Harga BBM Meroket, Apakah Inflasi Jawa Barat Ikut Terkerek?

Jabar Digital Service
Jabar Digital Service
8 min readJun 27, 2023
Sumber foto: https://www.pexels.com/id-id/

Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 3 September 2022 pukul 14.30 WIB. Kenaikan harga BBM di tahun 2022 ini mencapai 30 persen dari tahun 2021 dan menjadi kenaikan tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Pertalite, yang dikonsumsi sebanyak 79 persen dibanding jenis lain, menjadi salah satu dari tiga BBM yang mengalami kenaikan harga, dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. Pertalite merupakan bahan bakar pengganti premium yang resmi diberhentikan penjualannya oleh PT Pertamina per 1 Januari 2021[1]. Soerjaningsih, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menuturkan bahwa Indonesia memasuki masa transisi menuju BBM ramah lingkungan dengan mengganti premium dengan pertalite[2]. Nantinya pertalite pun akan digantikan dengan pertamax.

Fenomena lonjakan harga BBM pertalite ini menuai banyak reaksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Termasuk aksi demonstrasi dari berbagai serikat buruh yang juga menuntut kenaikan upah 10 hingga 13 persen di tahun 2023 sebagai bentuk solusi dari permasalahan kenaikan harga BBM. Fenomena kenaikan harga BBM ini membawa efek domino ke perekonomian di sektor lainnya seperti pangan dan transportasi.

Lonjakan Harga Pertalite Tertinggi pada Tahun 2022

Gambar 1. Kenaikan Harga Pertalite pada Tahun 2017–2022

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kenaikan harga BBM pertalite pada bulan September 2022 ini merupakan yang tertinggi, di mana pada tahun-tahun sebelumnya harga BBM pertalite cenderung stabil yaitu berada pada rentang Rp7.500-Rp7.800. Naiknya harga BBM khususnya pertalite tentunya akan berimbas pada naiknya nilai inflasi. Menurut KBBI, inflasi diartikan sebagai kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang[3]. Laju inflasi diukur menggunakan angka Indeks Harga Konsumen (IHK). Dikutip dari laman BPS, IHK merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi yang dihasilkan dari perhitungan rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa. Setelah harga BBM naik, inflasi diprediksi meningkat 1,8 persen, yaitu dari 4,69 persen pada bulan Agustus menjadi 6,49 persen di akhir tahun 2022[4]. Namun, perlu diperhatikan juga apakah laju inflasi ini berpengaruh terhadap inflasi di provinsi, salah satunya Jawa Barat.

Laju Inflasi Secara Nasional Berpengaruh Terhadap Inflasi di Jawa Barat

Gambar 2. Pergerakan Nilai Inflasi Secara Nasional per Bulan pada Tahun 2017–2022 Dibandingkan dengan Nilai Inflasi Jawa Barat (Harga Pertalite per Liter)

Sejak tahun 2017 hingga 2022, laju inflasi nasional dibandingkan dengan wilayah Jawa Barat, pergerakannya cenderung sama dan nilai inflasi per bulan di Jawa Barat lebih tinggi dari Nasional. Namun, kenaikan harga pertalite bukan salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan nilai inflasi, baik secara nasional atau wilayah Jawa Barat. Pada periode tersebut, laju inflasi secara nasional sangat berpengaruh terhadap inflasi di Jawa Barat. Hal ini dibuktikan koefisien korelasi Pearson sebesar 0,953 yang signifikan (p-value < 0,05). Pun setiap kota di Jawa Barat juga memiliki nilai inflasi yang berbeda. Untuk di Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei ke 7 kota yaitu Bandung, Bekasi, Bogor, Cirebon, Depok, Sukabumi, dan Tasikmalaya.

Gambar 3. Nilai Inflasi pada Bulan September 2022 di Beberapa Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Hasil Survei BPS

Berdasarkan data BPS, Kota Bandung merupakan wilayah dengan nilai inflasi terendah pada bulan September 2022 yaitu sebesar 0,91 persen, jika dibandingkan dengan 6 kota lain yang disurvei oleh BPS Jawa Barat.

Komoditas Makanan, Minuman, dan Tembakau Berkontribusi Besar Terhadap Inflasi di Jawa Barat

Sumber foto: Franki Chamaki on Unsplash

Besarnya nilai inflasi secara nasional maupun regional, seperti pada 7 kota di Jawa Barat tersebut disusun oleh beberapa komponen yang termasuk dalam kelompok komoditas. Kelompok ini merupakan kelompok barang dan jasa yang digunakan/dikonsumsi oleh rumah tangga. Beberapa kelompok tersebut yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau, kelompok pendidikan, kelompok transportasi dan lain-lain. Pembagian kelompok komoditas ini didasarkan pada Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilakukan oleh BPS dan mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu. Untuk perubahan terbaru, BPS membagi kelompok komoditas menjadi 11 kelompok mulai tahun 2020, di mana sebelumnya terdapat 7 kelompok komoditas saja.

