Menggunakan Sosial Media dengan Bijak

Indra Lukmana
Indra Lukmana
Published in
2 min readJan 27, 2015

Akhir-akhir ini saya agak sering mengakses Facebook. Kebanyakan di grup-grup dan minggu kemarin juga sempat update status.

Sebagai pendidik di perguruan tinggi saya memiliki tugas formal Tri Dharma: mengajar, meneliti, dan mengabdi. Selain tugas formal tersebut sebenarnya juga ada tugas informal yaitu, sebagai duta institusi dan memberikan inspirasi serta motivasi kepada peserta didik. Tugas informal tersebut paling mudah dilakukan (path of least resistance) melalui media sosial.

Penggunaan media sosial untuk saya pribadi masih menjadi sebuah dilema. Ada sedikit keengganan dalam menggunakannya. Bukan karena tidak suka tapi lantaran sebaliknya. Secara pribadi saya masih belum memiliki kapasitas mental yang cukup untuk menggunakannya. Sehingga sering kali tidak bijak dalam menggunakan media sosial.

Banyak diantara kawan-kawan saya yang menggunakan media sosial seperti Facebook secara aktif. Para pengguna Facebook ini biasa di ‘guyon’ dengan Jam’iyah Fasbuqiyah Wal Instragamiah. Para pengguna yang getol dalam berbagai aktivitas sosial media. Hebatnya banyak yang memiliki capaian-capaian luar biasa dalam kehidupan mereka.

Ada seorang kawan yang dia tergabung dalam Jam’iyah Fasbuqiyah Wal Instragamiah, Thoriqot twitter wal hashtag, dan Jam’iyah sosial media lain. Semua media tersebut digunakannya dengan intens, tapi capaian dalam studinya sangat luar biasa, bisa publikasi paper berkali-kali, dsb.

Hal seperti itu untuk saat ini tidak dapat saya tiru. Karena seringkali saat saya masuk ke media sosial akan tenggelam dalam mengikuti berbagai bahasan. Lalu lupa waktu dan hal-hal yang seharusnya saya kerjakan akhirnya terbengkalai.

Disparitas pengguna pun juga sangat tinggi. Banyak kawan dan guru yang sering menuliskan status yang inspiratif dan informatif. Tapi sering juga ‘nyempil’ status-status ‘alay jijay’ yang sering galau dan menyebar kegalauan.

Bila dibuat anekdot, di pondok sering berkumpul Jam’iyah toriqot dengan pengikutnya yang bersahaja, khusyuk, dan bau-bau ahlul jannah. Sedangkan para pengikut Jam’iyah fasbuq kebanyakan orang-orang gaul, trendi, dan ahlul selfie.

Yah, semoga saja kita bisa menggunakan sosial media dengan lebih bijak. Sehingga kita selain jadi ahlul selfie juga bisa termasuk ahlul jannah.

--

--