Perbedaan Prototype dan MPV

Aef Setiawan
InnoCircle
Published in
5 min readJan 29, 2019
Photo by José Alejandro Cuffia on Unsplash

Untuk yang bergelut di dunia startup atau teknologi, pasti tidak asing dengan kata prototype dan Minimum Viable Product (MPV). Prototype atau purwarupa adalah bagaimana kita memvisualisan gagasan kita agar lebih jelas, sehingga orang lain bisa memberikan masukan dan komentar yang lebih tepat dan komprehensif atas gagasan yang kita buat. Sementara MPV adalah bagaimana kita membuat suatu produk dengan jumlah atau jenis fitur yang cukup untuk menyelesaikan masalah konsumen sehingga kita bisa mendapat feedback (masukan) yang memadai untuk pengembangan produk selanjutnya.

Baik prototype dan MPV adalah dua hal yang berbeda, tapi saya sering menemui orang yang menganggap keduanya sama. Atau minimal bingung membedakan apa itu prototype dan apa itu MPV. Atau dalam konteks startup, orang jadi bingung kapan waktu bikin prototype dan kapan seharunya bikin MPV. Nah, disini saya akan tulis perbedaan antara prototype dan MPV yang saya sarikan dari apa yang saja baca dan praktikan sejauh ini. Semoga sedikit membantu.

Oh, ya tulisan ini sedikit panjang karena terdiri dari 11 pembahasan. Nah saya sarankan kamu install pocket.com di smartphone mu, aplikasi ini bisa menyimpan link dan menyediakan fitur read later. Jadi, kamu bisa save link tulisan ini dan bisa kamu buka lagi kapan saja. Oke, kita mulai ya.

Tujuan penggunaan

Kita mulai dari tujuan penggunaan ya. Apasih tujuan penggunaan dari Prototype dan MPV itu? Nah, ini hal fundamental yang kudu diketahui semua tim di startupmu. Kalau prototype tujuan penggunaannya (purpose) adalah untuk mengujicoba segala kemungkinan dan membuktikan konsep yang kamu buat.

Misal, kamu mau bikin startup bengkel online dimana orang tidak perlu lagi datang ke bengkel untuk memperbaiki motor. Tapi mekanik bengkelnya yang datang memperbaiki motor di rumahmu. Nah seorang founder membuat prototype untuk memvisualisasikan gagasannya dengan fitur lengkap. Misal ada fitur rating mitra dan user, fitur chating, fitur e money dll.

Sedangkan MPV bagaimana kita mendapat masukan yang maksimal dan valid dari konsumen tentang produk dengan upaya minimal. Prinsip dasar kenapa kita harus bikin MPV adalah kita nggak tau apa yang dipengenin oleh user kita apa sebenarnya. Apa yang ada di kepala kita, semuanya asumsi. Maka harus dites dulu, bener nggak nih asumsinya.

Contoh, startup bengkol tadi model MPV nya cukup Nomor WhatsApp dan 5 mitra bengkel di kawasan Purwokerto Timur misalnya. Maka founder mencari pengguna pertama (early adopter) di wilayah Purwokerto Timur yang mau make jasa startupnya. Setelah dapat satu atau dua pengguna, tim founder minta masukan (feedback) dari jasa yang dibuat. Feedback itulah yang jadi modal untuk ngembangin produk selanjutnya seperti apa.

Lho trus prototypenya buat apa? Baca sampai bawah ya nanti insyaallah paham.

Fokus Penggunaan

Prototype dibuat fokusnya untuk dipresentasikan dihadapan stakeholders. Misalnya dalam case pedihelp prototype untuk dipresentasikan di hadapan mentor di inkubatornya biar bisa diterima. Atau dihadapan calon investor, siapa tau ada yang minat. Jadi, prototype dibuat sebagus dan se-real mungkin agar stakeholder paham tentang apasih yang lagi saya bikin.

Sementara MPV fokusnya sudah masuk tahap pembuatan product development. Kalau hari ini masih pakai WhatsApp, tapi minggu depan MPVnya sudah pake website, dan tahun depan sudah ada versi Androidnya.

Jumlah Feature

Apa aja sih fitur yang harus ada dalam prototype? Ya, gak ada batasan tergantung sejauh apa konsep kalian dan semampu apa kalian membuatnya. Mau 10, mau 20 atau 50 fitur why not kalau sanggup bikin. Tapi nanti kalau jadi MPV fitur-fitur yang seabreg itu bisa dibuang, karena MPV hanya menggunakan fitur dan fungsional tergantung value apa yang mau diberikan pada konsumen.

