Masyarakat Di Bawah Bayangan Virus

Rayhan Rusyd
hidupmudah
Published in
4 min readMar 19, 2020

Virus Corona sedang menyebar, bagaimana dengan rakyat dan pemerintah?

Sumber: rnews.co.uk

Di awal tahun 2020, masyarakat dunia dikagetkan oleh kemunculan virus baru yaitu Virus Corona atau COVID-19. Pada awalnya, virus ini hanyalah menyebar di daerah Wuhan, China. Namun, dengan adanya kegiatan mobilitas berpindah tempat ke penjuru dunia, maka virus ini dengan mudahnya tersebar ke seluruh dunia. Saat ini, kasus Virus Corona terbanyak berada di China dengan total 81.0102 kasus (Johns Hopkins University). Walau begitu, banyak pula negara yang memiliki kasus dengan angka tertinggi selain China. Seperti Italia, Iran, Spanyol, German, Korea Selatan dan masih banyak lainnya termasuk Indonesia.

Saat ini, Indonesia sudah memiliki total 227 kasus positif Virus Corona (Kementerian Kesehatan RI). Kita melihat kebelakang bahwa ada beberapa tindakan pemerintah yang bisa kita anggap gegabah dalam menangani kasus Virus Vorona di Indonesia. Pada saat Indonesia masih belum terkena Virus Corona, pemerintah sempat melakukan diskon besar-besaran untuk tempat wisata, transportasi, bahkan menganggarkan 72 M rupiah kepada influencer untuk melakukan promosi wisata di Indonesia (cnnindonesia.com). Masyarakat merasa resah dengan tindakan yang diambil oleh pemerintah. Ketika adanya kasus penyebaran virus, bukankah akan lebih baik dalam kondisi sepertini untuk pemerintah memprioritaskan kesehatan masyarakat ketimbang meningkatkan daya tarik pariwisata?

“Salus populi suprema lex” -Cicero

‘Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi’, kira-kira seperti iutlah makna perkataan yang pernah dilontarkan oleh Cicero, seorang negarawan Romawi kuno. Dalam penanganan kasus penyebaran virus ini, pemerintah seharusnya dapat menjadikan kesehatan masyarakat diatas segalanya. Apalagi, WHO sudah mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa Virus Corona ini mendapatkan status sebagai pandemi-penyakit yang menyebar secara serentak di berbagai tempat. Namun, belakangan ini kita masih mendengar pemerintah terus mengedepankan angka kesembuhan yang nyatanya sekarang angka kematian sudah berada diatas angka kesembuhan. Artinya, pemerintah sudah tidak dapat bersantai-santai lagi dalam menangani kasus Virus Corona ini dengan menunggu badai lewat begitu saja. Pemerintah haruslah melakukan tindakan-tindakan tegas.

Hingga belakangan ini pula, kita mendengar adanya usulan-usulan kepada pemerintah untuk melakukan lockdown. Apa itu lockdown? Singkatnya, lockdown itu seperti mematikan suatu daerah. Tidak boleh ada aktifitas di dalamnya. Tidak boleh ada yangberpergian ke/dari/di daerah itu. Pemerintah pun tidak terpikir untuk melakukan lockdown seperti yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Istana Bogor 16 Maret lalu. Pemerintah mengacu kepada negara-negara besar seperti Korea Selatan yang tidak melakukan lockdown. Di tengah kebingungan pemerintah dalam menangani penyebaran virus ini, pemerintah-pemerintah daerah pun mulai mengambil kebijakan mereka masing-masing. Kita melihat seperti Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat sudah melakukan langkah-langkah pencegahan tang mencerminkan pembatasan kegiatan masyarakat seperti Social Distancing, pembatasan transportasi publik, dan penutupan tempat-tempat hiburan.

Namun, nyatanya pemerintah pusat kurang setuju dengan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang mengambil kebijakan yang menggambarkan semi-lockdown itu. Bagi pemerintah pusat, kebijakan seperti itu hanya boleh dilakukan oleh pemerintah pusat itu sendiri (katadata.co.id). Kalau memang pemerintah pusat tidak melakukan lockdown seperti beberapa negara eropa dan merujuk kepada Korea Selatan, mengapa dampaknya belum ada sekarang? Bila kita merujuk kepada Korea Selatan, mereka sudah melakukan tes dan penanganan secara massal kepada masyarakatnya dari kasus pertama di negara mereka. Namun kita pun belum mendengar mengenai kebijakan pemerintah yang akan melakukan tes massal seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan tersebut. Lantas, bila kita tidak melakukan lockdown seperti negara eropa, dan tidak pula melakukan tes massal seperti Korea Selatan, apa yang kita lakukan? Apa kita hanya akan menunggu pandemi ini berakhir seperti badai yang lewat? Bila hanya menunggu, berapa banyak jiwa yang harus dikorbankan karena penyakit ini? Ditambah pula, kita mendengar masuknya 49 TKA asal China di Kendari tanpa karantina (kumparan.com). Bayangkan bila masyarakat harus berada dalam kebingungan antara kebijakan pemerintah, penyebaran virus, dan bahkan urusan-urusan pribadi masyarakat itu sendiri.

Tapi, tersesatnya kita di bawah kebingungan semacam ini bukan menjadi alasan untuk tidak berpikir jernih. Kita harus tetap mempertahankan rasional kita, jangan sampai termakan emosi dan rasa bingung kita sendiri. Sekarang adalah waktunya bagi kitau ntuk mengambil kebijakan yang terbaik bagi diri kita masing-masing. Apa yang bisa kita lakukan agar kita tidak tertular, ataupun agar orang di dekat kita tidak tertular oleh virus ini. Melakukan pengecekan ke dokter bila sakit, menjauhi keramaian bila tidak perlu, menggunakan masker bila bersin maupun batuk, rajin mencuci tangan bila sehabis melakukan sesuatu, ataupun mengisolasi diri di rumah bila memang tidak perlu keluar rumah. Keadaan yang membingungkan seperti ini bukan berarti tidak ada jalan keluarnya. Sebagai individu yang peduli kepada diri sendiri dan orang lain, pastilah kita akan menemukan jalannya bila kita mau berpikir dan berusaha.

Sekian, hatur nuhun.

--

--

Rayhan Rusyd
hidupmudah

Selain menulis menggunakan bahasa pemrograman, juga menulis menggunakan bahasa manusia.