Valuska di antara Kekacauan dan Harmoni

Perihal Musik di dalam Film “Werckmeister Harmonies”

Haris W
ISH Review
6 min readOct 16, 2017

--

Dalam kekacauan situasi sosial dan tekanan kantuk, Janos Valuska bersikeras mengajak pamannya Gyorgy Eszter untuk melihat pameran paus — setelah keduanya menempuh perjalanan sehari penuh untuk mengumpulkan orang-orang yang peduli akan kota mereka. Kota kecil tempat Janos bertinggal berada diambang kerusuhan karena kondisi kehidupan kian hari kian memburuk, seperti yang dikeluhkan bapak-bapak tua di plaza kota kepada Gyorgy dan Janos,

“Karena kurangnya batu bara, urusan menghangatkan rumah-rumah sudah sampai kondisi akut. Tidak tersedia obat-obatan, juga transportasi sudah kandas. Telepon mati. Tidak ada penerangan di jalan-jalan. Dan lagi, datanglah sirkus ini dengan paus dan ‘Prince’ yang menghebohkan. Juga umpatan bertubi-tubi yang memanas-manasi orang untuk merusuh!”

Setelah dari plaza, Gyorgy pulang ke rumah dan Janos beranjak ke tempat bibinya untuk mengabarkan bahwa tugas pamanya untuk merangkul warga sudah selesai — agar bibinya tidak lagi mengganggu pamannya. Mereka berdua berpisah di simpang jalan, dengan Janos memberikan rantang makan malam kepada pamannya. Pertukaran rantang itu menjadi hari terakhir pertemuan mereka sebelum Janos bertemu helikopter dan jadi gila.

Werckmeister Harmonies (2000) menghadirkan sebuah drama yang berakhir tragis. Setelah mengalami malam panjang yang brutal penuh kekacauan, Janos Valuska berakhir di sebuah asilum. Di akhir cerita, Gyorgy menjenguk Janos, lalu bercerita tentang bagaimana ia diusir istrinya lantas kehilangan rumah dan kini meninggali summer kitchen di luar ruangan. Seiring percakapan satu arah itu hampir selesai, kamera menjauh ke pintu — menampilkan Janos bersendiri duduk di ranjang dengan gaun putih rumah sakit dan ruangan berdinding putih sebagai latar. Cerita benar-benar ditutup dengan Gyorgy pulang melewati plaza, menyaksikan sisa-sisa kerusuhan.

Sampah berserak dimana-mana, dari jauh nampak paus teronggok bersama kotak container-nya yang hancur. Di adegan penutup ini, musik bermain lagi setelah sekian lama absen, sembari kita menyaksikan Gyorgy berjalan pelan dengan rantang dan tongkat, mendekati paus, lalu perlahan menjauh dengan tatapan merenung. Sejenak, Gyorgy menoleh balik ke paus sebelum ia hilang dari pandangan kita. Tinggallah paus dan musik menutup akhir tragis dari Janos yang terseret dalam arus kekacauan sosial, ekonomi dan politik kota kecil nan terpencil itu.

Werckmeister Harmonies, seperti kebanyakan film Bela Tarr lainnya, memainkan elemen perulangan dengan fase lambat yang membuat filmnya terasa membosankan. Dengan durasi panjang dan hampir tidak ada yang terjadi, apalagi ditambah syut berdurasi panjang tentang orang berjalan atau termenung, film ini terasa benar-benar menguras tenaga. Namun di Werckmeister Harmonies, musiknya adalah yang ditunggu-tunggu dan yang membuatku duduk-tertambat menonton sebab film hitam-putih ini didominasi oleh bunyi-bunyi angin dan tubrukan benda-benda. Terdapat dua potong musik yang bermain dengan total empat kali putar yaitu “Valuska” dan “Old”— keduanya adalah karya seorang musisi dan komposer, Mihaly Vig, kolaborator Bela Tarr sampai film kolaborasi terakhir mereka, Turin Horse (2011).

