Para pejuang tangguh di balik aplikasi jejaring RW se-Jabar “Sapawarga”

Harits Fathoni
Jabar Digital Service
5 min readFeb 9, 2021
Monitoring Officer memantau traffic aplikasi Sapawarga. Foto oleh: JDS/M. Fakhri Lutfi.

Pengembangan proyek super-app Sapawarga sempat terhenti cukup lama karena awal tahun 2020 pandemi menghantam dunia, termasuk Jawa Barat.

Tim yang mengembangkan dan mengimplementasi Sapawarga dialih-fokuskan ke dalam pengembangan situs web dan aplikasi Pikobar (Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar).

Sampai pada akhirnya, saat Bantuan Sosial (Bansos) Provinsi akan diselenggarakan, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar Setiawan Wangsaatmaja merilis Surat Edaran bernomor 443/1863/Dinsos pada April 2020. Dalam surat edaran tersebut Pemdaprov perintahkan para Ketua RW se-Jabar untuk melakukan verifikasi dan validasi data Non-DTKS (Non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) melalui aplikasi Sapawarga.

Siapa sangka, saat pandemi aplikasi Sapawarga jadi berkembang lebih cepat dari rencana. Sapawarga jadi wadah pengumpulan sampai pengolahan data penerima Bansos Provinsi agar lebih transparan dan akuntabel di tengah pandemi. Aplikasi yang sekarang digunakan Ketua RW dan administrator tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota ini juga jadi ruang partisipasi publik untuk bantu warga terdampak. Warga jadi punya peran kunci dalam penyelenggaraan Bansos Provinsi yang lebih tepat sasaran.

Sebanyak 18.763 Ketua RW pengguna Sapawarga melakukan verifikasi data penerima bantuan sosial, membantu 1,9 juta Keluarga Penerima Bantuan menikmati Bansos Provinsi. Data penerima bantuan yang diverifikasi Ketua RW pun bisa dikawal warga lewat portal data solidaritas.jabarprov.go.id. Warga bisa melaporkan warga membutuhkan atau mengadukan ketidaksesuaian penyaluran di portal ini.

Di balik kesuksesannya, pengembangan Sapawarga di tengah pandemi penuh tantangan; mulai dari pengembangan aplikasi hingga rumitnya pengolahan data. Di balik banyaknya pekerjaan rumah yang harus ditangani, ada orang-orang yang terjun langsung berkomunikasi dengan Ketua RW, Pendamping Lokal Desa, dan masyarakat. Tim Sapawarga menemukan berbagai rintangan dalam perjalanannya, salah satunya adalah demografi pengguna yang sedikit-banyak belum melek digital.

“Pas ada aduan masuk ke Sapawarga, tantangan pertama adalah bahasa. Kami para MO kadang sulit memahami apa yang disampaikan (perihal teknis aplikasi). Kebanyakan pengguna adalah Ketua RW yang sudah dikatakan orang tua jadi ada sebagian yang belum melek teknologi. Kadang kita harus berpikir keras untuk mengartikan apa yang mereka tanyakan. ”
— M. Rizqi Andrianto, Monitoring Officer

Monitoring Officer menjawab aduan warga melalui Hotline. Foto oleh: JDS/M. Fakhri Lutfi.

Tantangan implementasi Sapawarga berbanding lurus dengan hasil yang akan kami raih jika program ini berjalan dengan baik. Digitalisasi Jabar bisa memiliki impact yang besar mengingat populasi Jabar adalah seperlima dari total penduduk di Indonesia. Tidak mudah mengenalkan aplikasi Sapawarga kepada penggunanya, yang saat ini adalah Ketua RW di wilayah Provinsi Jawa Barat. Mungkin sebagian dari mereka sudah mulai mengenal teknologi, tapi tak sedikit juga yang tidak mengikuti perkembangan teknologi.

Maka, program Sapawarga bisa dibilang juga menjadi ‘katalis’ bagi digitalisasi komunikasi dan layanan publik yang inklusif; serta mendorong literasi digital yang lebih luas di Jawa Barat.

“Harapannya, dengan adanya Sapawarga akan ada pemerataan [akses dan literasi digital] di seluruh wilayah Jabar. Karena secara enggak langsung Ketua RW akan ‘dipaksa’ untuk menggunakan teknologi. Karena, ‘kan, ada ketimpangan di Jawa Barat; ada daerah yang udah maju, tapi ada juga yang ketinggalan. Sementara, kebutuhannya, ‘kan, buat semua orang. Makanya, adanya inovasi ini semoga bisa jadi jembatan kebutuhan untuk mengakses layanan publik secara digital buat semua warga.”
—Aldy Rialdy, Project Manager.

