Sejarah yang mengantarkan saya untuk memahami peristiwa 65

Bagas Yusuf Kausan
INGAT 65
Published in
4 min readApr 25, 2018

Ketika mengenyam bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya kerap menghabiskan waktu yang cukup lama di warung internet (Biasa disingkat warnet). Selain untuk bermain game online, saya senang menjelajahi aneka konten yang dapat diakses secara bebas. Salah satu konten yang paling saya suka ialah tentang cerita sejarah, yang beberapa kali muncul di sebuah laman forum online.

Kegemaran saya terhadap sejarah, sebenarnya telah muncul sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Hal ini tidak terlepas dari peran buku Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL), yang dibeli oleh Bapak saya di dalam bus antar kota.

Semua berawal dari sebuah buku produk Orde Baru berjudul RPUL itu.

Buku itu menjadi basis informasi pertama saya tentang Indonesia, lengkap beserta cerita singkat sejarahnya. Tak pelak, buku itu pun akhirnya menjadi salah satu buku yang paling sering saya baca.

Narasi sejarah tentang perang melawan penjajah, merupakan salah satu plot sejarah yang paling saya suka dalam buku RPUL.

Namun, ketika beranjak ke bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), melalui sebaran informasi di internet, kegemaran saya terhadap plot sejarah telah bergeser menjadi narasi sejarah tentang perpindahan kekuasaan di Indonesia. Dalam hal ini termasuk proses jatuhnya pemerintahan Presiden Soekarno.

Pada saat itu saya belum begitu paham apa itu pemerintahan dan mengapa ia bisa dijatuhkan. Namun dalam konten yang saya dapatkan di internet, mencuat satu istilah yang cukup mengerikan yakni: Partai Komunis Indonesia.

Diceritakan bahwa PKI adalah orang-orang biadab yang mencoba melakukan kudeta untuk mengganti ideologi Pancasila, dan secara membabi-buta telah menghabisi nyawa tentara di Lubang Buaya.

Membaca narasi sejarah semacam itu, saya pun tertegun dan bertanya-tanya; apakah memang benar demikian dan apa yang sebenarnya terjadi pada tahun 1965? Pertanyaan tersebut terbawa hingga masa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Melalui perpustakaan sekolah, akhirnya saya sempat membaca buku Taufik Ismail dengan judul Katastrofi Mendunia: Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba. Alih-alih meredakan rasa penasaran saya tentang ideologi komunis dan apa pula kesalahannya hingga dianggap menjadi penyebab peristiwa 1965, buku tersebut hanya menawarkan judul yang bombastis. Rasa penasaran yang saya rasakan pun, pada akhirnya belum jua menemukan titik terang.

Meskipun pada saat itu, saya mulai mendapat informasi tentang kemungkinan keterlibatan lembaga luar dalam peristiwa 1965, terjadinya pembunuhan massal terhadap orang-orang yang diduga komunis, ataupun kemungkinan keterlibatan Presiden Soeharto. Serupa dengan ketika masa Sekolah Menengah Pertama (SMP), informasi tersebut saya dapat justru dari internet.

Atas dasar rasa penasaran yang tak kunjung terjawab tentang peristiwa 1965, maka ketika masa penentuan jurusan perkuliahan telah tiba, saya pun akhirnya memilih jurusan Sejarah. Tak heran, ketika saya telah menjadi mahasiswa sejarah, tema seputar peristiwa 1965 merupakan satu tema yang paling gemar saya cari informasinya.

Namun dengan akses terhadap literatur peristiwa 1965 yang lebih luas, bangku kuliah ternyata tidak dengan begitu saja menjawab pertanyaan yang telah bercokol di dalam pikiran saya sejak masa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rasa penasaran tersebut tetap saja bergelayutan di dalam pikiran. Bahkan hal itu masih tetap berlaku ketika saya, sudah mulai menggarap skripsi.

Meski tidak mengambil topik tentang peristiwa 1965, ketika saya sedang berkunjung ke Depo Arsip, dokumen dengan angka kisaran tahun 1965–1967 merupakan dokumen wajib yang perlu saya baca.

Dari hasil keisengan membaca dokumen tersebut, saya pun akhirnya menemukan data terkait peristiwa 1965 yang terjadi di tempat kelahiran saya, Bandung. Data tersebut memuat aneka Surat Keputusan Walikota yang berkaitan dengan peristiwa 1965.

Beberapa diantaranya adalah tentang pembekuan organisasi di lingkungan Kota Bandung (Serikat Pemerintahan Daerah, Serikat Buruh Kesehatan, Pemuda Rakyat), instruksi untuk memberhentikan setiap RT/RK yang diduga tersangkut peristiwa 1965, ataupun surat pemberhentian anggota DPR-GR Kota Bandung yang berasal dari fraksi PKI dan Baperki.

Namun sayangnya, meski saya mendapat informasi baru terkait peristiwa 1965, bahkan dalam konteks kota kelahiran saya sendiri, hal tersebut lagi-lagi gagal memuaskan rasa penasaran saya akan peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia.

Sebab, masih banyak hal dari peristiwa 1965 yang dapat saya maknai. Bahkan saya selalu yakin bahwa peristiwa 1965, memiliki cakupan yang lebih luas dan dapat dikaitkan dengan persoalan kita hari ini. Semisal dalam persoalan ketimpangan penguasaan lahan ataupun dalam kecenderungan corak ekonomi.

Maka di hari-hari yang akan datang, meski sudah tidak lagi berstatus mahasiswa sejarah, proses mencari jawaban atas pertanyaan pada masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) akan tetap terus berlangsung. Perkara bagaimana akhir dari proses tersebut, saya tidak dapat memastikan.

Yang jelas, peristiwa 1965 telah mengajarkan saya tentang banyak hal. Termasuk semangat untuk terus merawat kehidupan dengan pertanyaan.

Sejarah boleh ditulis oleh para pemenang, dalam hal ini Orde Baru, tapi tiap manusia tak mungkin berhenti dan puas pada satu sumber.

Sebab, berpikir dan bertanya adalah sebuah keniscayaan.

--

--