Melatih Pola Pikir Inklusif untuk UI UX Designer
Pernahkah kamu merasa terkucilkan ketika menggunakan suatu produk atau jasa? Atau mungkin, kamu sering melihat ada kelompok tertentu yang cenderung ngga diperhatikan maupun dihormati saat menggunakan produk atau jasa? Untuk bisa merangkul keberagaman manusia, suatu produk perlu menerapkan inclusive design (desain inklusif). Simak penjelasan selengkapnya mengenai arti contoh desain inklusif hingga cara melatih pola pikir inklusif pada artikel ini!
Arti Inclusive Design
Inclusive design merupakan proses menciptakan produk atau jasa yang ramah terhadap semua pengguna yang memiliki kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda. Artinya, kamu memikirkan bagaimana setiap pengguna bisa menggunakan produk atau jasa yang kamu rancang. Ngga hanya mempertimbangkan kelompok mayoritas atau sebagian kelompok aja.
Barangkali kamu menganggap bahwa desain inklusif sama dengan desain yang aksesibel (accessible design). Dua hal ini memang mirip, tetapi pada kenyataannya keduanya adalah hal yang berbeda. Desain aksesibel merupakan desain yang ramah disabilitas. Fokusnya ada pada penyandang disabilitas, gimana supaya produk atau jasa bisa diakses oleh penyandang disabilitas. Sementara desain inklusif memiliki pertimbangan yang lebih luas seperti latar belakang, bahasa, usia, rasa, budaya, kemampuan, lokasi geografis, gender, kondisi ekonomi, dan masih banyak lainnya.
Mengapa Inclusive Design Penting?
Pernahkah kamu melihat orang tua yang lebih suka berkomunikasi melalui pesan suara daripada mengetik di ponsel? Pengguna yang sudah tua akan merasa beruntung jika bisa menggunakan ponsel yang menyediakan pilihan untuk melakukan komunikasi melalui pesan suara.
Buat kamu yang sering menunggu bus di halte, pasti kamu merasa beruntung bukan jika halte memiliki atap sehingga ketika hujan turun kamu ngga kehujanan? Kalaupun lagi ngga hujan, kamu akan terlindung dari panas matahari yang terik.
Atau kamu suka tipe orang yang lebih suka membaca transkrip podcast di Spotify daripada mendengarkan audio? Kamu pun tetap bisa mendapatkan informasi dari podcast seandainya sedang ada di lokasi yang ramai tetapi ingin mendengarkan podcast.
Itu tadi hanyalah beberapa contoh pentingnya desain inklusif. Jika suatu produk memiliki inclusive design pengguna bisa mengakses produk dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan dan latar belakang mereka. Setiap pengguna juga akan merasa diuntungkan dan dihormati.
Cara Melatih Pola Pikir Inclusive
Penting sekali bagi setiap UI UX designer memiliki pola pikir yang inklusif supaya terlatih menerapkan inclusive design. Sama halnya seperti kemampuan mendesain yang perlu latihan, kamu juga sangat bisa melatih pola pikir inklusif. Ada 3 cara yang bisa kamu coba untuk membiasakan diri memiliki mindset ini, yaitu:
1. Kenali Eksklusi
Barangkali kamu bertanya-tanya, “Gimana cara tau mana desain inklusif, mana yang bukan?”
Kalau kamu merasa sulit mengenali inklusi, mulailah dari membiasakan diri mengenali eksklusi dulu. Caranya dengan melihat sekelilingmu dan temukan pihak yang “dikucilkan” kemudian berempatilah.
Belum kebayang? Misalnya kamu pergi ke pasar. Ada banyak hal yang bisa kamu amati di sana. Tanyakan pada dirimu sendiri:
- Siapa aja yang ada di sana?
- Apa aktivitas orang-orang yang ada di pasar?
- Gimana kondisi lingkungannya?
- Gimana orang-orang berinteraksi di pasar?
- Objek apa yang digunakan?
Dari observasi yang kamu lakukan, kamu akan menemukan aktivitas mana yang yang bisa dinikmati banyak orang, mana yang hanya dinikmati sebagian orang, dan mana yang ngga bisa dinikmati semuanya. Kamu akan semakin memahami mana yang termasuk inklusi dan mana yang merupakan eksklusi.
Bisa jadi setelah mengamati lingkungan tersebut, kamu akan berpikir ada sesuatu yang kurang. Misalnya fasilitasnya kurang memadai, ada pedagang yang tidak nyaman menggelar dagangan, ada pembeli yang merasa dirugikan, dan sebagainya.
2. Tinggalkan User Persona
Untuk menerapkan inclusive design, mulai tinggalkan User Persona. User Persona merupakan karakter fiksi yang merupakan representasi pengguna dan digunakan untuk mengenali pengguna. User Persona membentuk stereotip dan anggapan bahwa pengguna memiliki karakter yang sama.
Padahal kenyataannya pengguna suatu produk atau jasa punya karakter yang berbeda satu sama lain. Ngga ada manusia yang sama dengan manusia lain. Akibatnya desain yang kamu buat ngga bakal inklusif. Solusinya?
Pakai Persona Spectrum sebagai pedoman buat bikin pengalaman yg lebih setara buat user. Persona Spectrum membuat kita lebih gampang mengembangkan rasa empati dan mencari solusi untuk user yang lebih luas. Pertimbangkan atribut-atribut yang membedakan satu user dengan user lain.
Contoh atribut pembeda bagi penyandang disabilitas:
- Disabilitas permanen, disabilitas yang ngga bisa berubah / membaik sewaktu-waktu. Contoh: tunarungu
- Disabilitas sementara: disabilitas yang bisa berubah / membaik sewaktu-waktu. Contoh: tinnitus (telinga berdenging)
- Disabilitas situasional: disabilitas yang berkaitan dengan situasi, ngga terkait dengan waktu. Contoh: ngga bisa denger jelas karena lagi di lokasi ramai
3. Buat Solusi yang Menguntungkan Semua User
Ketika user menghadapi suatu permasalahan saat mengakses video karena ngga ada subtitle-nya, user merasa ngga mengerti apa informasi yang ada di video tersebut. Contohnya kamu memberikan solusi berupa subtitle di video tersebut. Subtitle tersebut ngga hanya menguntungkan dan memudahkan user penyandang disabilitas loh. User yang sedang sakit telinga, user yang lagi di tempat ramai, sampai user yang lagi belajar bahasa baru. Semua bakal merasa diuntungkan!
Yuk Belajar Inclusive Design dari Sekarang!
Setelah membaca artikel ini, kamu semakin paham dengan inclusive design, bukan? Pembahasan desain inklusif serta cara menerapkan pola pikir inklusif ini juga dibahas secara mendalam di Buku Petunjuk UX. Jika kamu ingin memulai karier di bidang UI/UX, buku ini merupakan resource yang bagus untuk kamu belajar. Download di sini ya. Selamat belajar!