Gambar 4. Pergerakan Nilai Inflasi di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Komoditas pada Tahun 2020–2021

Gambar 4 menggambarkan nilai inflasi bulanan di Jawa Barat berdasarkan 11 kelompok komoditas pada periode 2020–2021, dapat diketahui bahwa kelompok makanan, minuman, dan tembakau memiliki nilai inflasi yang fluktuatif dari waktu ke waktu dibandingkan dengan kelompok komoditas lainnya yang berfluktuasi di waktu-waktu tertentu saja. Pola fluktuatif pada kelompok ini terjadi karena bahan makanan dan minuman memiliki perubahan harga yang dinamis dan terkadang cukup ekstrim akibat pengaruh faktor produksi/panen (harvest disturbance) dan perilaku penyimpanan (storage/inventory behavior)[5].

Kontribusi dari nilai inflasi setiap kelompok komoditas terhadap nilai inflasi keseluruhan juga perlu diperhatikan selain melihat pola pergerakan nilai inflasinya dari waktu ke waktu. Kontribusi kelompok komoditas ini dilihat dalam 2 kelompok waktu berdasarkan perbedaan waktu pembagian kelompok komoditas yang dilakukan BPS sebelum dan sesudah tahun 2020. Nilai kontribusi masing-masing kelompok komoditas didapat dari nilai koefisien hasil analisis regresi berganda dengan asumsi linearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas yang sudah terpenuhi, serta nilai koefisien determinasi (R-Squared) diatas 95%.

Gambar 5. Kontribusi Kelompok Komoditas terhadap Nilai Inflasi Jawa Barat Tahun 2017–2019
Gambar 6. Kontribusi Kelompok Komoditas terhadap Nilai Inflasi Jawa Barat Tahun 2020–2021

Kelompok komoditas yang memiliki kontribusi terbesar terhadap nilai inflasi di Jawa Barat pada periode 2020–2021 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang diikuti oleh kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Sedangkan untuk kelompok komoditas yang memiliki kontribusi terendah terhadap nilai inflasi di Jawa Barat adalah rekreasi, olahraga, dan budaya. Sebelumnya pada periode 2017–2019, kelompok komoditas yang memiliki kontribusi terbesar terhadap nilai inflasi di Jawa Barat adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar diikuti oleh kelompok bahan makanan. Di samping itu, kelompok komoditas dengan kontribusi terendah terhadap nilai inflasi di Jawa Barat adalah kelompok kesehatan. Secara garis besar selama periode waktu 2017–2021, diketahui bahwa kelompok bahan makanan dan minuman serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar merupakan kelompok yang punya kontribusi cukup besar terhadap nilai inflasi keseluruhan di Jawa Barat.

Berdasarkan pergerakan nilai inflasinya dari waktu ke waktu dan besar kontribusinya, bahan makanan dan minuman merupakan kelompok yang sensitif terhadap perubahan harga. Naik turunnya harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah distribusi dari petani/peternak hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan naiknya harga BBM khususnya jenis pertalite sebagai jenis BBM yang banyak dipakai, secara tidak langsung akan berdampak pada harga kelompok komoditas ini dan juga kelompok komoditas atau sektor ekonomi lainnya.

Dampak Kenaikan Harga BBM Merambat ke Berbagai Sektor

Sumber foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

Melambungnya harga BBM berdampak pada tarif ojek online (ojol). Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Hendro Sugiatno mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tarif ojek online adalah biaya langsung yang dikeluarkan pengemudi dan biaya tidak langsung, seperti biaya sewa aplikasi digital sebesar 20 persen dari tarif[4]. Pemerintah akhirnya menurunkan biaya sewa aplikasi menjadi 15 persen. Tarif jasa ojek online diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022, berlaku mulai 11 September 2022 pukul 00.00 WIB. Menurut Taha Syafaril, ketua Asosiasi Driver Online, mengatakan bahwa kenaikan harga BBM tanpa diikuti dengan kenaikan tarif akan merugikan pengemudi ojol. Menurutnya, hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah maupun pihak penyedia aplikasi adalah perjanjian kemitraan dan upaya aplikasi membuat sistem algoritma yang berpihak pada pengemudi atau mitra[6]. Sebab, bagi Taha saat ini sistem telah membuat mitra ojol harus bekerja lebih lama dan ekstra tenaga untuk mendapatkan balik modal dan untung per harinya.

Dikutip dari Tempo, kenaikan harga pangan juga ikut terdampak[4]. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo mengatakan bahwa beras menjadi penyumbang inflasi terbesar. Terlebih saat harga BBM naik, harga pupuk pun sedang tinggi juga. Namun, beliau optimis akan pasokan yang cukup karena menjelang akhir tahun ada masa produksi. Untuk mengantisipasinya, harga komoditas harus dipastikan tetap stabil.

