Pasar, Klaster Baru Pandemi?
Pasar tradisional masih menjadi pilihan banyak masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbeda dengan gerai toko dan supermarket, beragam barang kebutuhan pokok dijual dengan harga rendah dan masih bisa ditawar di berbagai pasar tradisional di Indonesia. Karenanya, tak jarang pasar tradisional atau pasar rakyat kerap disebut sebagai rumah ekonomi bagi masyarakat di berbagai daerah.
Meski begitu, pasar yang kerap menjadi tempat bertemunya pedagang dan pembeli dari berbagai latar belakang ini, ternyata berpotensi menjadi klaster baru tertularnya COVID-19. Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan pasar tradisional berpotensi menjadi kluster penyebaran karena contact rate di lokasi itu sangat tinggi. Mengutip wawancara dengan CNN, Tri menyatakan bahwa potensi penyebaran COVID-19 di berbagai pasar tradisional sangat rentan akibat tingginya kontak langsung antara pedagang pasar tradisional dengan para pembeli.
Tak hanya di Indonesia, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pun telah menemukan kasus penularan COVID-19 baru di pasar tradisional. Setelah tidak ditemukannya peningkatan kasus selama dua bulan, kasus penularan virus Corona ini ditemukan kembali pada sebuah talenan pemotong salmon yang digunakan oleh pengelola pedagang pasar Xinfadi di Beijing. Inilah yang menyebabkan banyak negara perlu waspada terhadap klaster baru dan potensi terjadinya gelombang COVID-19 kedua di pasar-pasar tradisional.
Pasar Tradisional di Jawa Barat
Hingga 16 Juni 2020, Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) mencatat, sebanyak 573 pedagang telah terinfeksi COVID-19 di seluruh Indonesia. Klaster penularan COVID-19 ini disinyalir mulai bermunculan dari aktivitas warga di pasar tradisional menjelang Idul Fitri.
Mengutip data dari KataData, jumlah kasus COVID-19 dari klaster pasar masih terus mengalami peningkatan setelah beberapa daerah melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tak seluruh pasar menerapkan protokol kesehatan. Hal ini diperkeruh dengan penolakan tes COVID-19 oleh sebagian pedagang pasar.
Di tengah transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), kasus COVID -19 bahkan muncul dari kalangan pedagang di pasar-pasar tradisional di Jawa Barat. Dari setidaknya 700 pasar tradisional yang ada di Jawa Barat, hingga kini sebanyak 3 pasar di Jawa Barat telah ditutup untuk sementara berkenaan dengan ditemukannya kasus COVID-19 pada pedagang di beberapa pasar tersebut.
Guna memutus rantai penyebaran pandemi, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat berupaya memfasilitasi Tes Masif COVID-19 di pasar-pasar tradisional di Jawa Barat. Meski begitu, seperti yang terjadi di pasar tradisional lain, masih ada beberapa pedagang yang menolak dilakukannya Tes Masif COVID-19. Hal ini bisa jadi, dikarenakan minimnya sosialisasi mengenai pentingnya Tes COVID-19 sebagai salah satu cara menekan angka penularan.
Tak hanya pengetesan masal, karantina mikro menjadi salah satu cara menekan potensi penyebaran COVID-19. Lingkungan yang berdekatan dengan lokasi pasar perlu dilakukan pengawasan dan dilakukan karantina (isolasi) mandiri.
Terapkan Protokol Selama di Pasar
Kegiatan jual beli sebenarnya masih bisa beroperasi di pasar-pasar tradisional yang berada di Level 1 dan 2 sesuai Level Kewaspadaan COVID-19 di Jawa Barat. Penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di pasar-pasar tradisional pada Level 1 (rendah) bisa beroperasi seperti biasa. Sedangkan di Level 2 (moderat), hanya beroperasi mulai pukul 05:00–12:00 WIB dengan ketentuan pengunjung hanya 70% dari total kapasitas kunjungan.
Protokol kesehatan juga perlu diterapkan sesuai aturan kebiasaan baru (new normal) dari Kementerian Perdagangan. Sesuai Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2020, setidaknya, pengelola pasar diwajibkan melakukan penyemprotan disinfektan di area pasar sebanyak dua kali sehari, memberi jarak antar pasar sejauh 1.5 meter, menyediakan area cuci tangan, menetapkan sirkulasi pengunjung, memeriksa suhu tubuh pengunjung dan pedagang pasar tak lebih dari 37.5°C, serta memelihara kebersihan sarana umum.
Bagi pembeli, ada beberapa hal yang perlu diterapkan selama berbelanja di pasar, di antaranya; menggunakan masker, menjaga jarak antrian, membayar dengan pecahan uang pas, serta segera meninggalkan area pasar setelah berbelanja.
Beralih ke digital
Di tengah pandemi, digitalisasi menjadi kebutuhan. Untuk mengurangi interaksi, kita bisa mulai berbelanja secara daring di pasar-pasar tradisional. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil bersama Menteri Perdagangn Republik Indonesia, Agus Suparmanto, telah meluncurkan inovasi berupa “Pasar Digital” di Jawa Barat. Setidaknya, di Kota Bandung sendiri, telah ada lebih dari 10 pasar yang mendeklarasikan diri telah melaksanakan Pasar Digital.
Perdagangan digital yang sebelumnya menyasar kelompok menengah ke atas, kini bisa dinikmati hingga ke pasar-pasar tradisional. Tak hanya sekedar inovasi, Pasar Digital digadang sebagai solusi baru dalam mempertahankan perdagangan tradisional di era modern. Seiring penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Kang Emil mengatakan, ekonomi (pasar tradisional) secara angka tidak akan berubah, namun secara tidak langsung, memaksa kita sebagai makhluk ekonomi (homo economicus) untuk mengubah perilaku sosial dan adaptif terhadap krisis, termasuk ketika berbelanja ke pasar.