Apa itu Feminisme?

Menjadikan Wanita Setara? Atau Kaum Pembenci Pria?

Kim Litelnoni
Hipotesa Media
4 min readJun 3, 2019

--

From Pixabay

Artikel ini ditulis oleh Emily Tahar sebagai bagian dari edaran mingguan Hipotesa

Pada bulan maret 2019, hashtag #uninstalfeminism yang digagas oleh akun Instagram @indonesiatanpafeminis mulai viral karena kampanyenya untuk menentang paham feminisme di Indonesia. Dengan tag line my body is not mine atau tubuhku bukan milikku, akun @indonesiatanpafeminis sudah memiliki lebih dari 4000 following di Instagram dan beragumen bahwa gerakan-gerakan feminisme di Indonesia seperti Women’s March Jakarta hanya akan merusak “tata sosial masyarakat”. Banyak pengertian yang simpang-siur akan makna dari feminisme. Ada yang menganggap bahwa gagasan feminisme adalah sesuatu yang ekstrim, ada juga yang menganggap feminisme sebagai sebuah gerakan yang secara sederhana untuk memperlakukan wanita seperti manusia sama seperti laki-laki. Memang dengan seiringnya waktu, pemahaman akan feminisme mulai berkembang sehingga tidak ada definisi pasti dari feminisme (Walters, 2005). Namun, apa itu pengertian feminisme sebenarnya?

Carrie Chapman Catt

Mrs. Carrie Chapman Catt, seseorang yang mengadvokasi hak-hak khususnya hak-hak perempuan di Amerika mendefinisikan feminisme sebagai “kegerakan pemberontakan yang mendunia terhadap semua hambatan artifisial yang telah dimasukkan hukum dan adat istiadat antara perempuan dan kebebasan manusia (Martin, 1916). Definisi lain dari feminisme adalah pengakuan bahwa ada ketidakseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, dimana perempuan dengan sengaja ditempatkan dalam peran yang lebih rendah dari laki-laki (Hannam, 2007). Inti dari paham feminisme itu sendiri adalah untuk menyoroti akan “kebebasan”, “kemandirian” serta emansipasi atau kesetaraan perempuan dengan laki-laki di segala aspek seperti aspek politik, sosial, dan ekonomi (Martin, 1916).

Ide dari feminisme mulai semakin muncul pada pertengahan abad ke-18 dimana hak-hak perempuan dalam aspek sosial dipertanyakan (Hannam, 2007). Pada abad Pencerahan dan Revolusi Perancis, kaum perempuan mulai menantang definisi-definisi perempuan dalam aspek sosial (ibu rumah tangga, patuh terhadap lelaki, lemah lembut) yang dibuat oleh laki-laki (Hannam, 2007). Pada pertengahan abad ke-19, mulai banyak kelompok-kelompok perempuan yang meminta perubahan dan kemajuan bagi peranan perempuan dalam aspek politik, sosial, dan ekonomi (Hannam, 2007). Kegerakan feminisme semakin berkembang dengan bermunculan organisasi-organisasi feminisme di tahun 60an-70an yang memperjuangkan hak-hak perempuan dalam hal hak sipil, dan politik seperti dalam mendapatkan edukasi yang layak dan bahkan dalam hal hak memilih (Walters, 2005).

Fokus pada gerakan feminisme mengalami perubahan setelah Woman’s Liberation Movement pada tahun 1960an dan 70an dimana hak-hak esensial perempuan yang sebelumnya hanya dimiliki oleh laki-laki mulai didapatkan. Pada tahun 90an, tujuan kegerakan feminisme mulai mencakup hak-hak seksualitas, di tempat kerja dan di keluarga untuk menyoroti tingkat kekerasan seksual dan diskriminasi akan perempuan di tempat kerja dan secara sosial (Walters, 2005). Di era moderen, disaat edukasi dan hak-hak perempuan mulai dihargai, beberapa kaum feminis mulai meminta hak kebebasan reproduksi perempuan yang membahas hal kontroversial seperti masalah aborsi dan bahwa mereka mempunyai hak atas tubuh mereka sendiri (Hannam, 2007). Di era modern lah beberapa kaum feminis radikal mulai berkampanye bahwa perempuan mempunyai hak tanpa batas akan tubuh mereka. Bahkan, ada yang menyatakan bahwa perempuan lebih baik dari laki-laki atau perempuan tidak butuh laki-laki sehingga muncul konotasi negatif dari paham feminisme menjadi kegerakan “pembenci-pria” (Walters, 2005).

