Mushab Bin Umair, Duta Pertama Islam
Pemuda yang tampan, kaya raya, gagah, dan pandai hingga dijuluki “pemuda dengan nama paling harum di Mekkah”. Itulah Mushab Bin Umair, yang lahir di keluarga konglomerat dan mendapatkan cinta dan kasih sayang oleh kedua orang tuanya yang begitu besar. Mushab Bin Umair lahir kurang dari 15 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia begitu dimanja semasa pertumbuhannya, hingga ketika ia bangun tidur pun makanan sudah tersedia di hadapannya. Kemanapun ia pergi ia selalu menjadi bintang. Tidak jarang namanya menjadi buah bibir bagi gadis-gadis di Mekkah. Namun siapa sangka jika pemuda yang hidupnya sudah serasa sempurna akan meninggalkan kebahagiaan dunianya itu untuk akhirat..
Mushab muda di zaman jahiliyah sering menghabiskan waktunya untuk berlomba pacu kuda, berpesta ria sambil minum khamr, hingga berjudi. Kendati demikian ia tetaplah seseorang yang cakap, cerdas, dan objektif dalam menilai sesuatu. Ketika itu ia hadir dalam salah satu pertemuan dengan kaum quraisy yang lain membicarakan bagaimana mereka akan menyerang kaum muslimin. Namun ia pergi lebih dulu dengan dalih sedang kelelahan. Ia tahu betul bagaimana pribadi Rasulullah SAW bukanlah seseorang yang layak untuk dimusuhi. Mushab yang semakin penasaran dengan apa yang dibawakan oleh Rasulullah diam-diam pergi ke rumah Arqam bin Abil Arqam di Bukit Shafa untuk mendengarkan langsung ayat suci Al-Qur’an. Allah nyalakan cahaya hidayah di dalam hatinya. Ia masuk islam saat itu pula.
Setelah berislam, tiada yang ia takuti lebih daripada ibunya sendiri. Ketika ibunya mengetahui bahwa anak kesayangannya itu sudah berpaling dari agama nenek moyangnya, ia kecewa bukan main. Tanpa berpikir panjang lagi ibunya memberikannya hukuman. Mushab dikurung dan diberikan makan dan minum yang sangat sedikit sehingga badannya yang dulu gagah menjadi kurus seperti orang sakit. Bajunya yang dulu baju yang terindah di kalangan pemuda, kain-kain dari Persia, kini berubah menjadi kain burdah yang kasar dan penuh tambalan, tidak ada bedanya dengan seorang pengemis. Di suatu malam ia berhasil kabur dari kurungannya dan langsung menuju ke Rasulullah SAW. Melihat kondisinya yang sangat berbeda dari sebelum Mushab berislam, Rasulullah SAW sampai menangis melihat keteguhan hati Mushab dalam mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Hari demi hari berlalu, hingga tiba pada saat Rasulullah menunjuknya menjadi utusan Rasulullah ke madinah untuk menyebarkan agama Islam di sana. Padahal, banyak yang lebih “senior” dibandingkan Mushab kala itu. Dengan demikian, Mushab Bin Umair menjadi duta pertama Islam. Berkat karunia Allah SWT berupa kecerdasan dan kecakapannya dalam berbicara, tidak butuh waktu yang lama bagi Mushab untuk membuat sebagian besar penduduk Madinah memeluk Islam. Ia paham betul amanahnya yang ia pikul ini merupakan tanggung jawab yang begitu besar. Dengan sifat zuhud, kejujuran, serta keteguhan hati, orang-orang Madinah berduyun-duyun datang menemuinya. “Kebenaran itu telah terpancar dari celah-celah giginya”, begitulah penduduk Madinah menggambarkan dakwahnya.
Suatu ketika ia sedang berdakwah, hingga kepala suku kabilah Asyal datang dengan membawa lembing di tangannya dan langsung mengarahkan mata lembing itu ke leher Mushab. Ialah Usaid Bin Hudair yang sudah kesal karena merasa sukunya telah dibodohi oleh ajaran yang disebarkan oleh Mushab ini. Namun dengan tenang Mushab mengatakan “Lembing ini sudah menempel di leher saya, mudah bagi tuan untuk mendorongnya dan saya akan mati. Jika tuan berkehendak demikian tentu sudah tuan lakukan. Tapi saya yakin tuan datang bukan dengan maksud tujuan itu”. Setelahnya ia meminta Usadi untuk mendengarkannya dahulu. “Jika tuan tidak menyukainya, kami akan pergi karena Islam melarang kami memaksakan kehendak. Dengan ketenangan, kemantapan hati, dan kecakapannya itulah ternyata berhasil meluluhkan hati Usaid Bin Hudair.
Ketika berperang, Mushab mendapatkan peran untuk memegang bendera panji Islam. Begitu pula ketika perang Uhud berlangsung. Ketika pasukan pemanah Muslim melakukan kesalahan yang menyebabkan pasukan Muslimin terdesak, dengan lantangnya ia bertakbir dan mengangkat bendera setinggi-tingginya. Dengan semangatnya yang membara ia menerjang musuh-musuhnya tanpa takut. Tujuannya ialah tidak lain untuk menghindarkan Rasulullah SAW menjadi target kaum kafir Quraisy. Kemudian datang Ibnu Qumai-ah Al-Laitsi, seorang penunggang kuda dari pasukan musyrikin dan ia berhasil menebas tangan kanan Mushab. Sambil berteriak kesakitan, ia tetap membaca sebuah ayat:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Bendera yang semula dipegang tangan kanannya, kini dipegang dengan tangan kirinya. Namun, Ibnu Qumai-ah menebas tangan kirinya pula. Begitu besar cinta Mushab kepada Allah, Rasul, dan agama-Nya, benderanya kini ia dekap di dadanya dengan kondisi kedua tangan yang sudah ditebas. Kembali ia mengucapkan ayat yang sama:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Hingga pada akhirnya ia gugur karena anak panah yang menancap ke dadanya.
Setelah perang usai, Rasulullah SAW memeriksa sahabat-sahabat yang gugur, Mushab ada diantaranya. Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idzkir.” Di antara orang-orang terdapat pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah. Ialah Mushab Bin Umair, duta pertama islam, pemuda yang dahulu kebahagiaan dunianya tiada tara ia tinggalkan begitu saja atas kecintaannya terhadap Allah dan Rasul-Nya. Syurgalah tempatmu dan para syuhada lainnya wahai Mushab, Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin.