Monitoring Officer, Mata & Telinga JDS Terdekat dengan Warga

Fulca Veda
Jabar Digital Service
6 min readApr 13, 2022
Monitoring Officer, Mata & Telinga JDS Terdekat dengan Warga (Desain: Surya Kusuma/JDS)

Kamu pasti pernah bertanya-tanya, kira-kira institusi pelayanan publik seperti JDS benar-benar dengerin keluhan dan pertanyaan dari warga enggak, ya?

Di tengah krisis kesehatan, memelihara interaksi dan layanan dengan warga jadi punya tantangan baru, enggak terkecuali di institusi pelayanan publik. Bagi mereka yang punya peran untuk mendengarkan lebih kebutuhan warga, datang langsung ke rumah 50 juta warga secara door to door untuk menjawab kebutuhan warga tentu bakalan makan waktu dan punya risiko yang besar buat terpapar Covid-19!

Sekarang, teknologi dan digital jadi solusi untuk tetap dekat dengan warga dan sampaikan kemudahan sesuai kebutuhan, meskipun lagi Corona! Di Jabar Digital Service, kita punya tim Monitoring Officer (MO) yang beranggotakan 19 orang. Mereka bagaikan mata dan telinga JDS yang paling dekat dengan pengguna produk digital kita karena selalu ada untuk menjawab kebutuhan dan pertanyaan warga selama 24/7! Wih, mereka ga tidur? Tidur, dong. Penasaran ingin tau cerita dua punggawa Monitoring Officer JDS yang bertugas dalam memastikan aduan warga terkait Covid-19 proses selama pandemi? Baca obrolan kita di sini, yuk!

Halo, ada Delvira dan Afriantika nih di sini. Boleh kenalan, dong?

D: Boleh! Aku Delvira biasa dipanggil Dedel. Sekarang dipercayakan jadi MO Lead di JDS. Sempat bantu di Hotline Isoman, Hotline Covid-19, dan Hotline Sapawarga Minyak Goreng juga.

A: Aku Afriantika, panggil aja Fitri. Kalau aku sekarang pegang Hotline Isoman, Pikobar Campaign, DMS, dan yang terbaru Hotline Sapawarga Minyak Goreng/Pemirsa Budiman.

Wah, banyak juga project-nya, ya! Tupoksi MO tuh ngapain aja, sih?

D: Kita mainly tugasnya melakukan monitoring, pengolahan data, aggregator pelaporan dan dispatching system. Ini gak luput dari memberi pelayanan atas aduan dari masyarakat.

Ada enggak sih tupoksi MO yang berbeda dari sebelum dan setelah pandemi?

D: Sejujurnya, aku tidak tahu karena pas masuk langsung pandemi hahaha. Teh Fitri mungkin?

A: Sebelum pandemi jumlah kita enggak begitu banyak dan masih bisa handle buat monitoring apps yang ada di Jabar Command Center salah satunya pantau aplikasi Sapawarga. Nah, pas pandemi, berubah deh semua! Kita juga support project apapun yang lagi jalan, termasuk Hotline Sapawarga, Bantuan Sosial, Covid-19, Isoman. Terasa banget krusialnya peran MO di tengah pandemi ini.

Salah satu Tim Monitoring Officer JDS bekerja di Ruang Commander Jabar Command Center. (Photo: Adji/JDS)

Selama pandemi kabarnya banyak aduan ya dari warga soal Covid-19? Ngadu apa, tuh warga?

D: Wah, banyak bangettttt. Mungkin ini yang buat banyak perubahan juga ya. Di satu sisi, user atau pengguna produk digital kita juga baru kenal sama Covid-19. Jadi wajar mereka juga adaptasi dan butuh lebih banyak info soal Corona dan Pikobar.

A: Betul, masyarakat butuh tanggapan cepat dan kita berusaha hadir available 24 jam/7 hari penuh, meskipun pandemi.

Eh, serius 24/7? Kalian tidur enggak sih selama jaga?

A: Hahaha tidur, dong! Kita shifting, ada MO pagi dan MO batman (malam). Tiap MO juga bergantian kerja shifting weekend.

Delvira bilang, ada beragam aduan yang masuk ke Tim Monitoring Officer selama pandemi. Di awal kemunculan pandemi, warga enggak jarang mengeluh, mengadu, marah hingga frustasi karena tidak tahu harus komplain kemana.

Tak jarang pertanyaan dari warga juga bersifat validasi juga muncul di tengah progresifnya aturan pemerintah pusat soal Covid-19 yang kerap berubah dalam waktu singkat. Hal ini, menurut Afriantika membuat Monitoring Officer harus jadi corong informasi pertama yang selalu update untuk warga.

Tim Monitoring Officer JDS berfoto di depan Gedung Sate. (Photo: Delvira/JDS)

Boleh kasih contoh aduan seperti apa yang diterima, enggak?

A: Di kasus Hotline Isoman, misalnya. Ada aduan yang masuk terkait proses pengajuan obat/vitamin yang tidak sampai ke rumahnya. Setelah kita telusuri ternyata kasus ini banyak terjadi. Entah karena user sudah kirim permohonan obat, tapi tidak lanjut konsultasi dokter untuk proses triase dan peresepan. Ataupun ada user yang merasa enggak menerima paket obat/vitamin karena rancu saat isi form beda alamat dan domisili.

Ada kejadian yang paling enggak bisa kamu lupain gak selama memproses aduan warga?

