Apa itu BlockChain dan Mengapa Hype-nya tidak se-awal Data Science?
Pernah heran apa itu blockchain? Apa bedanya sama blockchain dan cryptocurrency? Dari mana para miner dapat uang?
Blockchain secara sederhana bisa dikatakan sebagai jenis distributed database. Tapi jujur itu over-simplified sih, ahli-ahli blockchain lain pasti mengutuk saya jika saya menggunakan perumpamaan itu. Tapi gimana lagi, itu perumpamaan terbaik yang bisa saya beri. Yang penting pembaca dapat gambaran dulu tentang apa itu blockchain dan kapan blockchain berguna.
Oke, kalau gitu apa bedanya blockchain sama distributed database pada umumnya? Buat teman-teman yang belum tahu, distributed database adalah database yang terdistribusi di semua penggunanya, artinya tiap pengguna menyimpan copy data yang sama. Berbeda dengan centralized database di mana database tersimpan di 1 server utama, ataupun dengan decentralized database yang datanya tersimpan di beberapa server. Perumpamaan lebih jelas tentang decentralized vs distributed database bisa pembaca lihat di sini
Oke tapi masih belum menjawab ya, apa bedanya distributed database dengan blockchain. Nah perbedaan utama distributed database dengan blockchain adalah sistem konsensus penulisan data dan ketidak-bolehan penghapusan data di blockchain. Pada distributed database, penentuan data apa yang boleh masuk, siapa yang menyeleksi data masuk, dan siapa yang mengatur kualitas tidaklah diatur jelas. Kasus yang berbeda bisa saja punya sistem dan ketentuan yang berbeda. Sedangkan pada blockchain, kesepakatan apakah data akan ditulis ke semua copy database ditentukan menggunakan algoritma konsensus. Algoritma konsensus ini berbeda-beda di tiap blockchain. Beberapa algoritma konsensus yang sejauh ini sudah diterapkan di antaranya proof-of-work, proof-of-stake, dan delegated-proof-of-stake. Kalau pembaca tertarik dengan algoritma konsensus, pembaca dapat mencari lebih lanjut di google atau youtube dengan kata kunci “Consensus Algorithm”.
Oke perbedaan kedua yang membuat blockchain berbeda dengan distributed database lain adalah ketidak-bolehan pengubahan data. Data yang sudah disepakati masuk ke record utama (kita biasa sebut network), tidak bisa dihapus ataupun diubah. Jikalaupun dihapus atau diubah, struktur database blockchain yang berbentuk rantai (maka dari itu disebut blockchain) membuat semua data yang sebelumnya valid menjadi invalid. Mungkin terkesan aneh ya? Jadi tiap-tiap data (yang dibungkus dalam blocks) dikoneksikan satu sama lain menggunakan hash. Hash ini unik sehingga data yang berbeda punya hash yang berbeda juga. Jadi kalau karena hash semua data saling terkoneksi, jika ada yang berubah salah satunya, semua bakalan berubah.
Oke setelah dipahami, ternyata blockchain tidak se-wah yang dikira ya, cuma gabisa diubah aja datanya. Eits, ketidakbisa-an diubah ini jadi nilai plus di beberapa industri lho, khususnya industri-industri yang menerapkan audit, contohnya keuangan dan keamanan. Kemampuan blockchain untuk menjaga trust sangat kuat sehingga blockchain dapat diterapkan di sistem-sistem yang memerlukan trust.
Selain kelebihan blockchain, blockchain tentu punya kelemahan, di antaranya adalah copy data mu dipegang oleh semua pengguna lain. Panik gak tuh? Sebenarnya ga perlu panik-panik banget, di beberapa sistem blockchain, meski datanya tersebar ke semua pengguna, data terenkripsi bersama dengan hash yang digunakan. Kelemahan terbesar blockchain (yang sebenarnya juga kelebihan) adalah ketersebarannya. Beberapa institusi belum siap melepas “kuasa” mereka terhadap produk mereka sehingga blockchain cukup telat diadaptasi. Itu dugaan saya sih tapi. Blockchain awalnya booming sekitar tahun 2017, sempat turun, dan naik lagi ketika ekonomi dunia mulai jatuh. Saya menduga ini memicu turunnya trust ke institusi besar (atau sistemnya) yang mengontrol sistem-sistem tersentralisasi (yang mana pada baru-baru ini sempat crash yaitu financial system). Ketika blockchain (mulai) lebih dipercaya oleh banyak orang, institusi-institusi besar kemudian mulai beralih menggunakan blockchain, merelakan “kuasa” mereka terhadap sistem yang mereka buat, untuk mendapatkan lagi “trust” masyarakat umum. Dan hal tersebut berlanjut hingga sekarang.
Tapi itu spekulasi saya sih. Dan kalau benar, maka wajar saja jika hype-nya data science. Data science hampir tidak punya kekurangan, cuma ketidak-siapan sistem saja yang membuat data science belum sepenuhnya diadaptasi. Belum ada standar bagaimana seharusnya proyek end-to-end data science di-maintain. Dalam hal ML sendiri, belum ada standar universal bagaimana model ML disimpan dan ditransmisikan. Model Tensorflow tidak semerta-merta bisa dikonversi ke PyTorch dan sebaliknya. Tapi kalau ngomongin ketidak-siapan dunia dengan data science, bakal banyak banget. Jadi kita sudahi dulu sampai di sini. Sampai jumpa di pembahasan cutting-edge technology selanjutnya