Rahasia DigiTeam ngabretterus walau pandemi menghadang

Nita Fitriani
Jabar Digital Service
5 min readAug 25, 2021
Situasi kerja di Command Center. Sumber: Jabar Digital Service

Sebagai unit digital yang berorientasi pada layanan publik, Jabar Digital Service (JDS) memiliki program-program inovatif yang bantu memudahkan kehidupan masyarakat lewat teknologi. Di tahun 2019, JDS telah menjadi ‘remaja yang beranjak dewasa’ ditandai dengan program yang mulai dirilis seperti Sapawarga dan beberapa implementasi Desa Digital di wilayah Jawa Barat.

Ketika semua berjalan sesuai rencana, kami telah melakukan perencanaan lanjutan, dan mengeksplorasi segala kemungkinan transformasi digital di Jawa Barat secara inklusif dan masif melalui layanan berbasis teknologi. Tiba-tiba Presiden Jokowi umumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada Maret 2020, ragam kebijakkan mulai diberlakukan, seperti penutupan tempat perbelanjaan dan fasilitas umum, hingga sistem Work from Home (WFH) di sejumlah perkantoran. Seluruh masyarakat mau tidak mau dituntut untuk bisa beradaptasi dengan situasi yang terjadi.

Begitu pula di JDS. Pandemi telah merubah bagaimana kami bekerja. DigiTeam yang biasanya berkomunikasi secara tatap muka, jadi harus terbiasa melakukannya secara online lewat ragam aplikasi seperti Google Meet dan Zoom hingga penggunaan ClickUp, Trello, dan sejenisnya dalam hal project management. Di tengah kondisi yang tidak pasti, justru JDS sebagai unit digital pemerintahan jadi bagian terpenting dalam akselerasi penggunaan teknologi.

Tidak seperti kebanyakan instansi pemerintah dengan sistem bekerja konvensional di mana hirarki top-down menjadi alur komando yang kental, Jabar Digital Service mulai dengan mengadopsi konsep agile dalam lingkungan birokrasi. Mencoba menghilangkan “pengkotak-kotakan” sumber daya sebagai respon adaptasi terhadap situasi yang tak menentu.

Pandemi bukan hanya mengubah cara kita bekerja, tapi juga mengubah fokus sumber daya di JDS yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 melalui pengembangan teknologi. Kini, talent bukan berfokus pada rantai komando dan birokrasi, tapi lebih fleksibel dalam menangani pekerjaan yang bisa diselesaikan sesuai kapasitas mereka.

Perbandingan sistem organisasi top-down dan agile. Sumber dokumen: McKinsey & Company

Perubahan tupoksi pekerjaan dan segala kesibukkan yang dialami berdampak pada awal pandemi tak hanya pada kondisi fisik, namun juga mental DigiTeam. Jika dibiarkan berlarut-larut, tentunya bakal menghambat kinerja kerja individu maupun tim. Langkah pertama yang dilakukan oleh Tim HR sebagai upaya mitigasi adalah memfasilitasi tes Covid-19 buat DigiTeam. Tujuannya, mencegah penularan virus di lingkungan kerja JDS. Sebagai aksi tanggap darurat, JDS juga menuruti anjuran pemerintah pusat untuk menerapkan WFH di dua minggu pertama setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan.

Selain itu, karena pandemi tidak hanya menyerang fisik seseorang namun juga mental, Tim HR menyediakan ruang bagi DigiTeam untuk bercerita maupun berdiskusi. Membuka ruang-ruang komunikasi seperti ini penting sekali untuk mengetahui apa yang sering menjadi penghambat dan kekhawatiran tiap individu. Seringkali sebagai pekerja yang berada di bawah institusi/perusahaan mengalami banyak perbedaan dari cara pandang bagaimana menyelesaikan sebuah pekerjaan, hal ini menjadi sangat krusial dalam berorganisasi.

“Proses untuk memfokuskan kembali tujuan JDS untuk menyamakan misi itu penting. DigiTeam harus memiliki motivasi yang sama dalam melayani masyarakat dan memberi dampak perubahan ke arah yang lebih baik bagi Jabar,” Uray Andro, HR Specialist JDS.

