fleksibel juga menguntungkan bagi yang sudah berkeluarga, seperti contoh beberapa orang datang lebih pagi karena harus mengantarkan anak ke sekolah dan beberapa orang memilih untuk bekerja di malam hari karena merasa lebih produktif di waktu tersebut.

Menjadi Pionir

Jumlah perempuan yang menjadi bagian dari women in tech masih terbilang sedikit menjadikan kita sebagai pionir di industri TI. Bahkan di beberapa perusahaan jumlah perempuan yang menjadi engineer hanya ada satu orang atau tidak ada sama sekali. Oleh karena itu sangat menyenangkan menjadi orang yang memberikan keragaman di tempat kerja.

Gaji Besar dan Karir Menjanjikan

Teknologi sangat luas dan terus berkembang sehingga banyak peluang untuk perubahan pekerjaan dan kemajuan karir. Industri TI merupakan bidang yang memiliki bayaran yang tinggi dan stabil jika membandingkan satu perusahaan dengan perusahaan yang lain.

Tidak Pernah Membosankan

Karena teknologi masih merupakan bidang yang didominasi laki-laki, menjadi perempuan di bidang teknologi memberikan kesempatan untuk menonjol dari orang lain dan diakui serta dihargai atas bakat dan etos kerja. Bagi saya, perempuan memiliki keterampilan dan intuisi yang unik, yang bisa memberikan sudut pandang yang baru dalam setiap pemecahan masalah dan percayalah di industri TI masalah tidak akan pernah ada habisnya dan disinilah kenapa bekerja di industri TI tidak pernah membosankan.

Bertemu Perempuan Lainnya

Komunitas teknologi perempuan itu unik karena semua orang saling mengagumi dan mendorong pemberdayaan satu sama lain. Dalam pengalaman saya juga di komunitas teknologi perempuan terdapat rasa ikatan dan ingin belajar dari satu sama lain dan membantu perempuan lain untuk menjadi sukses.

Bekal untuk Menjadi Bagian dari Women in Tech

Terjun ke dalam industri TI sebenarnya sangat mudah, tetapi bertahan untuk meruntuhkan stereotip terhadap perempuan untuk berkarir di sektor TI yang menjadi tantangan tersendiri.

Menjadi Orisinil

Tidak ada yang lebih indah selain menjaga keorisinilan dari diri sendiri. Setiap orang memiliki keunikan tersendiri, termasuk menjadi women in tech. Menjadi diri sendiri juga berarti tidak ada yang harus dibuktikan ke siapapun dan tidak berusaha untuk mengikuti sifat orang lain termasuk untuk menghilangkan perasaan minder berada di antara para laki-laki. Dengan menerapkan sikap ini, tentu saja akan mengurangi beban yang dirasakan saat bekerja, meskipun ditempatkan pada tim yang didominasi oleh laki-laki.

Peka terhadap Orang Lain

Peka adalah salah satu sifat yang pasti dimiliki oleh semua perempuan dalam berbagai hal. Saat bekerja dalam tim, dengan memiliki kepekaan terhadap orang lain, perempuan bisa menjadi game changer bagi sebuah tim. Kita bisa membantu tim untuk mengetahui kemampuan dan dapat saling mengisi kekurangan yang dimiliki satu sama lain. Kerjasama tim yang baik menjadi kunci utama kesuksesan sebuah proyek.

Kenali Keahlianmu

Berkat kecepatan teknologi, gelar teknologi saat ini bukan lagi menjadi poin kunci dalam industri TI. Berbagai sumber untuk belajar juga sangat beragam mulai dari bootcamp, kursus online, artikel dari berbagai platform (medium dan dev.to) sampai channel Youtube yang sifatnya gratis sangat mudah sekali dijumpai saat ini.

Terjun di industri TI artinya menaruh dedikasi penuh untuk mau terus belajar dan belajar karena teknologi akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Jadilah katalisator untuk perubahan, selalu tingkatkan rasa haus pengetahuan. Tidak takut atau malu untuk mengajukan pertanyaan, kemauan untuk belajar dari orang lain dan menerima untuk gagal.

Berkomunitas

Setelah menerapkan tiga poin di atas, poin terakhir ini tidak akan sulit untuk dilakukan. Sering sekali teman-teman perempuan kerap merasa minder untuk bergabung dengan komunitas dengan alasan masih newbie, pemula, tidak sebanding dengan mereka yang telah lama menempuh karir di sektor industri tidak ada lagi alasan bagi perempuan untuk merasa terintimidasi dengan banyaknya laki-laki di komunitas TI karena sekarang komunitas perempuan di bidang TI sudah mulai berkembang dan sudah tersebar di beberapa provinsi, seperti Girls in Tech, Generation Girl, Women Techmaker, FemaleGeek, PerempuanWP, dan masih banyak lagi.

If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together

African Proverb

Penutup

Jika kamu seorang bagian dari women in tech dan membaca artikel ini, pertama-tama, kamu luar biasa. Kedua, jangan malu untuk berteriak di luar sana dan bangga dengan pekerjaan yang kamu miliki, alih-alih hanya berdiam diri di rumah dan tidak membiarkan seorang pun tahu kalau kamu bekerja di industri TI, hanya karena melihat industri ini didominasi oleh laki-laki. Kita dapat membuat perubahan dengan berbagi cerita kita dengan menjangkau wanita lainnya.

Mematahkan stereotip yang sudah lama dipegang, seperti anggapan bahwa menjadi software engineer dan tech role lainnya bukan untuk perempuan, adalah sesuatu yang tidak akan terjadi dalam semalam. Melawan stereotip semacam ini bisa dimulai dengan menyoroti keberhasilan para wanita yang unggul dalam industri TI.

Semakin banyak perempuan yang memiliki visibilitas terhadap perempuan yang bekerja di industri TI di dunia, semakin tinggi kemungkinan perempuan generasi muda akan memiliki minat di industri TI, sampai akhirnya tidak ada lagi istilah “Women in Tech” karena teknologi adalah untuk semua orang.

--

--