Empati Di Tengah Pandemi

Dini Octavia
inhandsagency
Published in
7 min readMay 1, 2020
Illustration by https://www.instagram.com/ferdidarmawan/

Siapa yang bakal menyangka jika awal tahun 2020 kita harus berhadapan dengan wabah yang penyebarannya masif dan global? Covid-19 bagaikan mimpi buruk bagi dunia. Tentunya, nggak ada dari kita yang benar-benar siap menghadapi hal ini. Baik dari segi medis sampai dengan segi bisnis.

Sampai artikel ini dirilis, Indonesia sudah mencatat penyebaran covid-19 sebesar 1900-an kasus dengan angka kematian mencapai 9%. Belum lagi, menurut beberapa ahli, Indonesia belum mencapai titik puncak penyebaran karena tidak efektifnya anjuran social distancing dan tidak jelasnya peraturan tentang pembatasan wilayah. Menurut peneliti dari Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Menular (CMMID) London, Inggris bahkan menyatakan bahwa ada puluhan ribu kasus yang tidak terdeteksi di Indonesia. Entah valid atau tidak, namun yang pasti kita harus-mesti-kudu hati-hati akan peringatan tersebut.

Covid-19 tidak hanya membuat sektor medis kelabakan. Sektor bisnis pun juga ikut-ikutan melemah dengan anjloknya pasar dan daya beli yang semakin turun. Kalau sudah begini, bukan lagi perusahaan besar yang terkena imbas. Bisnis kecil-kecilan macam UMKM juga akan merasakan dampak hebatnya disrupsi pandemi ini.

Hal ini menjadi perhatian bagi kami yang berkecimpung di dunia industry kreatif. Kami banyak sekali menerima keluhan dari para pengelola brand (brand manager), tentang bagaimana sulitnya mendapat customer, bahkan ada beberapa brand yang memilih untuk menutup bisnisnya sementara waktu karena angka penjualan yang tidak memuaskan. Tentunya, ini menjadi pukulan bagi kita semua.

Pandemi memang bukan sesuatu yang bisa kita duga. Hal inilah yang menyebabkan kita harus beradaptasi dengan cepat, sehingga kita nggak harus makin terpuruk. Begitupun dengan media sosial. Belakangan, tren media sosial sedangnya banyak-banyak membahas tentang covid-19. Meskipun jadi kelihatan begitu seragam, namun justru ini menjadi topik yang pernting untuk dibahas. Di kesempatan seperti saat ini, it’s okay to be mainstream.

Coba bayangin, apabila kamu memutuskan untuk tetap menaikkan konten-konten yang berbanding 180 derajat dengan anjuran social distancing, apa respon yang akan kamu dapatkan? Misalnya nih, kamu sedang mengelola suatu bisnis F&B, alih-alih membuat konten tentang pentingnya mencuci tangan, atau konten tentang upaya apa aja yang sudah kamu lakukan untuk menjamin kebersihan dan keamanan di restoran, kamu malah bikin promo diskon untuk dine-in atau acara ngumpul-ngumpul. Udah gitu, kamu ads pula. Nah, konten yang kayak gini nih yang bakal jadi sasaran empuk hujatan warganet.

Untuk mengakali tren media sosial para brand supaya nggak terlalu boring, tapi juga aman dari sasaran makian warganet, Ogilvy punya solusinya. Lewat rilis bertajuk ‘Covid-19: How to Communicate in Turbulent Times’ dan ‘What Does Coronavirus Mean for Brands on Social Media’, Ogilvy menerangkan bagaimana kita harus tampil di media sosial tanpa perlu menyajikan konten yang bisa bikin orang-orang ke-trigger sendiri. Penasaran apa aja sih strateginya? Yuk, kita bahas satu persatu!

Mari mulai dengan rilis pertama yang berjudul ‘Covid-19: How to Communicate in Turbulent Times’. Lewat rilis ini, Ogilvy ingin menjelaskan bahwa teknik komunikasi yang baik wajib untuk diaplikasikan, khususnya di masa-masa pandemi ini. Sebagai pengingat, sebagai orang yang berada lekat dengan media sosial dan bidang sales-marketing, kita bukanlah pekerja medis. Kita nggak bisa banyak berbicara tentang hal medis-kecuali kalau kamu memang sedang meng-handle brand yang bergerak di bidang kesehatan dan memiliki narasumber yang terpercaya untuk memberikan info kepada audience. Kita hanyalah komunikator yang punya akses untuk bisa berbicara, mengajak dan memberi contoh kepada masyarakat lewat akun media sosial yang kita miliki.