Ilustrasi ketika DigiTeam memanfaatkan ruang yang diberikan Tim HR untuk bercerita dan berdiskusi. Sumber: Unsplash

Pola komunikasi yang baik juga harus terus dipertahankan, salah satunya lewat acara Townhall yang diadakan setiap satu bulan sekali bagi seluruh DigiTeam. Menambahkan poin-poin yang disampaikan oleh Andro, Pofi menekankan bahwa empati juga merupakan faktor penting dalam penyusunan strategi.

dalam kondisi krisis seperti saat ini, saling berempati dan menghargai satu sama lain sangat penting. Tidak saling menghargai adalah awal kerusakan sebuah organisasi,” Pofi Utami Putri, HR Specialist JDS.

Mengutip artikel Forbes, “….the Covid-19 pandemic has been like the tide going out on the shore. As the waters receded, we saw what lay beneath — good and bad. The pandemic has revealed the “rocks” that existed in our culture — both the challenges in our path and our most important priorities.”

Kalau di JDS, “rocks-nya” apa, ya kira-kira? Apa yang menjadi bottleneck paling jelas saat itu?

Menjawab pertanyaan tersebut, Pofi dan Andro sepakat bahwa menyamakan perspektif dan tujuan antar DigiTeam adalah tantangan terbesar. Sebagai contoh, tujuan JDS adalah membantu Jabar dalam menyelesaikan berbagai masalah berdasarkan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Jika tujuan ini sama dengan tujuan setiap DigiTeam, maka proses pencapaiannya akan terasa lebih mudah, sekalipun banyak tantangan yang dihadapi. Menurut Pofi, sebenarnya cara apapun yang akan dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan tak harus seragam, yang penting tujuannya sama. Ragam tools hingga fasilitas yang telah disediakan pun dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

“Bila JDS dianalogikan sebagai kereta api, regulasi berfungsi membantu agar kita tetap berada di ‘rel’ yang tepat,” pungkas Andro.

Penerapan WFH juga perlu menjadi perhatian. Seperti pendapat dari Andro, WFH bukan hanya pindah kerja dari kantor ke rumah, namun bagaimana menyiasati agar bisa bekerja dengan efektif meski dari rumah. Bagaimana menyediakan ruang kerja yang kondusif, hingga mengatur waktu dengan baik.

JDS terus berinovasi dan hasilkan karya selama pandemi, tanda bahwa DigiTeam sudah memiliki satu misi yang sama

DigiTeam terus menunjukan produktivitas walau dengan berbagai keterbatasan. Pada Juli 2020, JDS meluncurkan aplikasi DigiTeam. Aplikasi ini bantu permudah DigiTeam dalam mengisi daftar hadir hingga membuat laporan kerja. Tak hanya itu, aplikasi ini juga dilengkapi dengan pilihan emoji yang bisa digunakan untuk ekspresikan perasaan DigiTeam. Jadi, Tim HR bisa langsung follow-up dan bantu DigiTeam lewat sesi sharing jika memang dibutuhkan.

Launching aplikasi Pikobar pada Maret 2020. Sumber: Jabar Digital Service

Lewat agility yang diterapkan dalam kultur kerja DigiTeam, kondisi pandemi justru mengantarkan JDS untuk meraih penghargaan Special Award for Resiliency dari IDC Digital Transformation pada 2020 karena telah menghadirkan Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar) sebagai media komunikasi dan informasi penangan Covid-19 di Jabar.

Ini membuktikan bahwa setiap DigiTeam memang telah memiliki misi yang sama untuk menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Penghargaan ini menjadi hadiah atas dedikasi serta kerja keras yang telah mereka lakukan selama ini.Ternyata perubahan itu tak selalu buruk, kok! Kita hanya perlu keberanian untuk bisa beradaptasi dan tunjukkan kemampuan terbaik untuk capai tujuan bersama.

Sebagai penutup, sebuah artikel dari Strategy& mengatakan, “Culture change is difficult but rewarding.” Bahwa selama perubahan tersebut menuju kebaikkan dan bisa dipertanggungjawabkan, maka tak perlu takut. Meski akan sulit untuk dilakukan dengan banyaknya tekanan dalam beradaptasi, pada akhirnya kita akan mendapatkan “reward” berupa ilmu baru yang dipelajari ketika proses perubahan terjadi.

--

--