Sebelum terjun ke NFT dan Cryptocurrency, kenali dulu teknologi di balik fenomena ini

Nita Fitriani
Jabar Digital Service
7 min readFeb 24, 2022

--

Ragam fenomena baru dalam dunia teknologi (Sumber: Freepik, OpenSea, dan Liputan6)

Dunia digital belakangan ini dihebohkan oleh ragam fenomena akibat pertumbuhannya yang terbilang cepat. Bagi seorang mahasiswa bernama Sultan Gustaf Al Ghozali, hal ini memberikan keuntungan yang tak terduga. Lewat fenomena Ghozali Everyday, ia mendapatkan miliaran rupiah dari hasil berjualan foto selfie-nya sebagai NFT (Non-Fungible Token) di OpenSea–sebuah platform marketplace khusus jual beli NFT.

Gara-gara Ghozali Everyday, banyak juga netizen Indonesia yang salah kaprah dan mulai menyerbu OpenSea untuk berjualan foto makanan hingga yang cukup berbahaya yaitu menjual foto selfie dengan KTP. Aduh, ada-ada aja nih warga +62.

Masyarakat Indonesia jualan siomay di OpenSea (Sumber: opensea.io)

Kejadian ini menjadi pertanda bahwa kurangnya literasi keuangan digital menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini. Menurut Menteri Koperasi dan UMKM (MenkopUKM), Teten Masduki lewat siaran pers pada November 2020, tingkat literasi keuangan digital Indonesia baru mencapai 35,5%. Artinya, masih banyak masyarakat yang belum memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam mengelola keuangan digital.

Layaknya dua sisi mata koin, ada orang yang berhasil menaklukkan dan mendapatkan dampak yang baik dari proses jual beli aset digital ini, tapi tak jarang yang lainnya malah mengalami kerugian. Selain pasar NFT, fenomena token ASIX milik Anang Hermansyah menjadi viral karena sebuah screenshot yang beredar dari salah satu pembelinya mengaku mengalami kerugian dan meminta uangnya kembali karena token ASIX mengalami penurunan nilai aset yang sangat drastis. Isunya berlanjut ketika ternyata token tersebut belum mendapatkan izin untuk diperjualbelikan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Token ASIX milik Anang sempat buat pembelinya cemas (Sumber: jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com)

Kamu termasuk orang yang ngerasa FOMO (Fear of Missing Out) alias ingin buru-buru terjun ke dunia yang lagi nge-hits ini? Kamu tahu tidak? Bahwa di balik itu semua ada yang namanya teknologi Blockchain. Munculnya teknologi ini membuat banyak orang mulai penasaran dan mencari tahu tentang apa itu blockchain, token, Bitcoin, Metaverse, dan istilah yang berkembang. Eitss, sebelum jauh berlanjut, kayanya kita tarik mundur dulu ke awal mula munculnya internet.

Perkembangan teknologi internet (Sumber: DEV Community)

Perkembangan dunia internet dimulai ketika Tim Bernes-Lee atau Timothy, pria yang dikenal sebagai Bapak internet, mulai mengembangkan Web 1.0 pada 1990. Saat itu, pengguna internet berperan sebagai penerima informasi yang hanya bisa membaca berita ataupun bentuk informasi lainnya tanpa memberikan feedback (satu arah). Pada dekade yang sama, muncul Web 2.0. Beberapa perusahaan rintisan teknologi menciptakan platform media sosial di era ini, di mana pengguna di seluruh dunia bisa berinteraksi secara real-time melalui ponsel yang terkoneksi internet. Nama-nama besar yang muncul diantaranya Google, Amazon, Facebook hingga Twitter.

Selain kemunculan media sosial, era Web 2.0 juga ditandai dengan awal mula hadirnya Bitcoin sebagai mata uang digital yang diciptakan oleh Satoshi Nakamoto. Bitcoin hadir di tengah-tengah krisis ekonomi global yang terjadi pada 2008 silam sebagai alternatif bagi masyarakat untuk menyimpan uang mereka dengan lebih aman. Lewat transaksi elektronik, pembayaran dapat dilakukan secara langsung (peer-to-peer) tanpa melalui institusi keuangan.