Menurut rilisan Ogilvy ini, terdapat 5 prinsip komunikasi yang bisa kita gunakan di tengah-tengah krisis seperti ini, yaitu:

- Determine (who needs to know what). Sebelum kamu memastikan bahwa customer dan audience kamu merasa aman akan jaminan mutu yang kamu berikan, kamu mesti pastikan bahwa langkah-langkah pencegahan penyebaran covid-19 sudah kamu terapkan kepada para pekerja. Artinya, sebelum kamu mengkomunikasikan bahwa brand kamu peduli akan kebersihan dan kesehatan customer, penting bagi kamu untuk memastikan bahwa staf kamu merasa aman dan terlindungi.

- Refine your messaging. Empati adalah kunci keberhasilan strategi bermedia sosial di tengah masa krisis. Untuk itu, coba cek lagi tone caption-mu atau caramu merangkai kata kepada audience. Lewat tahap ini, kamu bisa tunjukkan upaya apa aja yang sudah kamu lakukan demi menjamin kenyamanan dan keamanan customer.

- Inform your constituencies. Ingat peringatan kami sebelumnya? Jangan mentang-mentang situasi sedang panik-paniknya, lantas kamu ingin menjadi pusat atensi dan memberikan informasi bodong. Di tengah situasi panik, terdapat celah besar di mana masyarakat bisa bias, dan mudah menerima informasi tanpa disaring terlebih dahulu. Hal yang mesti menjadi perhatian kita adalah: jangan sampai memberikan informasi palsu. Terkhusus bagi para content creator, yuk berikan pengaruh yang baik dengan tidak menyebarkan hoax.

source: https://kumparan.com/miss-kepo/selebgram-dinda-shafay-dihujat-netizen-dianggap-sok-tahu-tentang-virus-corona-1t4yJ7zq4XC

- Values (focus on your value). Kami percaya bahwa setiap brand memiliki filosofinya masing-masing. Meski terdengar oportunis, namun ini adalah saat yang tepat bagimu untuk menunjukkan value apa yang ingin kamu bawa dan tunjukkan kepada masyarakat. Value tersebut bisa kamu ejawantahkan dalam program CSR misalnya, atau memberikan kemudahan pada customer untuk menjangkau produk/jasamu. Poin yang satu ini, kita simpan untuk dibahas di bawah yah. ;)

- Evaluate throughout the process. Kalau sudah mengikuti ke-empat strategi tadi, ini waktunya untuk evaluasi! Perhatikan dan dalami insight yang kamu dapat dari Instagram Ads dan Facebook Ads. Coba lihat, mana konten yang paling banyak diminati dan mendapat respon yang bagus. Insight ini bisa kamu jadikan bahan evaluasi untuk menciptakan konten-konten selanjutnya.

Nah, jika sudah memahami lima prinsip berkomunikasi ini, mari bergeser ke pemahaman selanjutnya, yaitu pengaplikasian social media activation melalui 5 strategi dari Ogilvy. Menurut Renata Mittnach selalu Associate Director, dan Carly Gibson selaku Strategist yang menulis rilis Ogilvy berjudul ‘What Does Coronavirus Mean for Brands on Social Media’, terdapat 5 strategi efektif yang dapat kamu aplikasikan pada media sosial brand-mu, di antaranya adalah:

- Listen First

Mendengar dan menganalisa apa yang tengah menjadi atensi, termasuk menelaah mana konten yang direspon baik oleh audience menjadi hal pertama yang bisa kamu lakukan.

Coba inget-inget deh, apa aja sih yang jadi kegelisahan kita dari kemaren. Misalnya nih, kemaren kita sempat heboh dan panic buying. Atau, di masa-masa social distancing kayak gini, tapi masih aja ada orang-orang yang keluyuran. Bikin sebel nggak sih?

Nah, di sinilah tugas kamu sebagai pengelola brand untuk kasih ajakan ke masyarakat. Sebagai contoh, kamu bisa mempopulerkan tagar #dirumahaja dan mengedukasi masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan. Sembari mengingatkan, kamu bisa mengalihkan aktivitas offline ke online. Untuk bisnis F&B, kamu juga boleh lho mempromosikan promo free delivery atau promo diskon di aplikasi ojek online.