Penciptaan musik untuk produksi film Bela Tarr dikerjakan sebelum sesi pengambilan gambar dimulai. Seperti dalam wawancara oleh Michael Guarneri di Bomb Magazine, Mihaly pertama-tama membaca naskah film atau buku yang dari sana cerita diambil. Kemudian Mihaly berdiskusi dengan Bela tentang musik macam apa yang diinginkan serta di bagian mana film membutuhkannya. Cara kerja mereka berdua mungkin jauh dari cara kerja antara pemusik dan klien. Mihaly membuat beberapa draft sesuai cara dan fase kerjanya sendiri lalu mengusulkannya kepada Bela. Jika dirasa kurang, Bela menolaknya dan Mihaly mendapat tambahan waktu untuk bekerja lagi. Terkhusus dalam Werckmeister Harmonies, Bela langsung setuju pada usulan pertama dengan berkata,“Sempurna”.

Dalam proses pengambilan gambar, musik Mihaly dimainkan sebagai bagian set, mengiringi lakon aktor sebagai ukuran adegan. Baru kemudian musik disinkronkan di tahap editing. Pada pembukaan cerita, Janos Valuska masuk ke sebuah bar (yang sebentar lagi tutup) untuk menggelar sebuah pertunjukan ballet sederhana tentang kosmos — dimana matahari, bulan dan bumi diperankan para bapak-bapak pemabuk. Dalam cerita mungil ini, musik Mihaly “Valuska” baru berputar di perhentian tengah cerita, pada babak gerhana penuh setelah monolog spontan Janos,

Kau rasakan itu?
Langit menghitam
lalu datang kegelapan.
Anjing-anjing melolong,
Kelinci-kelinci meringkuk,
Rusa panik berlarian
berlari-lari, berhentakan dalam ngeri.
Dan di dalam petang mengerikan
dan tak terperi ini
bahkan burung-burung…
Burung-burung pun bingung
pulang ke sarangnya.
Dan kemudian… senyap penuh.

Janos terdiam dan piano berdenting dengan tempo pelan, mengantarkannya melanjutkan cerita dengan sedikit sisa optimisme. Secara komposisi, “Valuska” berisi kalimat bernada menuruni-tangga yang berulang-ulang. Mihaly merambah rentang oktaf seperti ingin menampilkan apa yang dikritik Gyorgy terhadap Andreas Weckmeister dalam monolognya. Pada ujung tiap kalimat terdapat satu nada yang tertinggal, yang mana kemudian menjadi mula kalimat berikutnya. Nada di oktaf terendah pada sepotong musik ini meninggalkan getar yang berat, seperti memberi peringatan bahwa akan hadir sesuatu. Pada tiap pengulangan baru, kata-kata Janos — dengan optimis namun bukannya tanpa keraguan — mencoba menghibur kita dan para pemabuk, “Tetapi tidak perlu takut, ini belum berakhir.” Janos melanjutkan ceritanya dan benda-benda langit pun kembali menari seiring “cahaya matahari mengalir-sirami bumi”.

Sebagai catatan kecil — Aspek perulangan, tumpang tindih dan counterpoint yang menjadi ciri khas musik minimal Steve Reich atau Philip Glass sedikit terasa pada kedua potong musik Mihaly ini. Gesekan violin masuk di adegan perjalanan pulang Janos dari bar menuju rumah pamannya, lalu disusul cello yang menebal pada beberapa bagian seperti menggelembung dan terdengar sayup-sayup perkusi seperti detak jantung dalam tempo begitu lambat. Ketika kita mengikuti Janos berjalan— sementara kamera menjauh dan lampu jalan serta siluet Janos makin mengecil — di sana kita seakan mendengar kedalaman Janos tetap menyuara.

“Valuska” diputar kembali di adegan Janos pergi ke plaza untuk melihat paus. Pemutarannya di adegan ini terasa komikal karena sebelum piano berdenting menemani Janos melihat paus, ada musik sirkus yang diputar. Meski begitu, hal ini tidak mengurangi atmosfer kontemplatif yang berkembang di lagu ini. Di lain pihak, lagu ini membuatku merasa kosong disebabkan keramaian plaza saat itu yang seakan tidak tertarik dan juga kondisi paus yang ditunggu-tunggu Janos: teronggok mengenaskan di sebuah container kaleng.

