Tradisi Pengusir Pagebluk di Madiun

Fachrizar Abimanyu
Heroboyo
Published in
2 min readApr 21, 2021

Madiun merupakan kota kelahiranku. Mungkin mayoritas mengetahui madiun sebagai Penghasil Brem, Sambel pecel, tempat terjadinya pemberontakan PKI tahun 1948, dan juga pusat industri kereta api, tempat diproduksinya kereta api di Indonesia. Namun ternyata tidak banyak yang tahu bahwa madiun juga memiliki kesenian dongkrek. Dongkrek ini merupakan seni yang menggabungkan antara seni musik dan seni tari asli dari salah satu daerah di kabupaten madiun yaitu caruban, saat ini dikenal dengan kecamatan Mejayan. Sayangnya kesenian ini terkesan tenggelam bahkan bagi masyarakat madiun sendiri dan juga kalah tenar dari kesenian di kabupaten ponorogo, yaitu kesenian reog. Saya sendiri pun baru tau kesenian ini waktu di SMP karena di SMP ada Kegiatan ekstrakurikuler dongkrek. Lalu berlanjut juga di SMA.

Berdasarkan dari apa yang saya baca dan dari pegiat kesenian dongkrek di caruban, Dongkrek ini menyiratkan pesan bahwa setiap kejahatan akhirnya akan hancur dengan kebaikan dan kebenaran. Asal muasal kenapa kesenian ini dinamakan dongkrek yaitu dari bunyi alat musiknya. Bunyi “dung” yang berasal dari bedug, kendang, atau gong lalu bunyi “krek” dari alat musik yang disebut korek. Alat korek ini berupa kayu yang berbentuk persegi yang saat digesek berbunyi krek.

Dalam pertunjukan, para penari menggunakan 3 jenis topeng, yaitu topeng raksasa atau di sini disebut “buto” yang melambangkan penyakit atau pagebluk, lalu topeng perempuan tua paruh baya yang melambangkan kondisi rakyat yang lemah dikepung oleh “buto” dan yang terakhir yaitu topeng orang tua sakti. Biasanya untuk komposisinya terdapat 4 topeng raksasa dengan warna merah, hitam, putih, dan hijau, 4 topeng perempuan tua, dan 1 sebagai orang tua sakti. Lalu diiringi juga dengan para pemain alat musik.

Awal mula tradisi kesenian ini digunakan untuk mengusir pagebluk yang ada di madiun. Pagebluk dikenal dengan Epidemi Wabah Penyakit. Konon pada tahun 1879 terjadi wabah penyakit mematikan di Mejayan. Sakit saat pagi hari malam harinya seketika meninggal dunia, atau sakit siang hari, waktu sore meninggal dunia. Lalu kepala desa pada saat itu melakukan meditasi dan bertapa kemudian mendapatkan wangsit untuk membuat semacam kesenian atau tarian yang mampu mengusir malapetaka. Wangsit yang di dapat menggambarkan pasukan buto menyerang penduduk desa mejayan akan dapat diusir dengan menggiring buto ini keluar dari desa.

Pada singkat ceritanya perempuan tua dikepung oleh para buto, kemudian muncullah orang tua sakti yang membawa tongkat. Kemudian terjadi peperanggan antara orang tua sakti dan buto ini dan dimenangkan oleh orang tua sakti,. Lalu orang tua sakti itu menggiring para buto keluar dari desa mejayan. Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat membantu memperkenalkan kesenian asli dari daerah Madiun ini. Karena memang pada kenyatanya masih belum banyak yang mengetahui mengenai kesenian dongkrek ini.

--

--