Lalu ada Web 3.0, di mana semuanya semakin canggih karena memungkinkan sebuah aplikasi untuk memproses informasi seperti halnya kecerdasan manusia. Data-data tak lagi tersentralisasi, melainkan saling berinteraksi lewat campur tangan Artificial Intelligence (AI). Masyarakat yang baru mempelajari cara kerja uang elektronik pada era sebelumnya, di era Web 3.0 diprediksi mulai terbiasa untuk bertransaksi secara digital serta bertanggung jawab dalam mengontrol data mereka sendiri.

Ada yang tau saat ini kita ada di tahap yang mana?

Yes! Saat ini kita berada di tahap Web 2.0 dan diprediksi akan memasuki era Web 3.0 dalam waktu dekat. Terlihat banget ‘kan kalau masyarakat sudah mulai rame ngomongin Bitcoin. Terus apa hubungannya Bitcoin dengan blockchain, NFT, dan lain-lain? Yuk, kita bahas lebih jauh…

Blockchain: Teknologi dalam transaksi mata uang digital

Blockchain adalah database terdistribusi yang dibagikan di antara node jaringan komputer. Sebagai database, blockchain menyimpan informasi secara elektronik dalam format digital. Blockchain terkenal karena peran pentingnya dalam sistem cryptocurrency, seperti Bitcoin, untuk menjaga catatan transaksi yang aman dan terdesentralisasi. Teknologi ini menjamin keamanan catatan data tanpa perlu pihak ketiga yang terpercaya.

Salah satu perbedaan utama antara database biasa dan blockchain adalah bagaimana data terstruktur. Blockchain mengumpulkan informasi bersama dalam kelompok, yang dikenal sebagai blok, yang menyimpan kumpulan informasi.

Seperti namanya, blockchain terdiri dari blok-blok berisi data yang sama dan saling terikat satu sama lain. Coba kita ibaratkan kalau blockchain ini terdiri dari sebuah tim kerja beranggotakan 4 orang, yaitu Adit, Budi, Caca, dan Dini yang sedang mengerjakan sebuah proyek. Karena mengerjakan proyek yang sama, setiap mereka memiliki data, foto, laporan, dan surat-surat yang sama, tersimpan dalam sistem blockchain.

Ilustrasi cara kerja sistem blockchain (Sumber: Jabar Digital Service

Esti yang berasal dari tim lain diam-diam mengganti isi laporan yang dimiliki Caca dengan data yang gak valid. Biasa lah, saling sikut kayak di drakor-drakor gitu. Nah, karena Adit, Budi, dan Dini punya laporan yang asli, ketika perubahan terdeteksi, mereka langsung kasih tau Caca sehingga datanya tetap aman. Untung aja Caca punya tim yang solid, ya.

Case ini menunjukan bahwa sistem blockchain hampir mustahil untuk di-hack, karena jumlah blok-bloknya udah jutaan dan tersebar di ratusan ribu server hingga ke seluruh dunia. Jadi blockchain ini secure banget!

Nah, teknologi ini juga digunakan untuk transaksi NFT

Ketika kita melakukan transaksi menggunakan mata uang digital (cryptocurrency), semua catatan transaksi tersebut tersimpan aman dalam sistem blockchain, termasuk ketika kamu akan membeli NFT.

Seperti apa, sih proses jual beli menggunakan sistem blockchain?

Ilustrasi proses jual beli NFT (Sumber: Jabar DIgital Service)

Misalnya, kemarin waktu “Ghozali Everyday” heboh jual foto selfie-nya. Kamu jadi pengen banget nih beli si kepemilikan (license) dari foto tersebut (ingat ya, yang dibeli bukan sekedar fotonya aja). Atau malah kamu ingin menjual karyamu.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah buat akun di salah satu platform marketplace NFT kemudian daftarkan karya kamu dengan masukkan info lengkap mengenai karya.

Setelah karya NFT tersimpan dalam sistem blockchain, kamu akan mendapatkan license atas karyamu. Karya kamu gak bisa diakses oleh sembarang orang. Hanya orang yang memiliki token yang bisa akses. Kalau ada yang mau beli karya kamu, ya harus beli license-nya dulu.

Sama seperti ketika kamu beli rumah yang harus ada sertifikat kepemilikannya, license ini adalah “sertifikat” yang menunjukkan kalau karya itu adalah milik kamu.

