5 Pekerjaan di masa lalu yang membantuku menjadi designer yang lebih baik — Jessica Phan

Dwinawan
Insight
Published in
6 min readAug 3, 2016

--

Aku sadar bahwa perjalananku menjadi designer cukup unik. Kalian tahu?, jalur yang dulu pernah aku ambil sangat jauuuuuuh dari dunia design.

Sangat tidak menarik untuk dicantumkan di CV seorang designer yang bekerja di Silicon Valley. Tapi, setelah mengingat kembali, aku merasa sangat bersyukur.

Dari umur 16–21 aku memiliki 5 pekerjaan,

  1. Umur 16, aku menjadi asisten instruktur di Kumon Learning Center
  2. Umur 17, aku menjadi pelayan di Golden Corral Buffet.
  3. Umur 18, aku menjadi pekerja perakit mobil di NUMMI, sebuah pabrik mobil.
  4. Umur 19, aku menjadi semacam “Ibu Kos” di asrama untuk mahasiswa/i Universitas San Jose.
  5. Umur 20, aku menjadi Kepala Bidang Komunikasi di Universitas San Jose.

Kelima tempat itu membantuku untuk berempati dengan orang-orang. Membuatku mengerti apa yang mereka inginkan, butuhkan, dan apa yang memotivasi mereka.

Semua hal itu sangat membantu seorang designer untuk membuat User Experience yang lebih baik.

Dan…. berikut adalah pelajaran yang aku dapatkan dari tiap-tiap pekerjaan…

1. User seperti anak TK yang mudah teralihkan perhatiannya

Saat berumur 16, aku bekerja di Kumon Learning Center sebagai asisten instruktur untuk anak-anak TK. Saat itu, tantangan terbesarku adalah membuat anak-anak lucu ini fokus belajar membaca. Karena, perhatian mereka sangat mudah teralihkan oleh hal lain, entah itu mainan, buku gambar atau yang lainnya.

Lalu, aku punya ide untuk menyembunyikan benda benda itu. , sehingga yang bisa mereka lihat hanyalah buku yang harus mereka baca.

Seperti seorang balita, user sangat mudah teralihkan perhatiannya dari beberapa hal disekitarnya.

Jika kalian ingin membuat user lebih fokus, maka sembunyikan hal yang tidak perlu.

Contoh:
Tempatkan Action Button atau CTA Button di tempat yang mudah terlihat, Jika ada elemen lain yang penting, maka buatlah menjadi sangat terlihat. Dengan seperti itu user akan tahu apa yang harus dilakukan.

2. Seperti pengunjung restoran, User cenderung tidak sabar

Saat berumur 17, aku bekerja di Restoran Golden Corral, sebagai pelayan. untuk menambah tabungan sebelum masuk kuliah.

Saat menjadi pelayan, aku menemui banyak tipe pengunjung. Diantaranya memiliki kesamaan. Mereka tidak sabar.

Saat mereka datang dan duduk, mereka selalu memanggil manggil dan meminta makanan pembuka. Bahkan sebelum aku memperkenalkan diri sebagai pelayan. *Di restoran ini setiap pengunjung akan mendapatkan makanan pembuka berupa roti secara gratis.*

Lalu, kami mencoba melakukan eksperimen. Saat pengunjung datang, kami segera mendatangi mereka, sambil membawa roti dan langsung memberikannya setelah mereka duduk.

Dengan cara seperti ini, pengunjung menjadi lebih sabar.

Ya, seperti seorang pengunjung. Sebagian user cenderung tidak sabar, mereka ingin diberi makanan sesegera mungkin.

Untuk memuaskan mereka, kita perlu memberikan apa yang mereka inginkan sebelum mereka meminta.

Contoh:

  • Menyediakan autocomplete di bagian input text pencarian.
  • Merekomendasikan sesuatu yang mereka sukai, sehingga mereka tidak perlu mencari-cari (Jika website/app nya tentang video, online shop, makanan, etc)

3. Seperti pekerja pabrik, User memiliki kebiasaan dari apa yang biasa dilakukan

Saat berumur 18, aku bekerja di Pabrik NUMMI, merakit Toyota Camry dan Pontiac Vibe. Pabrik itu sangat mengagumkan, karena mampu memproduksi 6000 kendaraan setiap minggu.

Angka 6000 bisa dicapai karena pabrik ini memiliki proses yang sistematik — proses yang konsisten. Konsistensi menciptakan kebiasaan, dan orang-orang menyukai kebiasaan. Kebiasaan membantu untuk menyingkirkan kebingungan. Dan juga menciptakan efisiensi.

Seperti sebuah pabrik, sebuah produk harus memperhatikan segi konsistensi. Hal ini penting untuk membantu user tidak banyak berpikir saat menggunakannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan konsistensinya adalah:

  • Interaksi: Di halaman awal, ada “elemen X” yang bisa di swipe. Maka Jika di halaman lain terdapat “elemen X”, interaksi untuk elemen itu haruslah sama dengan yang ada di halaman awal atau halaman manapun.
  • UI Elements: Jagalah selalu konsistensi dari elemen UI, untuk memudahkan user mengenali fungsi dan interaksinya. Seperti menjaga konsistensi warna tombol, bentuk text input dan lainnya.
  • Copy: Jaga selalu konsistensi copy atau wording yang digunakan. Dengan penggunaan kata/kalimat yang konsisten, akan menumbuhkan kepercayaan user dan membangun kredibilitas sebuah produk.

