Maulid Nabi, Natal, Arema-Bonek, dan Freeport

Indra Lukmana
Indra Lukmana
Published in
4 min readDec 21, 2015

Beberapa kali mendapat kiriman gambar di atas. Guyonan tersendiri mendekati akhir tahun, di mana kawan-kawan kristiani akan merayakan hari rayanya. Juga memasuki gontok-gontokan tahunan yang biasa diawali oleh orang-orang berpikiran sempit dan diperkeruh oleh orang-orang yang terlalu semangat sampai lupa dengan adab. Kali ini ingin sedikit nggedabrus tentang hal-hal yang agak kekinian.

Minggu ini akan masuk dua tanggal merah hari libur 24 dan 25 Desember, pada tanggal 24 peringatan maulid nabi Muhammad dan pada tanggal 25 hari raya natal kawan-kawan umat kristiani. Akhir-akhir ini juga sedang gencarnya bahasan nasionalisasi Freeport, lalu kapan hari dapat edaran lewat berbagai media untuk hati-hati sepeda motor plat Surabaya apabila datang ke daerah Malang.

Maulid nabi untuk saya sendiri adalah hal yang biasa, sejak kecil saya juga merayakannya dalam berbagai acara. Sedangkan untuk hari Natal saya sendiri tidak merayakannya, hanya kadang dapat hadiah jajanan atau semacamnya dari tetangga atau kawan yang merayakan. Dua perayaan itu terkadang menjadi polemik tersendiri dalam lingkar-lingkar tertentu.

Maulid nabi ada yang tidak membolehkan karena “katanya” bid’ah tidak ada dalilnya. Terserah saja lah, kalau untuk pendapat saya sendiri mungkin sebelas dua belas dengan yang telah dituliskan oleh Prof. Nadirsyah Hosen kapan hari [1].

Sedangkan untuk perayaan natal sendiri saya tidak merayakan, meski terkadang dapat kiriman makanan dan jajanan. Polemik yang ada adalah pada saat menyatakan “Selamat Natal” pada yang merayakan. Ada yang berpendapat bahwa hal ini haram karena tasyabbuh dsb dengan mengutip ayat dan hadits tertentu.

Okelah, silakan saja mengharamkan, tapi untuk saya sendiri tidak serta merta melakukan pengharaman seperti itu. Haram atau tidaknya sesuatu tidak hanya berdasarkan satu atau dua ayat saja tapi ada banyak yang perlu ditelaah, tidak terkecuali tentang ucapan selamat natal ini [2][3][4]. Hal yang saya sayangkan adalah perbedaan pendapat ini lalu diperkeruh dengan muncul hoax yang mengatasnamakan suatu institusi atau orang [5].

Lalu kemarin juga mendapat edaran entah dari mana asalnya, agar yang memiliki kendaraan bermotor dengan plat L tidak pergi ke daerah Malang. Alhamdulillah berdasarkan berita yang ada tidak ada kejadian apa-apa, meskipun dari pihak kepolisian tetap menghimbau agar tetap waspada [6].

Berbagai polemik dan kejadian sosial seperti di atas menunjukkan betapa masyarakat kita belum dewasa dalam menghadapi sesuatu. Masih ada saja unsur yang ingin menang sendiri, mengaggap bahwa pendapatnya atau kelompoknya adalah kebenaran mutlak tanpa kemungkinan salah.

Saya teringat suatu hal terkait Freeport. Saya bukan ahli di bidang ini dan keilmuan saya jauh dari proses penambangan, saya hanya sedikit menggunakan akal sehat dalam memproses informasi. Pada waktu proses seleksi beasiswa LPDP saya menjalani proses yang dinamakan LGD (Leaderless Group Discussion) dan pada waktu itu saya bersama teman-teman peserta kelompok mendapat tema bahasan tentang perpanjangan kontrak Freeport.

Kalau saya ingat-ingat sekarang, saya mungkin terkesan agak negatif saat ada wacana untuk pengambil alihan freeport pada saat itu. Dari wacana yang diberikan ada sebuah opini bahwa tenaga ahli kita sudah mencukupi dan berbagai argumentasi lainnya yang mendukung pengambil alihan freeport oleh Indonesia. Dari sekian wacana yang ada, untuk saya sendiri, dari sisi pendataan masih belum ada data yang konkrit yang dapat mendukung apakah Indonesia bisa mengambil alih freeport. Sehingga saya berpendapat pengambil alihan secara total bukanlah tindakan yang bijak, meskipun perpanjangan kontrak yang tanpa batasan juga hal yang saya tidak setuju.

Pagi tadi lalu mendapat wacana dari bapak denny siregar mengenai wacana nasionalisasi ini dilihat dari sudut pandang politik luar negri [7]. Proses nasionalisasi freeport memang tidak dapat dilakukan dengan kasar karena seperti kasus-kasus yang ada, pihak-pihak interasional pastinya tidak akan tinggal diam dengannya. Proses yang diambil, bila menginginkannya, harus dengan cara yang halus.

Pengambil alihan freeport sangat riskan dengan keadaan Indonesia yang seperti ini. Indonesia dengan berbagai polemik yang ada, gejala-gejala intoleransi sosial seperti penidak-bolehan maulid atau proses pengharaman pengucapan selamat natal yang tidak mengindahkan adab, menjadi penanda tersendiri.

Masyarakat kita masih sering gontok-gontokan hal yang menjadi perbedaan. Masih sering tidak mau mengindahkan pendapat atau perasaan dari orang maupun kelompok lain. Mungkin yang saya takutkan adalah saya sendiri termasuk dalam kategori seperti itu, semoga saja tidak.

Sedikit analisis amatiran dan masih sangat dangkal dari saya akan hal-hal yang ada ini, yang kemungkinan besar salah dan kalau memang salah semoga suatu saat akan dijalankan menuju kebenaran oleh sang maha pemberi petunjuk. Pun bila ada kebenaran di dalamnya semoga memberikan manfaat kepada yang membaca.

Entahlah mungkin harapan saya sederhana, semoga saja Indonesia tetap mendapat berkah dari sang kuasa dalam bhineka tunggal ika untuk mengolah kekayaannya.

[1] Prof. Nadirsyah Hosen, “Kelahiran”, http://on.fb.me/1PfNncZ
[2] NU Online, “Inilah Pandangan Rais Syuriah PBNU soal Ucapan Selamat Natal”, http://bit.ly/1kc1xRq
[3] Ahmad Sarwat, “Hukum Mengucapkan Selamat Natal”, http://bit.ly/1YqW63Z
[4] Prof. Ahmad Zahro, “Hukum Ucapan dan Perayaan Natal Bagi Muslim”, http://bit.ly/1J1E6G9
[5] NU Online, “PBNU Klarifikasi Pernyataan Rais ‘Aam Soal Larangan Selamat Natal”, http://bit.ly/1Tc0nlc
[6]Kompas.com, “Suporter Arema Tewas, Polisi Tegaskan Tak Ada Sweeping Kendaraan Plat L”, http://bit.ly/1OFPTGX
[7] Denny Siregar,”Nasionalisasi Freeport”, http://bit.ly/1Tc566r

--

--