Mengungkap Kesupelan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Senin pagi lalu ketika terjebak macet di bilangan Tebet, mata saya menerawang ke upacara bendera yang sedang berlangsung di SD sebelah kiri saya. Upacaranya khusyuk, anak-anaknya anteng, barisannya rapih — nggak ada yang bercanda — bukan upacara brutal yang pernah saya alami waktu kecil dulu. Kemudian seorang bocah perempuan mungil maju ke depan tiang bendera, disusul dengan membuka naskah pembukaan UUD ’45 dengan sangat hati-hati seakan naskah itu adalah naskah asli. Hening, lalu dengan lantangnya dia berseru; “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh karena itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan!” … Diantara suara klakson dan deru mesin, saya cengang juga.. Walaupun saya bukan nasionalis, tapi saya suka semangatnya (semangat ’45 kalau kata orang dulu).
Sesampainya di kantor, saya teringat lagi scene itu dan jadi penasaran sama isi UUD negara kesatuan kita ini. Berkat bocah itu, saya membaca dengan seksama UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 untuk sekali seumur hidup. Karena hanya sekali dalam seumur hidup, dan saya seorang desainer yang gatel ngeliat penyajian informasi yang culun (tipikal dokumen hukum: gabungan konstan antara paragraf centering dan bullet point yang membuat umat manusia enggan membacanya), jadi saya akan menceritakan ulang lewat visualisasi hasil olahan naskah UUD ’45 untuk menguak motivasi dibalik perancangan UUD dari waktu ke waktu. Jadi anggaplah ini sebagai pengantar visual sebelum kalian menjelajahi sendiri UUD ’45 secara lebih detil.
Oke, saya akan memulai dari pertanyaan sederhana:
Apa sebenarnya isi Undang-Undang Dasar ’45?
Merombak UUD ’45, benar atau salah?
Supaya bijak, kita kembali sejenak ke sejarah di mana mereka (para penyelenggara negara) akan mempersiapkan event besar yang disebut kemerdekaan:
Ternyata UUD bukan cuma dirombak, tapi juga pernah digonta-ganti. Karena fungsi utama UUD adalah untuk mengatur penyelenggaraan negara, jadi jika ingin mengganti sistem pemerintahan, mesti bongkar juga UUD-nya. Pada timeline diatas terlihat jelas bahwa sewaktu Indonesia masih seumur jagung, Indonesia cukup labil dalam mengganti dasar hukum, yang artinya sistem pemerintahannya juga.
Kenapa Dasar Hukum Indonesia Berubah?
Dimulai dengan Sistem Pemerintahan Presidensial menuju Sistem Pemerintahan Parlementer
Dasar Hukum: UUD 1945
Periode: 18 Agustus-14 November 1945, 14 November 1945-27 Desember 1949
Dalam periode ini yang dipakai sebagai pegangan adalah UUD 1945, tetapi belum dapat dijalankan secara murni karena Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Walaupun UUD 1945 ini telah diberlakukan, namun yang baru dapat terbentuk hanya presiden, wakil presiden, serta para menteri, dan para gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Kemudian dikeluarkan maklumat pemerintah, karena kesan bahwa sistem pemerintahan Indonesia pada masa itu kurang demokratis. Maka dengan maklumat tersebut dibentuk kabinet parlementer pertama.
Selama sistem ini berjalan, kita masih menggunakan UUD ‘45 dan tidak mengalami perubahan (secara tekstual.) Pada November 1945 dikeluarkan maklumat pemerintah tentang keinginan untuk membentuk partai-partai politik, sehingga berlakulah sistem parlementer sekaligus sistem multipartai. Dalam periode ini terjadi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kembalinya Belanda ke Indonesia dan pemberontakan-pemberontakan lainnya. Ditambah lagi dengan jatuh-bangun kabinet yang menunjukkan pemerintahan lagi-lagi gagal dalam berdemokrasi. Dan terbentuklah …
(RIS) Republik Indonesia Serikat,
Sistem Pemerintahan Parlementer Kabinet Semu
Dasar Hukum: Konstitusi RIS
Periode 27 Desember 1949–17 Agustus 1950
Dalam periode ini Indonesia menjadi negara serikat. Dan yang dipakai sebagai pegangan adalah konstitusi RIS. Seperti Amerika Serikat, negara bagian diwakili Senat yang di mana setiap negara bagian mempunyai dua anggota Senat. Setiap anggota senat mengeluarkan satu suara. Sistem pemerintahan yang dianut oleh Konstitusi RIS adalah Sistem Parlementer Kabinet Semu, yaitu Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tetapi kenyataannya, parlemen hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja. Pada masa ini praktis sistem pemerintahan belum dapat berjalan sebagaimana dikehendaki konstitusi RIS, hal ini mungkin disebabkan periode yang hanya berlangsung delapan bulan.
Kembali ke Pemerintahan Parlementer dan kembali lagi ke Pemerintahan Presidensial
Dasar Hukum: UUDS 1950 — UUD 1945
Periode: 17 Agustus 1950–5 Juli 1959 | 5 Juli 1959 — sampai dengan sekarang
Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) walaupun konstitusinya adalah Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950). Oleh karenanya, sistem pemerintahan tetap dalam bentuk kabinet parlementer, yaitu (DPR) dapat menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya. Presiden hanya ditetapkan sebagai kepala negara saja tetapi tidak sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang perdana menteri yang mengepalai kabinet. Dengan demikian, presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen.
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 di mana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Namun pada masa ini, justru terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
- Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
(Walaupun akhirnya diguling juga..)
Lalu kenapa perubahan UUD baru terjadi di akhir ‘90an?
Seperti terlihat pada timeline dibawah, pada masa Orde Baru, UUD terlihat anteng, karena pemerintah Orba menyatakan akan menjalankan UUD ’45 dan Pancasila secara murni nan konsekuen. Walaupun nyatanya pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD ’45 yang suci itu, terutama pelanggaran pasal 23 yang di mana hutang konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan pasal 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta atas hutan dan sumber daya alam. Saat si Bapak Pembangunan lengser, baru berani ada tuntutan perubahan UUD.
Apa yang dirubah pada keempat amandemen UUD ’45 di akhir ‘90an?
Salah satu tuntutan Reformasi ’98 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD ‘45. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (yang pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu multitafsir, dan katanya kenyataan rumusan UUD ‘45 tentang semangat penyelenggara negara(?!) yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Apa Kesimpulannya?
Bagian kesimpulan ini akan dijelaskan langsung oleh yang berwenang:
Jadi, jangan anggap remeh kesupelan undang-undang negara republik ini. Karena seperti bocah yang menyerukan kemerdekaan dan penjajahan di upacara bendera tadi, mungkin ia tidak paham betul dengan isinya, tapi peduli setan? Karena yang paling penting adalah apa? Betul. Semangat.
Sekian dan terima kasih.