Kalau aplikasinya cuma butuh 2 fitur, ya why not. Wong butuhnya cuma itu. Masih mbulet? Baca terus sampe bawah ya.

Tujuan Pembuatan

Prototype biasanya didesign atau dibuat untuk sekelompok kecil orang atau stakeholder. Misal kamu pengen nunjukin prototypemu buat teman sekelas atau teman satu organisasi, gagasanmu yoi gak sih. Atau untuk calon mentor dan investor, mereka tertarik gak.

Sementar kalau MPV dibuat untuk sejumlah segmen pasar yang kita target. Dalam bahasa startup adalah pengguna pertama (early adopter). Misal pengguna pertama saya adalah kelas menengah di Purwokerto dengan jenis pekerjaan white collar. MPV saya design untuk mereka.

Jenis Feedback

Untuk membuat sesuatu yang bagus kita butuh feedback, atau masukan dari orang lain. Nah, kalau prototype jenis masukan yang kita butuhkan adalah untuk pengayaan atau penguatan konsep yang kita buat. Kita butuh masukan yang bisa membuat konsep kita jadi lebih matang, dan lebih hebat.

Sementara kalau MPV jenis feedback yang kita butuhkan adalah fitur produk dan fungsinya. Dari mana kita dapat ini? Ya dari konsumen kita. Apapun feedback dari mereka kita denger, kita catat. Semakin banyak feedback semacam ini, maka kita akan terhindar dari bikin fitur yang gak mereka butuhin.

Kebutuhan Tambahan

Biar produk konsep kita bisa dipahami dengan jelas, maka prototype kita bisa ditunjang dengan video, motion graphic, presentasi yang menarik atau alat apa saja yang kira-kira bisa membuat orang lebih paham tentang produk yang kita buat. Sementara MPV cukup sebuah fungsi dasar dari sebuah produk itu untuk apa bagi orang yang menggunakan. Tampilan designnya tidak harus ciamik, tapi dia bisa berfungsi dengan baik untuk membantu menyelesiakan masalah user.

Value

Prototype berfungsi untuk memberikan janji value atau kebermanfaatan apa yang akan diberikan kepada calon konsumen. Jadi kalau saya bikin prototype dan dipresentasiin di hadapan sekelompok orang, saya bisa memberikan janji kepada mereka apa saja mamfaatnya jika saya membuat produk ini nanti. Sementara MPV memberikan kebermafaatan awal yang bersifat nyata bagi ornag yang jadi user. Saya misalnya memberikan manfaat awal yang nyata cukup melalui WA dulu.

Waktu Pembuatan

Prototype dibuat saat model bisnis dan produk kita belum terbukti, gak punya cukup duit, dan kita juga belum sama sekali apa saja resikonya. Jadi, kalau kita punya ide bikin startup ya tinggal bikin aja prototypenya, toh bikin kaya gituan kalau bisa bikin sendiri gak perlu keluar duit. Sekarang banyak sekali tools yang bantu kalian bikin prototype.

Nah, sebaliknya MPV dibuat setelah bisnis model nya sudah mulai kelihatan dan ada buktinya. Terus kita juga punya cukup dana untuk meluncurkan itu ke pasar. Serta resikonya juga sudah bisa kita ukur seberapa besar. Kita sudah punya dana untuk ngembangin produk, untuk biaya marketing dan lain sebagainya.

Uji Coba

Sebuah prototype dibuat untuk mengujicoba kebutuhan pasar. Kira-kira kalau bikin marketplace tenaga kerja low skill orang Purwokerto pada butuh gak yah hari ini. Kalau bingung, ya bikin trus diujicoba dan lihat reaksi orang-orang. Kalau positif ya berada ada tuh yang butuh.

Sementara MPV dibuat untuk menyelesaikan masalah konsumen kita. Jadi pas bikin MPV kita sudah tau apa aja sih pain dan gain calon konsumen kita. Jadi outputnya dari MPV sudah product solution. Bukan test kebutuhan pasar lagi.

Pendapatan

Prototype biasanya gak dijual, jadi gak bakal dapat duit. Tapi beda cerita kalau emang kamu kerjaannya jualan prototype, hehe. Jadi, kalau bikin prototype yang kamu uji adalah seperti masalah yang tak sebutin sebelumnya, menjelaskan ide atau menguji pasar. Bukan untuk jualan. Tapi bagaimana kalau dapat investasi? Investasi bukan pendapatan kali.

Nah, sebaliknya MPV bisa menghasilkan duit ketika dijual ke pengguna pertama (early adopter). Kita tawarkan produk MPV kita, dan mereka beli, trus kita dapat pemasukan.

--

--