4. User seperti mahasiswa baru, cenderung pemalu

Di umur 19, aku menjadi semacam Ibu Kos di asrama Universitas San Jose. Selain mendapat tempat tinggal, makanan dan prioritas, menjadi ibu kos untuk mahasiswa baru membuat aku mengenal sifat-sifat mereka.

Bagi kebanyakan mahasiswa baru, ini adalah pengalaman pertama hidup jauh dari rumah. Banyak dari mereka yang pemalu dan penakut. Mereka tidak punya gambaran bagaimana kuliah itu.

Seperti mahasiswa baru, User bisa memiliki beragam emosi saat menggunakan produk untuk pertama kali. Mereka bisa sangat tertarik untuk menggunakannya, bisa sangat takut, atau bisa sangat skeptis.

Tugas kita sebagai designer adalah membuat mereka merasa nyaman saat pertama kali menggunakan.

Beberapa hal yang bisa dilakukan:

  • Memberikan sambutan dan menyapa user saat pertama kali menggunakan produk. (Seperti onboarding screen jika di app)
  • Buat mereka merasa spesial dengan memberikan sesuatu seperti kupon, poin atau apapun itu.
  • Bertanya tentang pengalaman mereka dan apa yang bisa dibantu untuk menambah kenyamanan mereka (bisa dengan menyediakan chatbox atau semacam menu “tinggalkan pesan” atau “contact us”)

5. User seperti pelajar yang tidak terlalu banyak tahu tentang informasi di sekitarnya

Saat berumur 20, aku terpilih menjadi Kepala Bidang Komunikasi di Universitas San Jose. Aku menyukai hal ini. Karena aku bekerja sama dengan Tim Marketing dan Branding dari kampus.

Salah satu program kerjaku adalah menciptakan keterbukaan dan mengedukasi mahasiswa/i tentang semua events dan program yang kami buat.

Hal yang mengejutkan adalah, ternyata banyak mahasiswa/i yang tidak tahu bahwa ada events dan berbagai macam program di kampus.

Seperti halnya sebuah produk, Anda bisa membuat banyak fitur yang keren, tapi jika user Anda tidak mengetahuinya, semua fitur itu akan menjadi percuma.

Anda harus mengedukasi dan menginformasikan ke user tentang fitur tersebut.

Dan yang paling penting, Anda harus menginformasikan di saat yang tepat. Jika tidak, hal itu akan menjadi gangguan bagi mereka. Seperti spam.

Beberapa hal yang bisa dilakukan

  • Tambahkan “Add in Tooltips” di elemen elemen yang penting, Jadi user bisa mengetahui adanya fitur tersebut.
  • Untuk mengkomunikasikan sebuah fitur, Anda bisa menambahkan “bot” yang menyapa dan berkata “Apakah Anda tahu?, untuk mempermudah mengedit foto Anda bisa menggunakan bla bla bla…
  • Tulislah fitur fitur baru dari produk Anda di blog. Dan tulis juga alasan kenapa Anda membuat fitur tersebut, apa fungsi dan kelebihannya.

Kesimpulan

Steve Jobs berkata, “you can’t connect the dots looking forward you can only connect them looking backwards. So you have to trust that the dots will somehow connect in your future.

Saat aku melihat 5 pekerjaanku di masa lalu, semuanya terhubung untuk membantuku menjadi designer yang lebih baik.

Membantuku untuk lebih baik memahami user, mengingatkanku bahwa user sebenarnya adalah mereka yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

“We need to learn to observe and listen to people more to get to know them.” — Corey Johnson

Terima kasih kepada Jessica Phan yang telah berbagi pengalamannya, dan mengijinkan untuk menerjemahkan artikelnya, mohon maaf jika dalam penerjemahan ini terdapat banyak kesalahan. :)

Artikel asli bisa dibaca disini: https://medium.com/theuxblog/5-non-design-jobs-that-helped-me-become-a-better-designer-a56cc6258cad#.qmdyhekqz

Jessica Phan adalah seorang product designer di Zugata. pernah bekerja sebagai Product Designer untuk Whitespace, dan juga Zurb

Klien yang pernah ditangani diantaranya adalah Samsung, SAP, Sequoia Capital, JCPenney, dan BDBiosciences. Selain menjadi designer untuk produk digital dia juga mendesain produk untuk dekorasi rumah dan menjadi art director di Balsam Hill & Treetopia

Website pribadinya bisa dikunjungi di jessica.is

Dan, berikut beberapa akun sosial medianya Twitter, Dribbble, Linkedin.

--

--

Dwinawan
Insight

Co-Founder Paperpillar • UI Designer • Love to create design exploration on dribbble.com/dwinawan • Have a question? find me on twitter.com/dwinawan_