Kami yakin banyak brand yang pada akhirnya memaksimalkan media sosialnya agar tetap eksis. Supaya radar kamu terdeteksi oleh audience yang lebih luas, kamu bisa gunakan/tambahkan hashtag berikut ini di caption: #coronavirus #covid19 #flattenthecurve #socialdistancing #dirumahaja #workfromhome #QuarantineAndChill #stayhome #stayhomesavelives #IStayHome #WashYourHands

- Be Sensitive

Karena pesan social distancing semakin gencar dilakukan oleh pemerintah, maka akan lebih bijak apabila brand-mu juga menyuarakan hal yang sama.

Coba perhatikan content planning kamu selama sebulan ke depan, adakan yang tidak sesuai dengan anjuran social distancing atau berkebalikan 180 derajat dengan covid-19? Ada baiknya bila kamu mengubah planning feeds Instagram untuk brand yang kamu kelola. Untuk lebih bersimpati , cobalah buat konten yang align dan relate dengan apa yang tengah menjadi pembicaraan. Setidaknya, ada beberapa hal yang mesti kamu perhatikan sebagai brand manager. Kira-kira, mana aja yang sudah kamu lakukan?

source: Ogilvy

- Be Transparent

Nggak cuma pemerintah aja yang ditagih untuk sebisa mungkin transparan, janji brand untuk selalu memberikan yang terbaik kepada audience juga bakal ditagih.

Di tahap ini, kamu bisa kabarkan kepada audience perihal upaya apa aja yang udah kamu lakukan. Kabarkan juga tentang tindakan yang kamu ambil untuk menjamin keamanan pekerja dan customer. Untuk bisnis F&B misalnya, buatlah konten yang menerangkan kalau kamu menyediakan sanitasi yang proper, hand-sanitizer, atau menjamin pekerja dicek suhunya terlebih dahulu sebelum bisa masuk kerja.

- Adapt Your Strategy

Ketika semuanya lagi #dirumahaja, lalu apa yang bisa kamu perbuat untuk tetap bisa menarik minat customer? Yep, delivery service!

Sama seperti pembahasan sebelumnya, berpindah dari offline ke online bakal menjadi opsi yang tepat untuk brand-mu. Coba perhatikan gambar berikut:

source: Ogilvy

Gambar ini menunjukkan perpindahan aktivitas offline menuju online. Jika tadinya kamu berfokus pada kegiatan event, beriklan dengan media OOH (Out of Home), maka di kesempatan kali ini ada baiknya kamu melipir ke media-media yang bisa diakses secara online, seperti media sosial, TV/online TV, atau podcast.

Namun, beberapa brand mungkin nggak bisa memindahkan jasanya ke online juga, tapi bagi kamu yang masih bisa menggunakan opsi delivery, ini bisa jadi alternatif untuk mendukung anjuran social distancing. Kamu bisa juga kasih promo Free Delivery atau promo hemat yang menguntungkan bagi customer.

- Rise to the Occasion

Mengendalikan musibah sebagai kesempatan untuk menaikkan sales sama sekali tidak beretika. Namun, bersimpati dan melakukan sebisamu untuk masyarakat demi meraih atensi gak selamanya salah kok.

Brand-brand seperti New Balance atau Wardah misalnya. Beberapa hari lalu, New Balance mengumumkan kalau mereka akan berkontribusi dan menyediakan APD bagi petugas medis. Wardah juga dikabarkan telah menyumbangkan dana fantastis sebesar 40 Milyar Rupiah untuk menangani covid-19.

Yah, kalo kamu gak bisa kasih kontribusi sebesar mereka, kamu tetap bisa stand out kok. Yang penting berusahalah bersimpati dengan keadaan krisis yang terjadi saat ini. Contohnya Nike. Dengan copy idea yang keren, Nike juga bisa bikin iklan yang keren lho!

Keyword dari strategi media sosial di masa pandemi sebenarnya hanya satu: empati. Sembari tetap eksis dan berusaha mendapatkan untung dari sales, jangan lupa untuk memosisikan diri sebagai pihak yang dekat dan relate dengan audience. Nah, kira-kira strategi nomor berapa yang udah kamu jalankan, teman-teman brand manager?

--

--