Anak Anak Muda Yang Bekerja Dengan Sistem Koperasi

anis saadah
InnoCircle
Published in
4 min readAug 18, 2019

Di mata kami generasi millennial, koperasi tidak terlihat seperti perusahaan, tidak pula sesuatu yang bisa dibanggakan di sosmed dan mendapat banyak likers. Di mata kami, koperasi selalu muncul di fitur SMS yang berisi spam dan menawarkan bunga pinjaman sangat murah.Di mata kami, koperasi muncul dengan kasus penipuan, melarikan uang nasabah, bikin ilfeel dan hati misuh misuh.

Apa yang kami baca dan segala ujaran baik mengenai koperasi dari para guru saat kami di bangku sekolah kini semua ambyar.

Jika tidak ada lagi anak muda di koperasi, bisa jadi sepuluh tahun mendatang koperasi masuk dalam narasi sejarah dan tercetak dalam bingkai foto museum. Tentu Indonesia masih tetap berdiri kokoh dengan kapitalisme yang semakin menggurita. Namun, penulis mengamati sistem ini hanya menguntungkan segelintir orang, yang terlihat hanya merusak lingkungan dan menguntungkan segelintir saja.

Koperasi Menghadapi Ekonomi Digital

Untuk percepatan pertumbuhan koperasi, kita tidak bisa menggunakan cara lama, satu satunya jalan adalah beradaptasi dengan cara baru.Kita tidak bisa mengharapkan bergabungnya anak anak muda jika model yang ditawarkan seperti koperasi di atas.

Apa yang dihadapi oleh koperasi hari ini adalah model sharing economy atau ekonomi berbagi dan menjadi tantangannya untuk beradaptasi dan berinovasi.

Hari ini teknologi ditempatkan dalam jantung perekonomian yang berbentuk perusahaan platform atau startup, seperti perusahaan GoJek,AirBnB, Traveloka dan lain sebagainya. Konsep dibalik perusahaan platform tersebut adalah ekonomi berbagi. Dimana akses sumberdaya berasal dari berbagai pihak yang membuat layanan / produk menjadi jauh lebih efisien. Sehingga kita menyebut bahwa Gojek perusahaan transportasi terbesar tanpa memiliki kendaraan satupun, atau AirBnB perusahaan hotel terbesar tanpa memiliki satu kamar pun.

Keberhasilan perusahaan startup di atas dalam waktu yang cepat menjadi daya tarik bagi anak anak muda Indonesia memilih startup sebagai pilihan karir mereka, dan mulai terbentuk beragam ide inovatif yang menyelesaikan persoalan masyarakat dengan inovasi digital. Hal ini yang membawa Indonesia bertengger di urutan kelima startup world ranking dengan jumlah 2323 startup. Namun perlu diketahui bahwa retensi kegagalan startup di Indonesia sebesar 98%, yang berarti ada hal yang rapuh yang perlu diperhatikan.

Rapuhnya ekosistem startup saat ini terlihat dari founder startup yang tidak mempedulikan profit. Yang menjadi hal terpenting founder startup adalah growth dan metric, yang kemudian akan mereka presentasikan kepada Venture Capital, sehingga mendapatkan pendanaan series A,B,C,D,E,F hingga IPO.

Hal ini menjadi tidak sehat dalam bisnis, founder tidak mempedulikan apakah ada orang yang akan membayar dari layanan/produk startup yang disediakan. Sedangkan idealnya adalah bisnis startup secara real bisa beroperasi sebagai perusahaan yang sustainable.

Anak Muda Yang Berkoperasi

Anak muda berkoperasi terafiliasi dalam koperasi mahasiswa yang sudah berdiri sejak 1981 ataupun koperasi siswa yang keduanya sering kita jumpai dibangku SMA dan Kuliah. Tetapi keduanya tidak menjadi magnet bagi anak muda bergabung di dalamnya. Penulis mengamati dua model koperasi tersebut hanya unit kegiatan mahasiswa atau siswa, bukan koperasi sebagai perusahaan yang dimiliki kolektif dan dikelola secara berkelanjutan.

Dari dua case permasalahan diatas, yakni perlunya koperasi beradaptasi dan berinovasi dan rapuhnya ekosistem startup kita bisa menggabungkan kedua DNA nya menjadi satu model baru inovatif.

Yakni Koperasi Startup atau Startup Coop. Startup, perusahaan rintisan yang sarat akan teknologi,scalable dan tumbuh secara cepat menjadi solusi bagi koperasi melibatkan anak anak muda. Sedangkan Koperasi, membawa nilai nilai dalam tata kelola perusahaan dalam kepemilikan, demokratisasi suara, maupun berbagi resiko menjadi solusi bagi rapuhnya startup.

Innocircle Initiative selaku lembaga inkubator startup coop dan ecosystem builder startup coop saat ini berhasil meng inkubasi tenant menggunakan tata kelola koperasi pekerja. Startup coop digital yang diinkubasi telah melibatkan puluhan anak muda baik mahasiswa, siswa SMK maupun fresh graduate dalam mengelola startup coop. Dan yang tergabung di startup ini tidak hanya sekedar aktivitas tetapi sebagai bisnis yang akan mereka kelola secara jangka panjang, Adapun beberapa tenant yang sudah kita inkubasi seperti :

Pertama, Pedihelp.id , platform yang menyediakan jasa pertukangan, kebersihan dan renovasi rumah. Startup ini melibatkan tukang tukang bangunan dan serta mengedukasi tukang yang masih banyak tidak teredukasi dalam pengerjaan nya. Pedihelp berdiri sejak tahun 2017 dan hingga saat ini telah melayani ratusan pelanggan. Team yang tergabung sebanyak 5 orang dengan 20 tukang.

Kedua, Beceer.com platform penyedia jasa antar belanja sayuran,buah dan lauk dengan target ibu rumah tangga maupun wanita karier yang tidak sempat belanja di pasar tradisional.Beceer yang memiliki team manajemen 4 orang dengan mitra 20 pedagang sayur di Banyumas dengan jumlah downlod sebanyak 2000 user.

Saat ini innocircle.id juga meng inkubasi Bookcircle.id, sewaa.in, technovation, dan lain sebagainya yang akan terus tumbuh dan meluas dari berbagai sektor ekonomi kreatif.

Inkubator startup coop perlu di duplikasi di berbagai kota dalam percepatan inovasi koperasi di Indonesia dan terbentuknya ekosistem dalam menggandeng beragam komunitas terhubung dengan koperasi.

--

--

anis saadah
InnoCircle

Imagination Is More Important Than Knowledge -Albert Einstein | Cooperator | Social Enterpreuner