Design Sprint? Minimal jogging deh! — Bagian ke-1

Thomas Budiman
Insight
Published in
3 min readMar 7, 2019
Sumber gambar

Metode Design Sprint tentunya tidak asing lagi di telinga teman-teman. Jika ada yang belum mengetahui apa itu Design Sprint, kamu bisa cek di laman website resminya.

Design Sprint menjadi sebuah buzzword yang keren untuk didengar dan diperdagangkan sekalipun pada aplikasinya beberapa orang menilainya sebagai sebuah cara yang tidak pragmatis. Tidak sedikit saya mendengar cerita dari mereka yang ingin menerapkan metode ini tetapi gagal untuk mendapatkan dukungan dari internal.

Lain lubuk lain ikannya, begitulah kesimpulan saya. Tim desain dimana saya bekerja, berhasil menjual beberapa sesi Design Sprint kepada klien-kliennya untuk membantu dalam menjawab titik kritis mengenai bisnis mereka melalui serangkaian proses design, prototyping dan testing.

Wah, bagaimana caranya? Kalau itu, sudah banyak artikel yang membahas bagaimana kamu menjual, atau yang disebut dengan mendapatkan buy-in dari klien atau tim internal kamu.

Tetapi disini saya ingin memberikan sisi lain dari Design Sprint, kalau teman-teman designer bisa hidup tanpa Design Sprint!

Baik mereka yang bekerja di perusahaan dari startup sampai ke kuda bertanduk, freelance, agensi, bagaimanapun bentuknya kamu bekerja. Dunia design tidak akan berakhir jika kamu tidak menggunakan sprant-sprint ini.

Tetapi setidaknya, jogging-lah.
Maksudnya?

Sumber gambar

Kalau lari sprint mungkin terlalu berlebihan buat jantung kamu. Setidaknya lari santai saja. Biar tetap sehat, ya kan?

Kalau Design Sprint terlalu berlebihan untuk kamu implementasikan dalam bentuk apapun kamu bekerja. Setidaknya kamu bisa mempraktekan apa yang menjadi nilai-nilai dari Design Sprint (yang tidak berbeda dengan Design Thinking) ke dalam bagaimana cara kamu bekerja.

Bagaimana caranya? Mari kita bedah satu-persatu…

Sumber gambar

Hari Senin (pada Design Sprint)

Secara garis besar di hari senin kita akan membahas tentang goal secara jangka panjang, berbicara dengan experts, dan menentukan apa yang ingin dicapai pada akhir sprint. Metode lainnya yang bisa dilakukan di tahap ini seperti membahas permasalahan yang dihadapi dan mencoba membingkainya ulang menjadi peluang-peluang atau dikenal dengan How Might We Note Taking Method dan mengajukan pertanyaan dengan kerangka five whys.

Yang diatas versi sprintnya. Versi joggingnya begini.

Saat memulai suatu proyek baru atau pembahasan akan sebuah permasalahan baru di dalam suatu produk, kamu perlu berbicara dengan orang yang mengerti betul atau stakeholders terkait guna mengumpulkan baik data maupun informasi.

Fokus pada tahap ini adalah mendapatkan pemahaman yang mendalam akan suatu permasalahan, bukan langsung lompat pada solusi.

Mengenai How Might We, menurut saya ini bukan tentang sebuah workshop dengan catatan-catatan di sticky notes saja. Pahami ini sebagai sebuah cara berpikir dalam melahirkan suatu peluang dari suatu permasalahan yang ada, dengan mengajukan pertanyaan yang dapat membuat kita berpikir kembali.

Saya pribadi lebih sering melakukan metode tersebut tanpa situasi workshop dengan sticky notes, secara praktis saya hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berlandaskan HMW ini.

Bagaimana di hari Senin kamu dengan Design Jogging?

Kondisi ideal dari sebuah design sprint mungkin sulit untuk kamu terapkan. Tetapi jangan berhenti sampai disana. Kamu dapat menyerap nilai-nilai yang ada di dalamnya, yang esensi, untuk meningkatkan proses design kamu menjadi lebih baik lagi.

Mau tahu lanjutan hari-hari berikutnya di Design Jogging? Nantikan di Insight.

Saya menuliskan seri Design Jogging ini bukan sebagai bentuk oposisi dari Design Sprint. Seri ini bertujuan secara positif melihat dari sudut pandang lain sebuah metode Design Sprint.

Lanjut ke: Hari Selasa

--

--