“Old” diputar jauh di pengujung film, setelah para perusuh mengobrak-abrik sebuah rumah sakit dan akhirnya kecewa. Musik ini mengiringi mereka pulang begitu pelan setelah menemukan seorang pak tua telanjang berkulit abu-abu yang mungkin adalah “Prince” — tokoh yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh orang-orang di plaza. “Old” dikomposisi selayaknya melanjutkan apa yang sudah dibangun dalam “Valuska” dengan instrumen yang sama. Namun instrumen string dalam yang satu ini terdengar mendominasi.

Suasana yang tercipta pada pemutaran “Old” yang pertama, yaitu setelah kerumunan memporak-porandakan rumah sakit dalam bunyi-bunyi jatuh-pecah-belah barang-barang di dalamnya, adalah kelegaan seperti rekoleksi kembali atas apa yang hancur dan tercecer. Namun saat kamera beralih dari kerumunan ke Janos yang melihat berlangsungnya kekacauan tersebut — musik memperkuat kebingungan dalam tatapan Janos. Musik terus berputar menuntun kerumunan berbaris pulang sambil tertunduk lesu. “Old” dimainkan dengan paduan keseluruhan instrumen yang perlahan kehilangan nada-nada piano dan derap perkusi, meninggalkan gesekan violin dan cello di pertengahan. Tidak lama itu dua yang seakan pergi itu datang lagi menggelembung, menguat dan terputus pada adegan Janos merapal kutipan sebuah buku di ruangan yang kacau-balau berserakan — lalu pada bagian ini ia berbisik,

“… Ada rancangan dalam setiap reruntuhan. Sebuah hasrat akan kehancuran, yang keras kepala dan mematikan. Kita tidak mampu temukan barang sebenarnya dalam kebencian dan penderitaan sehingga kita menggegas setiap yang berdiri menghalangi, dengan amuk yang gila makin menggila. Kita rusak toko-toko, melempar apapun yang bisa diangkat dan ketika tidak sanggup, kita hancurkan dengan terali dan rusuk daun jendela, kita koyak papan pengumuman, kita hancurkan kantor telepon sebab kita lihat cahaya dari sana, lantas kita hampiri dua petugas perempuan di dalamnya. Kita tinggalkan hanya setelah mereka pingsan dan seperti dua gombal, redup, dengan tangan tergenggam-erat di antara lutut, terbungkuk; lalu tubuh mereka lingsir dari meja penuh darah itu.”

Kedua potong musik Mihaly mungkin bukanlah penjelasan atas perjalanan Janos Valuska dalam pusaran kekacauan sebuah kota kecil itu. Mungkin bukan sebagai perangkum dan pengurai realita kita atau Janos Valuska. Namun penempatannya pada film dan tentu sebagai elemen tersendiri pada keseluruhan cerita, kurasakan tak tergantikan dan tidak mungkin tanpanya. Kurasakan tidak adil jika musik dalam film ini tidak berhak dibahas bersama cerita dan responku sebagai seorang penonton, dengan berdasar atas aksioma bahwa musik adalah suatu yang murni terpisah dari anggapan manusia.

Untuk sebuah film yang didominasi keheningan, suara angin dan mesin, lalu kulminasi kebisingan di momen-momen akhir, Werckmeister Harmonies membius kita untuk memusatkan perhatian pada “Old” dan “Valuska”. Kemudian di saat yang sama menerka-nerka ini film tentang apa atau lantas merefleksikan dunia ini. Walaupun tentu saja mata tidak bisa ‘menemukan’ kedua musik tersebut, bahkan telinga tak mampu menggenggamnya kecuali dalam ingatan samar-samar pada setiap instan waktu yang pasti berlalu.

--

--