Hal ini sesungguhnya mengakibatkan pertentangan terhadap kaum feminis. Namun, perlu diketahui bahwa hak-hak kesetaraan yang diminta oleh kaum feminis bukan hanya dari sekualitas secara penuh, namun juga menyangkut ketersediaan pilihan dan kesempatan seperti yang dimiliki oleh laki-laki. Contohnya, apabila laki-laki dapat mengejar karirnya tanpa terlalu mengkhawatirkan untuk berkeluarga, maka perempuanpun harus memiliki kebebasan hal yang sama. (Hannam, 2007).

Di Indonesia sendiri, gerakan feminisme tidak lepas dari kontroversi. Namun, beberapa masyarakat Indonesia sudah paham akan gerakan feminisme itu sendiri. Tidak sedikit dari peserta yang mengikuti Women’s March adalah laki-laki banyak yang mengaku sebagai feminis. Meskipun demikian, gerakan feminisme di Indonesia masih belum mencapai tujuannya. Masih banyak kasus yang berhubungan dengan gender seperti pernikahan anak usia dini, pandangan bahwa mempunyai anak laki-laki itu lebih berharga dari pada anak perempuan, dan masih tingginya kekerasan seksual terhadap perempuan yang dimana korban perempuan lebih sering disalahkan akan pakaiannya.

Pada akhirnya, meski sarat akan kontroversi dan bahkan menjadi bahan lelucon dan hinaan, kaum perempuan tetaplah manusia (Walsh, 1917). Mereka memiliki hak yang sama untuk diperlakukan sebagai manusia yang setara dengan lelaki. Dulu peran perempuan hanyalah untuk di rumah, tidak boleh mempunyai edukasi, tidak bisa memberikan suara mereka akan topik-topik tertentu, dan bahkan tidak memiliki hak untuk memilih pasangan mereka. Meskipun secara fisiologis memang perempuan dan laki-laki berbeda tapi hal itu seharusnya tidak menjadi perdebatan siapa yang lebih baik atau siapa yang seharusnya lebih dihargai. Gerakan feminisme adalah gerakan yang merayakan hak kebebasan dan berekspresi kaum perempuan untuk mengambil peran dalam segala aspek kehidupan. Gerakan ini juga merayakan akhir dari penindasan, ketidaksetaraan, dan diskriminasi yang bahkan bukan hanya menimpa wanita, namun juga sering memakan korban pria. Perjuangan untuk mengakhiri diskriminasi dan ketidaksetaraan ini bukanlah hanya tugas dari para kelompok-kelompok feminis atau kaum perempuan, tapi tugas dari kita semua. Kesetaraan bukanlah ajang kompetisi, tapi peluang untuk kolaborasi.

Editor: Kim Egberth Litelnoni

Sumber:

(2019). Feminisme Perjuangkan Kesetaraan, Bisakah Diterapkan di Indonesia? Retrieved from https://www.idntimes.com/life/women/tita/feminisme-menuntut-kesamaan-hak-dengan-pria-apakah-bisa-diterapkan-di-indonesia/full

Asmarani, Devi. (2015). 10 Pemahaman Keliru Tentang Feminisme. Retrieved from https://magdalene.co/story/10-pemahaman-keliru-tentang-feminisme

Hannam, June. (2007). Feminism. New York: Routledge.

Martin, John dan Prestonia Mann Martin. (1916). Feminism: Its Fallacies and Follies. New York: Dodd, Mead.

Walters, Margaret. (2005). Feminism: A Very Short Introduction. Oxford University Press.

Walsh, Correa Moylan. (1917). Feminism. New York: Sturgis & Walton Co.

--

--