Masalah Kebakaran Hutan di Indonesia

Lebih Besar Dari Yang Kita Kira ?

Kim Litelnoni
Hipotesa Media
4 min readOct 2, 2019

--

Kondisi Kabut di Kalimantan Bila Dilihat Dari Udara

Artikel ini ditulis oleh Emily Tahar sebagai bagian dari edaran mingguan Hipotesa

Gambar di samping adalah situasi dari kebakaran hutan di Indonesia yang tengah viral di media sosial. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena ini terjadi karena tingginya konsentrasi partikel debu polutan berukuran 0,7 mikrometer di atmosfer yang adalah hasil dari asap kebakaran hutan dan lahan (Kertopati, 2019). Partikel polutan tersebut dinyatakan berbahaya oleh BMKG (Kertopati, 2019). Kebakaran tahunan ini, dengan skala yang lebih besar dari sebelumnya, menyelimuti sebagian Indonesia yakni di Sumatera dan Kalimantan, Malaysia, dan Singapura (Rusmana, 2019). Masalah ini tidak hanya membuat ribuan orang turun ke jalan untuk berdemo, masalah ini mempunyai dampak yang lebih besar.

Sebelumnya, metode tebang-dan-bakar ilegal masih kerap dilakukan guna membuka lahan pertanian untuk tanaman komersial seperti kelapa sawit, bubur kayu, dan pohon karet meskipun upaya pemerintahan Indonesia untuk menghentikannya selama bertahun-tahun (Rusmana, 2019). Kini di tengah situasi kebakaran tersebut, Pemerintah berupaya untuk mengerahkan ribuan personil bantuan dan pesawat pengebom air. Namun situasi cuaca dunia yang sedang dalam keadaan kering membuat segala upaya tersebut terhambat (The Guardian, 2019).

Banyak kebakaran yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia yang disebabkan karena Pola cuaca El Nino yang lemah mengakibatkan musim kemarau yang lebih lama dari biasanya (Rusmana, 2019). Namun, banyak yang menunjuk tangannya kepada Indonesia seperti pemerintah Malaysia, pusat meteorologi khusus milik ASEAN, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Greenpeace. Walaupun demikian, Indonesia tetap membantah tanggung jawab penuh atas asap yang terjadi di Malaysia dan Singapura (Sukumaran, 2019).

Greenpeace bahkan membuat laporan yang menuduh kegagalan Indonesia dalam keseriusannya memberikan sanksi atau hukuman bagi berbagai perusahaan-perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan sebesar 3,403,000 hektar dari tahun 2015 sampai 2018 (Greenpeace Southeast Asia, 2019). Greenpeace melaporkan bahwa “hampir tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia menerapkan prinsip tanggung jawab yang ketat terhadap perusahaan dan kelompok yang memiliki area lahan terbakar terbesar atau konsesi yang paling sering terbakar” (Greenpeace Southeast Asia, 2019). Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad juga menyinggung hal yang serupa dengan pernyataannya bahwa “Anda dapat menyalahkan Indonesia, Anda dapat mengkritik mereka tetapi mereka akan terus memiliki kebakaran api” (Channel News Asia, 2019). Perdana Menteri Mahathir bahkan menawarkan untuk memadamkan api, namun ditolak (Channel News Asia, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa ada sorotan dunia akan keseriusan hukum Indonesia itu sendiri serta pemerintahannya.

Sorotan dunia juga ada pada masalah kesehatan. PBB melewati UNICEF sangat prihatin dengan kebakaran hutan yang membahayakan hampir 10 juta anak-anak karena polusi udara (The Guardian, 2019). Menurut Debora Comini dari UNICEF, “Setiap tahun, jutaan anak menghirup udara beracun yang mengancam kesehatan mereka dan menyebabkan mereka bolos sekolah — mengakibatkan kerusakan fisik dan kognitif seumur hidup” (The Guardian, 2019). Ribuan sekolah terpaksa ditutup diseluruh Indonesia serta Malaysia karena asap yang terjadi (The Guardian, 2019). Di Malaysia sendiri, satu dari tujuh anak tidak bisa masuk sekolah karena asap kebakaran hutan tersebut (Rusmana, 2019). Greenpeace juga menyatakan bahwa kabut asap menyebabkan ratusan ribu orang mengalami penyakit pernapasan dan bahkan menurut sebuah penelitian, kemungkinan menyebabkan lebih dari 100 ribu kematian dini (Greenpeace Southeast Asia, 2019).

