“Tegakan disiplin saat pertanian kolektif.” Poster Uni Soviet di Uzbek, 1933.

[ID] Dunia di Bawah Sosialisme, Seperti Apa?

Hipotesa Media
Hipotesa Media
Published in
5 min readNov 17, 2018

--

Biasanya, sosialis menggunakan Uni Soviet sebagai contoh kesuksesan Sosialisme. Bagaimana tidak? Negara yang dulunya terpuruk dan hanya berbasis pada pertanian, justru diubah menjadi negara adikuasa dengan industri dan militer yang bahkan bisa mengancam keberadaan amerika. Tingkat literasi yang meningkat tajam dan penambahan derajat kehidupan masyarakat Rusia yang dapat dicapai dalam tempo waktu 30 tahun menjadi inspirasi bagi kaum kiri sedunia tentang “betapa indahnya sistem Sosialisme”.

Akan tetapi, keberhasilan negara-negara seperti USSR, Korea Utara, dan Kuba dihadapkan dengan 2 pertanyaan:

1. Apakah sistem yang dijalankan betul-betul Sosialisme?

2. Apakah sistem itu bekerja dengan baik?

Mendefinisikan Sosialisme merupakan masalah para sosialis dari dulu. Meski definisi paling sederhana adalah “sebuah sistem di mana properti dan distribusi sumber daya dikontrol secara kolektif melalui pemerintah dan bukan melalui individu yang mencari self-interest nya”, beberapa pertanyaan seperti peran pemerintah, peran pekerja pasar bebas, peran pekerja dijawab secara berbeda beda oleh sosialis sebelumnya (Kukhatas, 2003).

Hal ini menyebabkan banyaknya perdebatan di antara kaum kiri sendiri, kenapa negara sosialis sebesar Uni Soviet dan negara-negara sosialis lain bisa gagal?

Salah satu contohnya adalah pakar ekonomi Michael Lebowitz.

Lebowitz

Menurut Lebowitz, Sosialisme ditandai dengan kegiatan produksi yang dikuasai oleh para pekerja, dan kepemilikan sosial pada modal modal produksi.

Menurut Lebowitz, Uni Soviet dan sekutunya kekurangan karakteristik ini.

Dia justru menganalisa bahwa di negara-negara sosialis terdapat 3 jenis kelas yang memiliki kepentingan yang berbeda.

Pekerja memiliki keinginan untuk penghidupan yang lebih baik, manajer-manajer ingin untuk meningkatkan industri yang dia pegang agar bisa memenuhi kuota produk, dan perencana justru yang menentukan Apa dan berapa banyak, bagaimana, dan untuk siapa sebuah produk di produksi. Di situasi ini justru perencana lah yang mempunyai alat-alat produksi (Rothenberg, 2014).

Beberapa jurnal ilmiah bahkan berpendapat bahwa negara-negara sosialis khususnya Uni Soviet tidak masuk dalam kriteria Sosialisme seperti apa yang pendirinya impikan. Melainkan Uni Soviet adalah tidak lebih dari bentuk baru sistem Merkantilisme abad ke 17. Di mana pemerintahan ditandai dengan: munculnya elit elit politik yang dikuasai oleh dictator, intervensi pemerintahan yang besar, dan pembentukan kartel-kartel dan monopoli ekonomi, pengekangan kebebasan ekonomi untuk mempertahankan monopoli ekonomi yang sudah ada (yang hanya bisa didapat melalui koneksi politik), dan proses birokrasi yang rumit.

Para perencana produksi memiliki tugas untuk menentukan seberapa dan barang apa saja yang diproduksi melalui intruksi pemerintah pusat. Akibatnya, praktik korupsi, penyogokan, dan politik rente menjadi hal yang biasa terjadi. Dalam mendapatkan barang dan jasa, seringkali terjadi pungli.

Para elit bisa menyogok aparatur pemerintahan untuk mendapatakn hak hak spesial. salah satu contoh paling sederhana adalah sekolah pemerintahan untuk menerima anak mereka untuk bersekola. Dikarenakan memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi sangat sulit, praktek pasar gelap dan perdagangan ilegal merajalela di Uni Soviet.

Untuk mempertahankan monopoli ini, polisi rahasia dan tentara sering bertindak semena mena. Yakin ini surga yang diimpikan sosialis (Anderson & Boettke, 2017). Nah tentu saja ada banyak sosialis dan kaum kiri yang tidak setuju dengan pendapat ini. Mari kita asumsikan bahwa negara-negara sosialis betul setia pada paham marx. Maka, apakah mereka sudah membawa kesejahteraan?

