Berpendapat Kebenaran

Indra Lukmana
Indra Lukmana
Published in
3 min readJun 18, 2015

Keilmuan yang ada di dunia ini sangat luas, tidak terbatas dalam satu ranah tertentu saja. Mungkin bisa saja keilmuan dalam satu ranah diinterpolasi dengan yang lain mungkin juga tidak.

Seperti misal dalam keilmuan jaringan komputer ada yang dinamakan jaringan wired (dengan kabel) dan wireless (nirkabel). Dalam jaringan wired data akan ditransfer melalui kabel yang terlihat secara fisik sedangkan dalam jaringan wireless proses perpindahan data melalui media yang kasat mata.

Pembahasan tersebut mungkin dapat disambungkan dalam ranah bahasan lain. Misal ada yang membahas tentang apakah pahala amaliah seseorang dapat diberikan kepada orang lain. Mungkin bisa saja menganalogikan proses transfer amal dengan data. Data yang ditransfer melalui kabel fisik dianalogikan dengan amal yang ditransfer melalui ikatan nasab yang jelas. Data yang ditransfer melalui media wireless dianalogikan dengan amal yang dikirim oleh orang yang tidak memiliki hubungan nasab yang dhohir.

Dalam mempelajari keilmuan satu hal yang tertanam dalam ranah pemahaman saya adalah satu tali pikir yang kurang lebih sebagai berikut: kabeh wong ono maqom e dewe-dewe, ono sing maqom e wong tani, wong ngaji, lan poro kiai (setiap orang memiliki tingkatnya sendiri ada yang tingkatan orang tani, orang ngaji, dan para kiai).

Wong tani, adalah orang yang awam akan suatu keilmuan. Untuk yang masih awam akan suatu hal dan belum dapat mengetahui seluk beluk keilmuan seyogyanya tidak gegabah dalam menilik suatu hal. Apabila belum dapat menelusuri keilmuan tersebut secara penuh maka boleh mengikuti pendapat umum yang diyakininya.

Wong ngaji, adalah orang yang sedang dalam taraf mempelajari keilmuan. Pada taraf ini seseorang dapat memilah dan memilih hukum berdasarkan madzhab dan pendapat yang ada. Saat masuk tahapan ini sudah mulai tahu ijtihad-ijtihad para ahli keilmuan yang dimasukinya.

Kiai, adalah orang yang sudah memahami seluk beluk suatu keilmuan. Pada tahap ini seseorang sudah dapat berijtihad berdasarkan sumber-sumber keilmuannya secara langsung.

Ijtihad dalam keilmuan-keilmuan yang ada pun memiliki kaidahnya tersendiri yang harus dikuasai agar dapat masuk dalam maqom tertinggi. Seperti dalam ilmu fiqh maka harus memahami ushul fiqh sedangkan dalam ilmu komputer ada metodologi yang tentu berbeda dalam berijtihad.

Yang perlu untuk dipahami adalah kesadaran pribadi berada dalam tingkat mana diri ini berada. Dengan menyadarinya tidak akan gegabah dalam memutuskan hukum suatu keadaan atau peristiwa.

Pula karena luasnya ilmu yang ada maka sulit bahkan mungkin tidak ada orang yang menjadi kiai dalam segala keilmuan. Sebagai contoh dalam ranah ilmu komputer, saya telah mempelajari dasar pemrograman, jaringan, pengolahan data, data mining, dll. Dalam ranah keilmuan jaringan, saya ini masih di tingkat ‘wong tani’. Untuk pendalaman saya mempelajari tentang konsep pencarian teks atau mungkin awam disebut sebagai search engine, itu pun masih tingkat ‘wong ngaji’ belum masuk maqomnya kiai.

Sekarang ini banyak sekali orang yang tingkatnya masih ‘wong ngaji’ atau bahkan masih ‘wong tani’ suka sekali mengumbar pendapat yang bergesekan bahkan mendekati provokasi dalam berbagai bahasan. Hal ini tentu tidak mengapa tapi yang agak miris adalah hal ini dilakukan dengan berbekal keilmuan seadanya, dengan satu-dua ayat, hadits, dsb berani menghukumi suatu perkara.

Entah kenapa dalam ranah keilmuan yang menyangkut keyakinan hal ini sangat sering saya jumpai. Padahal kalau dalam ranah kelimuan lain akan sangat aneh untuk dilakukan. Seperti misal dengan hanya bekal satu-dua artikel ilmiah lalu menantang sergey brin dedengkotnya Google masalah search engine apa ya berani?

Sebagai manusia yang bermasyarakat kita seyogyanya lebih santun dalam beradu pendapat atau berdiskusi, apalagi kalau sudah pernah mengenyam pendidikan. Saat mengawali diskusi tentu dengan keilmuan yang pantas baru bergagas. Apabila memang ada suatu hal yang tidak dipahami kita sebaiknya mengolah kata agar tidak mengundang kontroversi atau provokasi yang mungkin dapat menyakiti hati.

Dari yang pernah diajarkan kepada saya diatasnya ilmu ada yang lebih utama yaitu adab. Meskipun sudah mencapai puncak keilmuan akan tetapi tata krama yang digunakan untuk mengolah keilmuan tersebut tidak ada maka apa yang ada dalam dirinya tidak akan memiliki harga.

Dulu pernah diajari juga sebuah ungkapan dari imam syafi’i yang kurang lebih sebagai berikut: “Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan salah. Pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan benar”. Karena itu apa yang saya ungkapkan disini mungkin benar karena kebenaran, bisa juga hanya betul karena kebetulan, atau bisa saja ada yang salah karena kesalahan. Semoga saja kita semua lebih bijak dalam berpendapat untuk mencari kebenaran.

--

--