Ayo Membaca!

Rayhan Rusyd
hidupmudah
Published in
5 min readDec 27, 2019

Setidaknya, sediakanlah sedikit waktu untuk membaca

Sumber: pexels.com

Apa serunya membaca? Isinya hanyalah huruf-huruf belaka yang tidak disertai gambar. Mana bisa aku tahan berlama-lama hanya melihat huruf-huruf itu saja? Ya, pertanyaan seperti itu sering sekali dilontarkan oleh orang-orang yang malas untuk membaca. Sangat disayangkan masih ada saja orang di Indonesia yang berpikir seperti itu. Apalagi setelah kita mengetahui bahwa tingkat literasi kita menurut sebuah studi yang baru-baru ini dipublikasikan adalah termasuk yang terendah secara global. Apakah kita memang terlalu malas untuk menambah wawasan dengan membaca? Ya. Mungkin salah satu penyebabnya tidak hanya karena malas untuk membaca, saya yakin ada pemicu lain yang menyebabkan tingkatan literasi kita rendah. Tapi disini saya akan menyoroti tentang malas membaca.

Mungkin seperti yang saya tulis diatas, bahwa membaca itu sangat melelahkan karena kita menghabiskan waktu hanya untuk melihat deretan kata-kata yang mungkin kita saja tidak mengerti apa isi dari kata-kata tersebut. Tapi, bukan berarti karena kita tidak mengerti dan cepat lelah karena melihat hal tersebut membuat kita harus meninggalkan bacaan tersebut kan? Anggaplah seperti ini, kita menemukan suatu bahan bacaan yang isinya sangat membingungkan untuk kita cerna. Tapi siapa sangka bila saat itu kita paksakan diri kita untuk membacanya (walau tidak mengerti apapun), di masa yang akan datang tanpa sadar kita belajar hal-hal baru yang membuat kita akhirnya teringat kembali bacaan yang pernah kita baca dulu. Dan pada akhirnya kita mengerti apa maksud dari bacaan yang dulu pernah kita tidak pahami tersebut. Mungkin terkesan terlau mengkhayal, tapi siapa tahu bahwa hal tersebut dapat benar-benar terjadi.

Baiklah, kita anggap pendapat saya tadi sangat mengkhayal dan kita sepakati bahwa kita tidak perlu membaca bacaan yang kita tidak mengerti. Karena kita sudah sepakat untuk tidak perlu membaca bacaan yang kita sendiri tidak mengerti, untuk itu tidak ada alasan kan untuk tidak membaca bacaan yang kita mengerti? Artinya ketika kita sudah sampai titik seperti ini, tidak ada alasan lagi untuk malas membaca kan? Karena kita sudah sepakat bahwa kita tidak akan membaca tulisan yang tidak kita mengerti dan hanya membaca tulisan yang dapat kita mengerti. Tapi kalau masih malas membaca, apa artinya kita tidak mengerti apa-apa? Atau bahkan parahnya, apa kita tidak dapat membaca?

Mungkin pendapat saya tadi terlalu kasar karena langsung menyimpulkan hal yang terbilang sangat menyinggung. Baiklah, saya akan mencoba memfokuskan diri kepada cara mengatasi kemalasan ini, bukan kepada penyebab kemalasan ini (karena kalau ingin mencari penyebabnya, maka tidak akan ada habisnya). Sebenarnya, bagi saya untuk memulai membaca yang terpenting bukanlahniat (walau sebenarnya niat juga penting). Tapi, yang dibutuhkan ketika kita ingin mulai membaca ialah paksaan untuk membaca itu sendiri. Kita harus berani memaksa diri kita untuk mulai membuka buku dan mulai membaca. Kalau misalnya kita tetap beralasan ‘belum ada niat’, ya jelas saja tidak akan pernah mulai. Karena, niat itu sendiri akan muncul bila kita sudah berani memaksakan diri untuk mulai membaca. Dan pada akhirnya, bila kita sudah berhasil membuka buku dan siap membaca, kita harus menentukan apa yang ingin kita baca selanjutnya.

