Tidak Tahu

Indra Lukmana
Indra Lukmana
Published in
1 min readApr 18, 2016

Pengalaman dan pengetahuan kita terbatas, tidak mungkin kita menjadi ahli dalam segala bidang yang ada di dunia. Mungkin saja kita bisa menjadi pakar dalam topik-topik khusus tapi dalam batasan tertentu.

Untuk topik yang kita memang tidak menguasai sebaiknya jujur kita akui bahwa kita tidak tahu. Terlepas dari apakah memang background kita sepertinya terkait dengan topik tersebut atau tidak.

Sebagai contoh, saya lulusan pondok pesantren di Darul Ulum Jombang. Tapi pengetahuan saya tentang keagamaan baru seadanya, bahasa arab masih sangat terbatas, fiqih baru sedikit-sedikit, dsb. Kalau ada bahasan yang masuk dalam ranah-ranah tersebut saya harus berhati-hati, bahkan mending saya bilang bahwa saya tidak tahu meski saya pernah mempelajari sedikit-sedikit waktu dulu. Ini seperti yang dicontohkan oleh orang-orang alim yang saya ketahui.

Terkadang ada yang bilang, “lulusan pesantren kok tidak tahu … “, lha terus bagaimana? memang tidak tahu dan tidak bisa menjawab, masak harus dijawab ngawur? kalau saya diajari dahulu sebaiknya ya bilang saja tidak tahu kalau memang tidak tahu. Masalah pikiran orang lain seperti apa ya urusannya sendiri, yang penting kita tidak menyesatkan.

Saya juga diajari agar tidak jumawa dengan apa yang saya ketahui. Hal yang kita ketahui pun belum tentu kebenaran, mungkin ada yang keliru-keliru. Kalau seandainya ada yang keliru ya kita sebaiknya berlapang dada untuk menerima kebenaran yang benar.

Tapi kebenaran itu seperti apa, terkadang benar itu subyektif atau masih dalam perdebatan atau memang berbeda, kalau dalam istilah kerennya masih dalam bahasan yang furuiyah. Kalau dalam hal-hal yang seperti ini cukup berpedoman “lanaa a’malunaa wa lakum a’malukum”, bagimu amalanmu dan bagiku amalanku.

--

--