Inilah mengapa program Sapawarga bukan hanya menyoal pengembangan aplikasi, tetapi juga pembagian gawai kepada Ketua RW. Selain itu, diselenggarakan pula pelatihan-pelatihan penggunaan sistem operasi Android serta aplikasi Sapawarga.

“Cerita menariknya adalah waktu itu kita udah siap-siap menjelaskan bagaimana menggunakan Sapawarga, misalnya untuk log-in harus memasukkan username dan password. Nah, saat dibagikan gadget, akunnya, ‘kan, harus terhubung dengan email. Ternyata Ketua RW itu enggak bisa bikin e-mail, bahkan download Sapawarga di PlayStore juga banyak yangg enggak bisa. Banyak Ketua RW yang sudah sepuh (dituakan di wilayahnya). Jadi, waktu ada sosialisasi Sapawarga mereka biasanya bawa anak, bawa tetangga yang masih muda.”
— Pofi Utami Putri, Human Resource Specialist

Pelatihan aplikasi Sapawarga kepada Ketua RW (foto diambil sebelum pandemi). Foto oleh: JDS/M. Fakhri Lutfi.

Diperlukan orientasi terhadap pelayanan masyarakat yang tinggi bagi tim Sapawarga untuk bisa berkomunikasi dengan baik kepada masayarakat. Pemahaman terhadap situasi yang dialami masyarakat adalah salah satu kunci bagi mereka untuk mengasah empati sebagai bekal membantu warga Jabar. Tapi, Tim Sapawarga tidak sendiri dalam berkomunikasi dengan masayarakat. Ada juga Pendamping Lokal Desa (PLD) yang menjadi garda terdepan dan justru berhadapan langsung secara intensif dengan masyarakat setempat.

“Pertama, saya enggak sendiri dalam menghadapi RW yang banyak banget itu. Saya banyak didukung oleh teman-teman PLD; menurut saya mereka adalah frontliners yang tangguh banget soalnya kalau ada apa-apa, mereka ini yang “pasang badan” — misal saya kalau menerima teguran dari masyarakat, biasanya lewat chat atau telpon, kalau mereka bisa didatangi langsung gitu, hahaha. Jadi, saya dengar banyak banget dari curhat teman-teman PLD di Jabar.”
— Ibrahim Ukrin, Project Officer Sapawarga

Menghadapi dan membantu ribuan pengguna selama 24/7 memang menjadi hal yang melelahkan dan butuh kesabaran ektsra bagi tim Sapawarga. Tapi langkah ini harus tetap berjalan karena Sapawarga adalah salah satu jalan digitalisasi Jabar yang inklusif.

Sapawarga hadir untuk memberikan wadah baru bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan berinteraksi dengan pemerintah secara langsung.

“Sejauh ini masyarakat khususnya yang berada di pedesaan mendapatkan informasi hanya dari televisi, radio, pemerintah desa dan informasi yang disebarkan melalui WhatsApp. Nah, informasi ini biasanya hanya satu arah. Makanya, Sapawarga hadir untuk menjembatani antara masyarakat dengan pemangku kebijakan buat memberikan informasi yang dapat dikonfirmasi kebenarannya. Sehingga dapat menumbuhkan tingkat kepercayaan satu sama lain.”
— Aldy Ginanjar, UX Researcher

Ketua RW mengoperasikan aplikasi Sapawarga di sebuah pelatihan. Foto oleh: JDS/M Fakhri Lutfi.

Tugas mereka sebagai orang di balik layar Sapawarga saat ini adalah bagaimana aplikasi ini bisa berkelanjutan dimanfaatkan oleh masyarakat Jabar dan tidak putus digunakan oleh masyarakat. Sapawarga bisa menjadi platform yang kuat karena produk ini adalah suatu reaksi yang diberikan pemerintah, lewat kebijakan-kebijakan yang disusun, bisa berbasis data yang dikumpulkan oleh komunitas-komunitas yang terlibat. Itu poin menariknya Sapawarga; bahwa layanan publik ini dibangun secara bersama-sama.

Tonton juga pengalaman Monitoring Officers (MO) Jabar Digital Service yang jadi garda depan dalam berkomunikasi dengan user Sapawarga:

--

--

Harits Fathoni
Jabar Digital Service

the joy of abstraction. when the sun comes with pure orange and the blue sky collapse.