Pada Tahun 1980, masyarakat Soviet mengalami ketimpangan kekayaan yang sangat tinggi dimana kurang dari 2.5% populasi memiliki kekayaan yang lebih dari mayoritas masyarakat. Ketimpangan geografis juga terasa dimana satu daerah yang ditempati oleh 0.4% populasi Uni Soviet mengkonsumsi 56% makanan yang berkualitas tinggi dan 100% dari semua makanan di daerah tersebut.

Hanya minoritas orang yang dikategorikan sebagai “kelas menengah” yaitu mereka yang memiliki tempat tinggal, mobil, dan peralatan rumah tangga. 86% dari masyarakat Uni Soviet hidup dalam kemiskinan. Prosentase kelas menengah di Jepang justru melebihi dari Uni Soviet (Angresano, 1991). Bahkan, angka harapan hidup Uni Soviet dikalahkan oleh negara-negara kecil seperti Malaysia dan Singapura (Kukhatas, 2003).

Tunggu dulu! Yang namanya Sosialisme itu tidak harus seperti Uni Soviet, Cuba, dan Korea Utara kan? Bagaimana dengan negara2 skandinavia yang sejahtera tapi menerapkan sosialisme?

Ya, akan tetapi, pakar ekonomi dan sejarah menghubungkan keberhasilan ekonomi negara2 Skandinavia dengan sejarah dan budaya mereka lebih dari sistem perekonomian mereka. Pada abad pertengahan, sistem ekonomi di Skandinavia ditandai dengan kepemilikan pribadi lahan lahan oleh petani2 kecil. Cuaca yang keras memaksa mereka untuk bekerja keras dan menjadi mandiri.

Inilah yang menyebabkan etos kerja yang baik. Perlu diketahui bahwa negara2 Skandinavia menerapkan kebijakan ekonomi pasar atau kapitalis dari tahun 1870 dan semenjak itu, mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Ironisnya, pertumbuhan ekonomi ini mengalami penurunan pada tahun 1960 dan 1970 setelah pajak yang tinggi dan kebijakan welfare diterapkan. Bahkan kebijakan2 ini justru berdampak pada perilaku masyarakat. Di mana tingkat kebergantungan pada pemerintah dan pensiun dini meningkat (Edwards, 2015).

Sosialisme seperti yang diimpikan Karl Marx, memang terdengar baik karena dia harus mengasumsikan bahwa setiap manusia bisa dipaksa untuk menjadi baik dan akan menjadi baik. Dia harus mempercayai bahwa para elit politik akan fokus pada kesejahteraan umum. Kenyataannya kita melihat kesenjangan dan praktik korupsi masih terjadi di negara negara sosialis.

Sosialisme dan otoritarianisme harus menjadi bagian yang saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan Adam Przeworzky, seorang sosialis bahkan mengakui bahwa sosialisme tidak dapat diterapkan secara efektif karena sulitnya pemerintah sentral untuk menentukan keperluan dari tiap tiap individu yang subjektif (Kukhatas, 2003).

Pada tahun 1957, seorang komunis asal Yugoslavia, Milovan Djilas mengatakan bahwa kelas baru telah bangkit di Uni Soviet yang menyamar menjadi sosialis tapi malah menindas masyarakat miskin. Maka, revolusi harus diadakan untuk mengalahkan kelas itu LAGI (Landreth & Colander, 1994)

Marx mengatakan bahwa dunia akan dengan sendirinya bergerak menuju sosialisme dan akhirnya komunisme. Sudah 1 abad lebih setelah dia menulis hal tersebut dan hal ini tidak pernah terjadi. Yang ada malah bermunculnan intrepertasi ideologi yang tidak kunjung selesai. Bukannya melebar luas, paham komunisme, sosialisme justru mengalami kemunduran. Dan meskipun di suatu waktu kita mencapai komunisme, apakah kita yakin bahwa tidak akan ada kontradiksi di dalam sistem komunisme? Mungkin sosialsime dan komunisme memang ditakdirkan untuk gagal, dalam jangka panjang.

Versi video artikel ini dapat ditonton di channel Hipotesa yang berjudul “Dunia di bawah Sosialisme, Seperti Apa?

Sumber

Team

--

--

Hipotesa Media
Hipotesa Media

Hipotesa is a media startup that gives education about politics, economy and generally speaking about what happens in the social world to general public.