Kalau orang lain mau beli karya kita, gimana caranya? Karena dijual pada platform digital, transaksinya digital juga, dong. Kamu bisa gunakan mata uang digital atau yang sering disebut cryptocurrency. Ada ragam mata uang yang bisa digunakan ketika kamu akan membeli digital art lewat sistem blockchain, diantaranya Bitcoin, Ethereum, Ripple, dan sebagainya.

Cobain deh untuk mulai jual karyamu di NFT, soalnya…

Kalau license kamu dibeli oleh orang lain dan karyamu terus ditransaksikan, kamu sebagai pemilik awal bakalan dapet royalti hingga maksimal 10%. Wih, mantep ‘kan! Kalau seniman jaman dulu sih pas karyanya terjual udah tuh putus aja di situ rantai penjualannya.

Berkembangnya Metaverse juga mendukung maraknya penggunaan NFT. Banyak desainer bahkan brand-brand ternama seperti Adidas “buka cabang” di Metaverse dengan menjual produk NFT mereka melalui Opensea. Picuaneun banget gak tuh.

Produk Adidas yang dijual lewat OpenSea (Sumber: OpenSea)

Desa Digital: Upaya kami dari lingkup terkecil

Sempat dibahas sebelumnya bahwa literasi keuangan digital di Indonesia yang masih rendah menjadi latar belakang munculnya dampak negatif seperti mispersepsi dalam penjualan karya di NFT. Jadi, ada baiknya untuk cari tahu dulu segala informasi terkait dengan lakukan riset. Sebelum kamu memulai terjun di dunia jual beli aset digital, kenali risikonya, lihat seperti apa prospek ke depannya, dan yang perlu diingat, jangan karena melihat keuntungannya yang fantastis terus kamu pertaruhkan semua tabunganmu untuk main jual beli aset digital. Secukupnya aja, ya! Kalau sewaktu-waktu nilainya merosot kan rugi.

Program Desa Digital yang diinisiasi oleh Jabar Digital Service (JDS) sejak 2019 juga menaruh perhatian terhadap isu literasi digital, khususnya untuk warga desa di Jabar. Sebagai langkah untuk bangun Jabar dari desa, teknologi mulai diperkenalkan untuk tingkatkan produktivitas dan kesejahteraan warga, lewat program Desa Digital Level 2: Literasi Digital.

Pelatihan Literasi Digital di 9 Kab/Kota di Jabar (Sumber: Jabar Digital Service)

Ragam kegiatan telah dilakukan, diantaranya mendampingi masyarakat desa untuk menggunakan internet dalam berkomunikasi dan mengakses informasi melalui pelatihan “Training of Trainers” yang dihadiri oleh 206 peserta pada Agustus 2021.

Selain itu, pada program Desa Digital Level 3, pelatihan pemasaran terkait digital marketplace bagi pelaku usaha & BUMDes juga digencarkan. Tercatat, 35 BUMDes mendapat pendampingan dari Tokopedia Center, 1.335 BUMDes mendapat pendampingan dari Shopee Center, dan 40 BUMDes terdaftar pada Rural Platform–sebuah wadah yang ditujukan untuk menjembatani para pelaku usaha di desa untuk berpartisipasi dalam ekosistem bisnis digital.

Mudah-mudahan, lewat upaya ini, nantinya seluruh lapisan masyarakat baik yang di kota maupun di desa menjadi lebih siap dalam beradaptasi dan menghadapi perkembangan teknologi yang kian cepat.

Itu dia penjelasan mengenai seluk-beluk dunia internet di masa yang akan datang. Gimana, sudah terjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya bikin kamu penasaran? Hah?! Masih belum puas?! Hehe jangan pusing jangan rungsing! JDS bakal adain event TechUpdate Online Vol. 38 dengan tema Kolaborasi Era Web 3.0: Melejitkan Karya Melalui Teknologi NFT, BESOK!

Hayu, buruan daftar! Kamu bisa diskusi dan tanya-tanya sepuasnya ke 2 narasumber ahli yang bakalan hadir nanti. Langsung daftar lewat link berikut, ya:

s.id/TU38TIKET

--

--