Can Netizen Do Their Own Magic?

Bekerja di platform online crowdfunding, terutama di bagian PR, buat saya gak cuma memantau orang-orang yang perlu dibantu tapi juga bagaimana warganet menyikapinya. Keyword “Please Do Your Magic” kemudian muncul. Seolah cukup dengan menyebarkan satu cuitan serta menyertakan keyword tersebut, orang bisa dapat dengan instan terbantu. Tapi percayakah kekuatan warganet mampu wujudkan “keajaiban” tak hanya di dunia maya namun juga nyata?

Dara Puspita
Inside Kitabisa
5 min readJun 25, 2019

--

#orangbaik jangan kalah berisik

The Trend of Virality

Makin bebasnya orang dalam menyebarkan informasi sebenarnya sudah sejak lama kita rasakan. Namun semakin ke sini, semakin mudah seseorang membuat ramai suatu topik. Mungkin karena makin mudah pula warganet “dicekoki” topik yang lewat di linimasanya. Mau relevan atau tidak, semua orang seolah mau aja skimming apapun yang muncul di gawainya.

Selama saya bekerja di platform crowdfunding ini, saya ikut mengamati apa yang jadi trend baik di offline terutama di online. Bagaimana membuat fenomena kebaikan yang terjadi di dunia maya mampu diwujudkan di dunia nyata adalah yang berusaha dilakukan platform ini.

Uniknya, tidak jarang kita temui cuitan akun-akun yang menyebarkan tentang sosok/isu yang ingin dibantu dibarengi dengan tagar/keyword “Please Do Your Magic”. Seolah dunia maya punya dukun yang dapat mengabulkan keinginan mereka dalam satu cuitan. Bentuk marketingthumb to thumb” yang menggantikan “mouth to mouth” ala online media kemudian terjadi. Cukup dengan ratusan sampai ribuan share kurang dari sehari, satu topik dapat disebut viral. Virtual Empathy.

When Netizen is Begging for A Magic

Sebagai PR dari platform ini, saya melihat “Please Do Your Magic” sebagai salah satu bentuk viral loop yang cukup berhasil. Karena tiap kali ada cuitan/thread yang memunculkan banyak empati, orang-orang gak absen untuk langsung mention ke akun kitabisa. Once the thread gets viral, the viral loop effect gets massive.

Namun di sisi lain, ini seolah juga jadi bukti kalau Kitabisa belum cukup berhasil menjadi pilihan warganet untuk langsung bikin galang dana ketimbang bikin viral dulu. Seringkali tweet yang disebar tidak berujung aksi apapun. Kalau diilustrasikan di dunia nyata: saat seseorang liat orang lain kecelakaan, orang tersebut lebih memilih upload dulu ke media sosial, berharap ada yang ngebantu duluan ketimbang langsung ngebawa korban kecelakaan itu ke rumah sakit.

Lantas dengan situasi tersebut apakah salah?

Tidak akan salah kalau orang yang melihat kejadian tersebut punya pertimbangannya sendiri. Tidak akan salah jika orang yang “tergerak” untuk membantu langsung turun tangan. Tidak akan salah selama benar-benar ada orang yang langsung bergerak untuk membantu.

Untuk itu Kitabisa selalu berupaya menanggapi dengan cepat situasi tersebut. Kitabisa bantu menghubungkan orang yang ingin membantu. Helping people to help people.

Untuk menghubungkan orang yang ingin membantu dan terbantu pun bukan proses yang mudah. Mengingat Kitabisa hanyalah platform, kami miliki keterbatasan untuk menjangkau cerita-cerita yang memang harus dibuktikan secara langsung kebenarannya. Di situlah sebenarnya peran warganet untuk wujudkan keajaibannya.

Tapi tidak semua warganet memahami itu. Tidak semua warganet menyadari bahwa ibarat pertunjukkan sulap, bukan Kitabisa yang menjadi pesulapnya. Kitabisa hanyalah topi yang dijadiin medium pesulap untuk ngeluarin trik sulapnya.

Ilustrasi

Without Begging, Netizen Actually Can Do The Magic

Memang tidak jarang saya temukan thread yang dibuat salah satu warganet yang hanya memunculkan virtual empathy tanpa ada wujud nyata. Kalau dipikir-pikir lagi, sayang sekali kebaikannya hanya berputar di linimasa dan empatinya hanya bisa dirasakan dalam 5–15 menit.