Tidak harus buku keilmuan ataupun buku-buku yang berisi sejarah atau pemikiran orang-orang besar, novel pun tidak masalah. Kenapa? Karena pada dasarnya, membaca itu harus memberikan pengaruh yang positif kepada pembaca. Pengaruh tersebut bisa berupa kesenangan tersendiri, bertambahnya ilmu, dan lain sebagainya. Itulah mengapa dalam membaca itu kita diberikan kebebasan untuk menentukan apa yang ingin kita baca dan apa yang ingin kita tangkap. Kita ambil salah satu contohnya ketika kita membaca novel. Saat kita membaca novel, kita diberikan kebebasan untuk mengimajinasikan isi dari novel tersebut, mulai dari penampilan karakternya hingga latar didalam novel. Begitu pula dalam buku keilmuan. Kita diberikan kebebasan untuk membentuk konsep pemikiran kita sendiri dalam menyerap ilmu-ilmu baru yang kita dapat dari buku-buku keilmuan yang kita baca.

Bila kita mendengar ada presepsi bahwa bacaan itu ada tingkatannya, bagi saya hal tersebut tidaklah benar. Mengapa? Karena bagi saya ketika orang sedang membaca sesuatu, orang tersebut sedang memenuhi kebutuhannya untuk membaca yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadinya. Kita ambil contoh, ketika seseorang sedang membaca novel, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa orang tersebut memiliki tingkatan literasi dibawah orang yang membaca buku keilmuan. Mengapa? Karena, orang tersebut membaca novel untuk memenuhi kebutuhannya dalam mencari suatu sumber hiburan. Anggaplah ia sedang bosan dan mencari suatu hiburan kecil, karena itu ia memilih untuk membaca novel. Sama halnya dengan mereka yang membaca buku keilmuan. Mereka yang membaca buku tersebut memiliki kebutuhan untuk menambah ilmu-ilmu baru dengan cara membaca buku-buku keilmuan. Karena itu sebenarnya semua bahan bacaan tidak memiliki tingkatan-tingkatan atau semacamnya.

Kembali lagi ke proses membaca. Ketika kita membaca suatu buku, ada baiknya kita juga mencatat poin-poin penting dari buku tersebut. Mengapa? Karena hal tersebut dapat memudahkan kita dalam memahami buku yang kita baca. Hasil dari poin-poin penting itu pun dapat kita jadikan semacam ringkasan dari apa yang telah kita baca, dan dapat kita simpan bilamana di lain waktu kita ingin membaca buku yang telah kita baca. Hal lain yang dapat kita lakukan dengan hasil catatan poin-poin penting tersebut ialah kita dapat membuat semacam resensi atau pengulasan terhadap buku yang kita baca. Dan juga bilamana kita dalam suatu proses menulis artikel, kita dapat menjadikan poin-poin penting tersebut sebagai salah satu sumber tulisan yang dimana kita tidak perlu lagi membuka buku karena kita sudah catat poin-poin penting tersebut. Tapi, kalau kita merasa bahwa membaca buku saja sudah cukup untuk kita memahami isi buku tersebut, maka kegiatan mencatatkan hal-hal penting menjadi bersifat optional.

Sampai di titik ini, kita sudah menjadikan diri kita sebagai orang yang siap membaca kapan saja. Tapi, yang menjadi hambatan lumrah dalam membaca ialah ketersediaan waktu. Tidak sepanjang hari kita dapat terus membaca buku. Karena itu, penting juga bagi kita dalam melakukan penjadwalan untuk membaca buku. Waktu yang saya rekomendasikan ialah satu jam setelah bangun dan satu jam sebelum tidur. Saya sendiri sudah memiliki jadwal tetap dalam membaca buku yaitu dua sampai satu jam sebelum tidur dan beberapa halaman setelah bangun tidur. Ketika kita sudah memiliki penjadwalan yang rapih, maka tidak ada lagi hambatan untuk membaca.

Pada akhirnya, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk malas membaca. Karena kita sudah paham seberapa penting menjadikan membaca itu suatu kebutuhan. Dan juga dengan bahan bacaan yang sesuai, metode membaca yang tenang, dan penjadwalan yang rapih, akan memberikan kita pengalaman membaca yang tidak hanya menyenangkan, tapi juga memberikan banyak dampak positif terhadap kita.

Sekian, hatur nuhun.

--

--

Rayhan Rusyd
hidupmudah

Selain menulis menggunakan bahasa pemrograman, juga menulis menggunakan bahasa manusia.