Bersilat: Antara Olah Raga dan Olah Jiwa

Darmawan Aji
Historina
Published in
3 min readDec 31, 2021

Apa tujuan berlatih silat? Apakah agar jago berkelahi? Bisa menang di atas ring? Bisa mengalahkan lawan — siapapun lawannya? Bukan, bukan itu.

Adalah benar, bahwa salah satu tujuan berlatih silat adalah agar mampu membela diri saat diperlukan. Terutama saat keselamatannya terancam. Sehingga ada wejangan dalam silat “musuh tidak dicari, bertemu dihindari, sekali dimulai titik mati baru berhenti.” Namun, sekali lagi ini bukan satu-satunya tujuan belajar silat.

Silat adalah sebuah sistem (baca: budaya) yang diwariskan untuk mengajarkan serangkaian pengetahuan dan kebijaksanaan. Ia diajarkan turun menurun bukan sekadar untuk mewariskan gerakan untuk membela diri. Ada banyak manfaat di balik berlatih silat yang bila disadari maka akan menguatkan niat kita dalam melatihnya.

Menurut saya, setidaknya ada lima manfaat berlatih silat. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, melatih kepekaan indera dan rasa.

Saat bersilat, kita melatih penggunaan indera mata, telinga, dan sensasi rasa. Mata dilatih untuk mengamati, bukan hanya melihat. Telinga dilatih untuk menandai, bukan hanya mendengar. Rasa dilatih untuk mengenali tenaga, bukan hanya merasakan sensasi. Alhasil, indera dan rasa kita akan semakin tajam — dan ini bisa kita manfaatkan saat kita mempelajari keahlian di bidang lain. Karena menguasai keahlian apapun perlu ketajaman indera dan rasa.

Kedua, memahami economy of movement.

Economy of movement adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan posisi tubuh, menjaga keseimbangan, dan mengeksekusi sebuah gerakan dengan tenaga yang minimal. Berlatih silat membuat kita mengenali posisi dan gerakan bagian tubuh yang efisien untuk melakukan sesuatu. Kita akan paham bagaimana menggerakkan lawan yang lebih besar dengan tenaga yang minimal, kita akan tahu bagaimana memanfaatkan tenaga dari lawan, dsb. Tentu saja memahami economy of movement tidak hanya bermanfaat dalam bersilat, kita bisa manfaatkan dalam keseharian. Misal dalam mengajar, memasak, melakukan presentasi dan kegiatan lain yang memerlukan aktivitas fisik.

Ketiga, menyatukan pikiran dan tubuh.

Bersilat melatih kita untuk menyelaraskan antara niat, pikiran, dan gerakan tubuh kita. Saat berjurus misalnya, kita belajar untuk menyadari apa yang kita lakukan sepenuhnya. Tidak pas bila berjurus hanya mengulang-ulang gerakan fisik tanpa makna. Kita perlu sadar, apa maksud dari gerakan, kemana arah geraknya, serta kemana tenaga perlu dipusatkan — mana bagian tubuh yang perlu dikosongkan, dan mana bagian tubuh yang perlu diisi. Semakin sering kita berjurus, semakin mudah kita menyatukan antara niat dan gerak. Manfaatnya apa? Banyak. Salah satunya, bukankah sekarang sedang populer konsep tentang mindfulness? Dalam berjurus kita secara tidak langsung sedang melatih kemampuan ini.

Keempat, mengolah kebijaksanaan.

Ujung dari berlatih silat adalah mengolah dan mengkultivasi kebijaksanaan. Silat tidak terbatas hanya pada gerak lahir, lebih utama silat ada pada gerak batin. Ada falsafah mendalam di balik jurus silat. Ada makna kehidupan yang diajarkan melalui jurus-jurus silat. Memahaminya tentu perlu dengan perenungan dan obrolan dengan para sesepuh.

Kelima, menjalin silaturahmi.

Manfaat silat yang lainnya adalah untuk silaturahmi. Kita bisa kenal dengan orang dengan berbagai profesi dan level jabatan melalui silat. Saat berlatih silat, kita menjadi setara. Dalam ajang silturahmi ini kita bertukar pikiran, beradu tenaga, bertemu rasa. Bukan untuk saling mengalahkan namun untuk saling memahami, bukan untuk saling menjatuhkan tapi untuk saling menyelamatkan. Berlatih silat membuat kita memiliki banyak kawan, namun ujungnya bukan itu. Ujungnya adalah agar kita lebih mengenal Tuhan. Falsafah silek Minang mengatakan “lahir silat mencari kawan, batin silat mencari Tuhan.” Bagaimana persisnya? Kita ulas di tulisan lain saja ya.

--

--

Darmawan Aji
Historina

Productivity Coach. Penulis 7 buku pengembangan diri. IG @ajipedia Profil lengkap: darmawanaji.com