Lonjakan inflasi yang tinggi akan berdampak pula pada daya beli masyarakat[7]. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengatakan bahwa ketika harga-harga naik dan tidak ada penambahan penghasilan yang signifikan, maka daya beli akan menurun. Ini akan berdampak kepada konsumsi rumah tangga yang menurun dan mempengaruhi perlambatan dari pertumbuhan ekonomi, sehingga akan berdampak pada peningkatan angka kemiskinan. Menurut Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform (CORE), BI akan menaikkan suku bunga deposito & kredit termasuk suku bunga KPR. Maka dari itu, cicilan KPR akan naik juga untuk mengantisipasi lonjakan inflasi.

Upaya Pemerintah dalam Menghadapi Kenaikan BBM

Sumber foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa.

Pemerintah memutuskan sebagian subsidi BBM dialihkan ke Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebanyak Rp12,4 Triliun untuk 20,65 juta rumah tangga dan akan mulai diberikan pada bulan September selama 4 bulan[7]. Nilai bantuan setiap penerima sebesar Rp600.000. Selain itu juga ada Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebanyak Rp9,6 Triliun untuk 16 juta pekerja dengan upah maksimal Rp3.5 juta per bulan. Nilai subsidi BSU ini sebesar Rp600.000 per penerima.

Presiden Joko Widodo memerintahkan semua kepala daerah untuk mengalokasikan 2 persen Dana Alokasi Umum (DAU) yang masuk dalam rangkaian Dana Transfer Umum (DTU) untuk belanja wajib perlindungan sosial[4]. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kota Bandung menyiapkan dana Rp9,2 miliar. Hasil perubahan 2 persen DAU tersebut diatur dalam peraturan Wali Kota Bandung Nomor 95 Tahun 2022. Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan bahwa DAU dialokasikan untuk 3 bulan ke depan yaitu Oktober sampai Desember. Jokowi juga memerintahkan kepada kepala daerah untuk memakai dana tak terduga untuk bantuan sosial guna mengatasi dampak inflasi. Beliau pernah menggunakan cara ini untuk menekan kenaikan harga bawang merah. Jokowi yakin angka inflasi bisa ditahan di bawah 5 persen pada akhir tahun jika semua kepala daerah mengikuti skema ini.

Saatnya Memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT)

Keterangan: Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengendarai sepeda motor listrik
(Sumber foto: Instagram @humas_jabar)

Pengamat kebijakan publik Iwan Bento Wijaya memaparkan, EBT akan menjadi solusi jangka panjang bagi Indonesia, baik untuk kepentingan mitigasi perubahan iklim maupun sebagai langkah mengurangi ketergantungan impor minyak[8]. Iwan mengungkapkan ada semangat secara global untuk melakukan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Hal ini juga menjadi salah satu agenda penting di G-20, di mana Indonesia kini memegang kepemimpinan.

Dikutip dari Tempo, pemerhati energi Victor Wirawan mengatakan bahwa kenaikan harga BBM bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengembangkan energi alternatif seperti matahari, angin, air, dan panas bumi[9]. Pengembangan energi alternatif bisa dilaksanakan melalui kerja sama antar sektor, seperti swasta dan pemerintah. Victor mengatakan salah satu yang bisa dikembangkan untuk mendukung pengembangan energi alternatif adalah memanfaatkan sistem penyimpanan energi (Energy Storage System/ESS). “ESS selama ini dikenal sebagai powerbank untuk mengisi daya ponsel, namun yang kita maksud di sini yang punya daya lebih besar lagi sehingga sanggup memenuhi kebutuhan rumah tangga,” tutur Victor. Tingginya harga BBM bisa menjadi momentum bagi pelaku industri Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mengembangkan energi alternatif supaya tidak selalu bergantung pada energi fosil.

Referensi:

  1. https://www.cnbcindonesia.com/news/20201113202152-4-201789/benarkah-premium-akan-dihapus-per-awal-2021-cek-faktanya-nih
  2. https://otomotif.tempo.co/read/1545731/bbm-premium-diganti-pertalite-di-2022-begini-alasannya
  3. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/inflasi
  4. https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/166904/strategi-jokowi-meredam-inflasi-kenaikan-harga-bbm
  5. https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-3-I-P3DI-Februari-2016-80.pdf
  6. https://bisnis.tempo.co/read/1631902/driver-ojol-walaupun-keuntungan-menipis-kami-masih-mau-melanjutkan-pekerjaan-ini
  7. https://www.youtube.com/watch?v=t9TS5ncVR4o&t=10s
  8. https://www.suara.com/bisnis/2022/09/13/133201/penyesuaian-harga-bbm-karena-krisis-global-saatnya-dorong-pemanfaatan-energi-baru-terbarukan
  9. https://metro.tempo.co/read/1632570/harga-bbm-naik-jadi-momentum-kembangkan-energi-baru-terbarukan-ahli-banyak-energi-alternatif

--

--

Jabar Digital Service
Jabar Digital Service

Jabar Digital Service (JDS) is West Java’s digital and innovation team. We are ‘disrupting’ the province’s governance and public service with technology.