Dampak yang besar juga jatuh kepada ekonomi. World Bank mengestimasi bahwa pada krisis kebakaran pada tahun 2015 yang lalu, Indonesia mengalami kerugian sebesar US $ 16 miliar dalam sektor kehutanan, pertanian, pariwisata dan industri lainnya (Greenpeace Southeast Asia, 2019). Sebagai salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, kebakaran ini menunda operasi di perkebunan serta menunda pematangan buah sawit itu sendiri (Rusmana, 2019). Asap tebal juga mengakibatkan berbagai maskapai untuk membatalkan atau mengalihkan penerbangan yang ada sehingga banyak perjalanan dan sektor wisata yang terganggu (Rusmana, 2019).

Indonesia berdalih bahwa beberapa kebakaran juga terjadi dibawah perusahaan-perusahaan dari Malaysia dan Singapura (Rusmana, 2019). Karena itu, menurut Menteri Keuangan Malaysia, Lim Guan Eng, perusahaan-perusahaan yang diketahui bertanggung jawab atas kabut asap di wilayah tersebut dapat dikenai sanksi saat memasuki pasar Malaysia dibawah sanksi Transboundary Haze Act (Channel News Asia, 2019). Namun, sanksi tersebut dapat memperumit hubungan ekonomi antara kedua negara, apalagi sejak insiden diplomatis dimana Malaysia mengirimkan catatan diplomatik mengenai kebakaran tersebut (Channel News Asia, 2019).

Sorotan dunia akan kebakaran hutan di Indonesia menunjukkan adanya urgensi dan desakan untuk pemerintah lebih serius menanggulangi masalah ini. Masalah ini bukan hanya masalah bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, namun berdampak bagi negara-negara tetangga dan hubungan Indonesia dengan negara-negara lain.

Editor: Kim Egberth Litelnoni

Sumber:

Channel News Asia. (2019).” Companies responsible for haze to be penalised when entering Malaysia: Finance Minister”. Channel News Asia. Retrieved from https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-companies-haze-penalised-lim-guan-eng-transboundary-act-11938200

Channel News Asia. (2019). “World can do nothing to force Indonesia to act on forest fires: PM Mahathir”. Channel News Asia. Retrieved from https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-mahathir-world-cannot-force-indonesia-act-forest-fires-11944252

Greenpeace Southeast Asia. (2019). “Indonesian Forest Fires Crisis: Palm oil and pulp companies with largest burned land areas are going unpunished”. Greenpeace. Retrieved from https://www.greenpeace.org/southeastasia/publication/3106/3106/

Kertopati, L. (2019). “Kebakaran hutan yang membentuk lapisan asap di atmosfir dan menjadikan langit Jambi merah”. BBC. Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/media-49793629

Rusmana, Y. (2019). “Why It’s Another Bad Year for Indonesia Forest Fires”. Bloomberg. Retrieved from https://www.bloomberg.com/news/articles/2019-09-19/why-it-s-another-bad-year-for-indonesia-forest-fires-quicktake

Sukumaran, T. (2019). “The haze is back. Can Malaysia and Indonesia clear the air?”. South China Morning Post. Retrieved from https://www.scmp.com/week-asia/health-environment/article/3026772/haze-back-can-malaysia-and-indonesia-clear-air

The Guardian. (2019). “Indonesian forest fires putting 10 million children at risk, says Unicef”. The Guardian. Retrieved from https://www.theguardian.com/world/2019/sep/25/indonesian-forest-fires-putting-10-million-children-at-risk-says-unicef

--

--