Good Time: Gebalau Kala Preman Sedang Sial

Asra Wijaya
ISH Review
Published in
2 min readJan 13, 2018

Review Film Good Time (2017)

Premis film ini sederhana. Seorang Kakak ingin membebaskan adiknya dari polisi. Awalnya mereka berdua mencuri di sebuah bank. Menggunakan topeng lateks tebal warna hitam, mereka having good time ala si Kakak, Connie yang berandal. Sebelumnya sang adik, Nick, direbut dari sesi konsultasinya bersama seorang psikolog.

Tangga dramatik pertama yang mengguncang adalah begitu ada ledakan cat di dalam mobil. Layar seketika penuh dengan asap merah dan membuat perih mata mereka. Keduanya lantas berlari mencari tempat mencuci muka. Kamar mandi, ya, kebetulan ada di sebuah restoran cepat saji. Ketegangan bertambah ketika mereka sudah di dalam kamar mandi dan disuruh keluar oleh pemilik restoran. Pengguna toilet hanya untuk pelanggan yang memesan. Di tengah kekacauan itu, pemilik restoran mengancam akan memanggil polisi. Dengan waktu yang kasip si kakak menyembunyikan tas hasil rampokan bank di langit-langit toilet tersebut.

Dalam perjalanan ke luar, mereka berpapasan dengan polisi. Sang adik yang terbelakang mental ini gugup dan takut saat ditanyai polisi, ia sontak lari dan mulailah adegan kejar-kejaran. Film ini mengingatkan saya kepada heist movie lain, 7 Minutes, tentang perampokan yang dilakukan oleh orang-orang amatir. Atau Fly paper tentang perampokan yang berubah kacau juga lucu(dua atau tiga komplotan perampok merampok bank dalam waktu bersamaan).

Demi membebaskan adiknya ini sang Kakak melakukan hal-hal brutal yang membuat cerita film berkembang kepada kerumitan. Alih-alih menyelesaikan masalah, justru makin runyam. Tahun 2016 juga ada heist movie yang mengangkat hubungan kakak-adik, di mana sang adik menjadi ‘troublemaker’ dalam Hell or High Water. Perbedaannya dengan film ini adalah Good Time lebih intens, penonton dibawa ke perjalanan real-time sang tokoh utama.

Film sebagai media audio-visual disajikan kentara lewat film ini. Jelujuran adegan berpadu dengan pencahayaan ala lampu neon ungu, biru, merah dan hijau. Sukses menggambarkan suasana balau malam hari kota New York. Ditambah suara lead dan pad dari synthesizer yang berulang, film ini makin menegangkan meski tanpa tabuhan drum dan gesekan string klasik. Kamera juga acap melekat kepada tokoh utama kita Sang kakak yang diperankan sangat bagus oleh Robert Pattinson. Tidak jarang kamera close up kepada Connie yang kacau. Ekspos kehidupan jalanan, narkoba lewat sebotol cairan acid (LSD) dengan latar malam hari yang dominan mulai dari rumah sakit, jalanan, dan taman bermain mebuat film ini kasar dan khaotik.

Tempo yang seringkali cepat, membuat penonton selalu melekat kepada alur cerita. Meskipun beberapa kali melambat seperti ketika Connie menginap di rumah orang. Kelambatan ini dimanfaatkan dengan cerdas oleh Safdie bersaudara (sutradara) untuk memperkenalkan para karakter baru. Gambaran kebrutalan realitas yang sama sekali bukan good time. Eh tetapi orang-orang brandalan yang seringkali kejam itu juga punya sekali waktu memperjuangkan sesuatu yang berharga bagi dirinya kan? Itulah Good Time.

--

--