D: Ada. Terutama ketika kasus Delta sedang naik-naiknya. Aku terima 3 aduan berturut-turut yang menjelaskan user ataupun kerabat warga sedang kritis ketika isoman. Setelah aku eskalasi kasus aduan tersebut ke stakeholder dan dinas terkait kemudian kembali memproses aduan ternyata dapat kabar kalau warga yang kritis ini sudah meninggal. Sempat stress sampai berhari-hari karena merasa kita enggak capable buat handle krisis di keadaan yang benar-benar genting. Dan kejadian seperti ini mungkin enggak hanya aku ya yang merasakan, di awal-awal Covid-19 muncul nampaknya teman-teman MO yang lain juga pernah merasakan hal yang sama.

“…Setelah aku eskalasi kasus aduan tersebut ke stakeholder dan dinas terkait kemudian kembali memproses aduan ternyata dapat kabar kalau warga yang kritis ini sudah meninggal. Sempat stress sampai berhari-hari karena merasa kita enggak capable buat handle krisis di keadaan yang benar-benar genting.” — Delvira, Monitoring Officer Lead JDS.

Guna atasi aduan dari warga, Tim Monitoring Officer punya protokol dan prosedur operasional yang harus dipenuhi dalam waktu tertentu. Prosedur operasional ini meliputi tata cara merespon sociomile hotline aduan warga. Termasuk, kanal tersendiri untuk teruskan aduan ke stakeholder.

D: Di semua case kita selalu berusaha menjawab sesuai protokol yang ada. Untuk kasus yang barusan saya ceritakan, bahasa yang comforting jadi salah satu yang warga butuhkan juga. Behavior yang selalu kita lakukan selama memproses hotline harus diposisikan layaknya bercengkrama biasa dengan warga. Bisa menggunakan bahasa Sunda yang lebih conversational, dengan catatan kita tetap upayakan kasih solusi buat mereka.

Dari sisi produk digital dan pembagian ranah kelola aduan, kira-kira apa yang jadi catatan dan perlu dipahami warga terkait pengembangan hotline di Jabar Command Center?

D: Alur eskalasi kasus aduan itu panjang ya, dan untuk memprosesnya butuh waktu. Harapanku ke depan kita bisa punya channel tersendiri yang bisa dengan cepat tersambung ke stakeholder terkait untuk kejadian-kejadian yang urgent. Jadi yang harus diingat, aduan warga yang bertransformasi ke ranah digital juga harus disambut bijak oleh semua pihak, agar proses birokrasinya tak berbelit-belit.

Ekspresi Delvira dan Afriantika ketika menanggapi aduan warga (Photo: Fakhri/JDS, Desain: Surya Kusuma/JDS)

A: Ada. Mungkin hal ini perlu dipahami warga, untuk lebih secara sadar mau membaca prosedur & proses bisnis suatu produk digital. Hal lain mungkin terkait skema respon, yang membuat kita terlihat lama untuk menjawab aduan. Enggak jarang promosi launching produk dari stakeholder jalan duluan, dan seketika permohonannya meledak, tapi backoffice kita masih rancang tim dan prosedural suatu produk. Ini bakal membuat user merasa lama ditangani. Kejadian ini murni jadi pembelajaran buat tim kita untuk lebih mematangkan produk digital sebelum diluncurkan ke publik.

Pengalaman digital (digital experience) Monitoring Officer selama pandemi semakin beragam. Sebagai tim yang mendengarkan lebih keluhan warga, lewat teknologi, kini mereka tak lagi perlu datang langsung secara door to door ke rumah warga.

Secara waktu, proses aduan juga jauh lebih efektif dan responsif. Produk digital telah bantu upaya contactless yang digaungkan sejak kemunculan pandemi, namun tetap mudahkan pelayanan publik terutama kesehatan untuk warga.

A: Selama pandemi kita harus contactless, penggunaan teknologi jadi solusi yang baru tapi penuh tantangan. Secara enggak langsung produk digital ini jadi pengalaman baru buat aku dalam mengendalikan diri ketika menghadapi berbagai jenis user, meski kita ga tatap muka secara langsung dengan mereka.

Boleh tau enggak, apa kata warga soal hotline Pikobar?

D: Boleh, dong. Kita bisa tahu ketika tiket aduan warga sudah close atau percakapannya selesai, akan ada user feedback di akhir terkait penilaian pelayanan kita. Penilaian ini yang jadi data buat kita untuk evaluasi dan pengembangan produk. Sejauh ini, Alhamdulillah warga puas sama pelayanan di Pikobar. Pun, kalau ada yang tidak puas, kita jadikan evaluasi tim.

A: Dari penilaian user feedback (CSAT*) bulan Maret lalu, kita bisa tahu 97.2% pengguna menyatakan puas ketika melakukan aduan lewat Hotline Pikobar. (Sumber: CSAT Pikobar Maret 2022, Fanny-Project Officer JDS).

***

Kehadiran Monitoring Officer di Jabar Digital Service jadi garda terdepan yang ikut mengubah proses interaksi ke arah digital selama pandemi. Sementara itu, penggunaan hotline selama pandemi jadi salah satu alat komunikasi yang meningkatkan pengalaman digital tak hanya bagi end-user, tapi juga tim di balik layar produk digital.

Produk digital telah memberi kesempatan dalam menampilkan lebih banyak insight untuk pahami lebih jauh kebutuhan pengguna dan kembangkan lebih banyak ide pelayanan publik di kemudian hari.

--

--

Jabar Digital Service
Jabar Digital Service

Published in Jabar Digital Service

The West Java Government’s digital and innovation team. We ‘disrupt’ the province’s governance and public services with design and technology.