Saya punya buktinya bahwa ada aksi nyata yang terwujud bermula dari dunia maya. Bukan dengan cara menunggu keajaiban itu datang melainkan memang ada usaha untuk membantu. Ini dia orang-orang yang terbantu karena kekuatan warganet.

Adit, Pemain Bola yang Sempat Menyerah dengan Mimpinya

kitabisa.com/bantuadityaamputasi

Adit Eks Persib U-17 suatu hari diceritakan melalui cuitan temannya bahwa kakinya harus segera diamputasi. Pertama kali baca thread-nya yang terbayang di benak saya: bagaimana rasanya kehilangan organ tubuh yang kita paling senangi dan kita andalkan untuk kejar impian?

Ribuan respon masuk. Bahkan setelah dibikinkan galang dana, kabar Adit muncul di beberapa media online dan teman-temannya pun makin semangat untuk membantu berikan harapan lagi pada Adit. Dana yang masuk mampu membuat Adit jalani operasi dengan baik dan mendapatkan kaki palsu. Bahkan donasi yang tersisa pun diberikan Adit kepada rekan pesepak bola yang bernasib sama dengannya.

Siapa bilang kehilangan satu kakinya membuat sirna semangat Adit dalam bermain bola? Adit sekarang sudah ikut club bola lagi, loh.

Simak ceritanya di sini: https://www.instagram.com/p/BzIWRqTB-i2/?utm_source=ig_web_button_share_sheet

Nabila: Harus Cari Rongsokan Dulu, Baru Bisa Beli Sepatu

kitabisa.com/sepatuuntuknabila

Kekuatan warganet juga dibuktikan dari kisah Nabila. Nama Nabila ramai disebut di linimasa setelah videonya bersama temannya memperdebatkan sepatu muncul. Di video tersebut Nabila berusaha menunjukkan bagaimana sulitnya ia miliki sepatu karena keterbatasan ekonomi.

Setelah tautan laman galang dananya disebar, hanya dalam beberapa jam donasi yang terkumpul melebihi target. Bahkan yang awalnya galang dana ditujukan untuk membeli sepatu, berkat kamu, donasi yang masuk cukup untuk biaya pendidikan Nabila sampai beberapa tahun ke depan.

Julian, Si yang Gak Mau Ngerepotin Ibunya

kitabisa.com/julianharussekolah

Suatu hari foto seorang bocah tertidur di depan minimarket ramai jadi perbincangan orang-orang di linimasa. Namanya Julian. Julian diketahui tertidur karena kelelahan abis kerja menjadi tukang parkir. Bukan tanpa alasan, Julian bekerja karena mau membantu ringankan Ibunya terutama untuk biaya sekolahnya. Ceritanya banyak menggugah banyak orang karena melihat semangat Julian sungguhlah luar biasa.

Kitabisa untuk pertama kalinya ber-eksperimen. Kita mau coba flow yang biasa dilakukan warganet: buat viral lalu bikin galang dananya. Nyatanya flow itu berhasil. Alur yang kalau dipikir di logika tidak masuk akal. Cuitan kami tentang kisah Julian menimbulkan banyak respon dari warganet. Kurang dari sehari, donasi yang masuk pun lebih dari puluhan juta.

Lagi-lagi warganet membuktikan bahwa mereka adalah magician sesungguhnya. Donasi yang terkumpul mampu melunasi biaya sekolah Julian sampai tiga tahun.

Update by Sekolah Relawan di kitabisa.com/julianharussekolah

Mungkin empati yang biasa berputar di linimasa selama 5–15 menit, waktunya bisa kamu mulai pakai untuk investasi waktu yang lebih lama lagi. Kurang dari 5 menit kamu berdonasi di Kitabisa atau membantu secara langsung orang yang kamu temui di linimasa, dampaknya bisa berkali-kali lipat lebih lama lagi seperti kisah orang-orang di atas.

Bahkan ada lebih banyak lagi kisah orang-orang yang terbantu karena orang baik kayak kamu memutuskan untuk gak kalah berisik.

So, Netizen, do you believe now you can do the magic by your own?

--

--

Dara Puspita
Inside Kitabisa

The one whose head is full of words. You might wanna hear it on Podcast Sebelum Pulang.