Zonasi, Umur, dan Sekolah Unggulan. Apa yang Disdik DKI Pikirkan?

GREDU
Kolom GREDU
Published in
3 min readJun 29, 2020

Bulan Juni ini menjadi bulan yang krusial bagi anak usia sekolah. Mereka berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri melalui PPDB atau Penerimaan Peserta Didik Baru. Namun, ada yang menarik pada PPDB tahun ini, khususnya untuk wilayah DKI. Banyak masyarakat yang merasa kesal dengan sistem PPDB yang diusung oleh Disdik DKI. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?

Usut punya usut, Disdik DKI menerapkan tiga jalur seleksi dalam PPDB, yaitu Jalur Zonasi, Jalur Afirmasi, dan Jalur Prestasi Akademik dan Luar DKI Jakarta. Ada yang menarik dalam penerapan jalur seleksi di wilayah DKI Jakarta. Dua dari tiga jalur menerapkan peraturan yang sama, yaitu Jalur Zonasi dan Jalur Afirmasi. Kedua jalur ini menerapkan dasar seleksi yang sama pula, yaitu usia (tua ke muda), urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar. Dasar-dasar inilah yang memicu kemarahan masyarakat.

Permasalahan Umur pada PPDB DKI Jakarta

Tidak masuk sekolah pilihan karena kalah nilai sangatlah wajar, namun tidak wajar jika kalah karena umur. Ya betul, PPDB tahun ini, khususnya di DKI Jakarta, membuat anak yang lebih muda kalah saing dengan yang lebih tua. Kenyataan ini membuat banyak siswa dan orang tua kesal. Kemarahan mereka bisa kita saksikan di berbagai pemberitaan online, maupun televisi. Pada halaman PPDB, peringkat teratas di beberapa sekolah diisi oleh calon siswa yang berusia dua sampai tiga tahun lebih tua dari usia seharusnya (12/13 tahun untuk SMP dan 14/15 tahun untuk SMA).

Parahnya lagi, Disdik DKI tidak membuat nilai sebagai dasar pertimbangan seleksi. Asalkan siswa dekat dengan sekolah tujuan dan berusia lebih tua, maka mereka memiliki kesempatan lebih besar. Hal ini sungguh disayangkan, mengingat banyak sekali siswa berprestasi namun tersingkir saat seleksi karena mereka lebih muda. Laman PPDB DKI mencatat siswa-siswa tertua dari tiga jenjang pendidikan. Umur 11 tahun 10 bulan untuk tingkat SD, 14 tahun 11 bulan untuk tingkat SMP, dan 20 tahun 2 bulan untuk tingkat SMA. Lantas, apakah calon siswa yang lebih tua memiliki kualitas yang lebih baik?

Pola pikir “Sekolah Unggulan”

Lebih tua belum tentu memiliki nilai yang lebih baik. Berdasarkan data di laman PPDB DKI, banyak calon siswa yang lebih muda memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan calon siswa yang lebih tua. Praktis, hal ini dapat mempengaruhi kualitas siswa di sekolah tertentu. Sebagai contoh, apakah calon siswa SMAN 8 Jakarta, yang notabenenya sekolah unggulan, mampu beradaptasi dengan modal umur yang lebih tua dan nilai yang biasa saja?

Karena sistem PPDB DKI yang seperti ini, pihak “sekolah unggulan” dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Apakah mereka harus tetap mempertahankan kualitas sekolah mereka? Ataukah mereka harus sedikit menurunkan kualitas mereka agar semua siswa mampu belajar dengan baik? Semua ini dapat terjawab setelah 5 hingga 10 tahun mendatang.

Di lain sisi, pemerintah sepertinya memiliki visi lain, yakni pemerataan kualitas sekolah di seluruh Indonesia. Dengan kualitas sekolah yang kurang lebih sama, maka ada kemungkinan bahwa siswa akan mendapatkan kualitas pendidikan yang setara. Jadi di masa yang akan datang, terminologi “sekolah unggulan” kemungkinan sudah tidak relevan lagi.

Dampak Kebijakan di Masa Mendatang

Kebijakan yang diambil oleh Disdik DKI, terutama terkait umur, masing memiliki banyak kekurangan. Di satu sisi, pemerintah ingin memberikan kesempatan bagi mereka yang berusia lebih tua. Namun kenyataan di lapangan mengatakan, calon siswa yang masih belia lebih mudah tersingkir di laman PPDB DKI.

Sebagai masukan untuk PPDB di tahun-tahun berikutnya, ada baiknya agar Disdik DKI meninjau kembali faktor nilai sebagai prioritas. Namun, jarak dengan sekolah tetap menjadi prioritas paling utama. Jadi, utamakan calon siswa dengan jarak terdekat dengan sekolah. Lalu, urutkan berdasarkan nilai. Jika ada nilai yang sama, prioritaskan mereka yang lebih tua — sesuai dengan Peraturan Kemendikbud.

Pertanyaan yang belum terjawab adalah, mengapa pemerintah tidak berangkat dari guru dan sekolah yang jumlahnya lebih sedikit? Perubahan yang terjadi dalam PPDB ini terbilang cukup signifikan. Banyak calon siswa dan orang tua yang dibuat kesal oleh kebijakan ini. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dampak kebijakan ini akan terlihat di 5 atau 10 tahun mendatang. Semoga keputusan zonasi ini dapat memberikan dampak baik bagi kualitas pendidikan di Indonesia.

Referensi:

SK №506 Thn 2020, ttg ZONASI PPDB TAHUN 2020 https://drive.google.com/file/d/11D5nZS6uqz63wuMVVlezSpqGqDErbrjP/view

--

--

GREDU
Kolom GREDU

GREDU percaya pada Anda dan pada pendidikan yang lebih baik.