Teknologi: Kebutuhan Pokok Manusia Modern selama Pandemi

Harits Fathoni
Jabar Digital Service
7 min readApr 17, 2020
Ilustrasi penggunaan teknologi sebagai kebutuhan manusia modern (unsplash.com)

Disrupsi teknologi pada dasarnya membuat perilaku masyarakat bergeser dan beradaptasi. Keseharian masyarakat di tengah pandemi ternyata memperjelas pergeseran aktivitas masyarakat dari yang “nyata” dan “fisik” menuju aktivitas “digital” yang sifatnya cenderung “maya”. Rupanya, momen pembatasan sosial yang diakibatkan pandemi COVID-19 ini membuat penggunaan media sosial semakin tumbuh. Krisis kesehatan terbesar yang pernah kita alami ini telah membuat semakin banyak pengguna lebih lama berselancar di dunia virtual untuk tetap terhubung dengan keluarga, teman, dan kolega.

COVID-19 telah secara radikal mengubah jadwal dan rutinitas harian setiap orang. Menjadi hal yang istimewa bagi orang untuk bisa tetap di rumah dan merasa aman dengan berpikir “bagaimana saya harus menghabiskan waktu hari ini?”. Di sisi lain ada pula dilema yang muncul: di kala orang-orang lebih banyak di rumah, tidakkah perputaran roda ekonomi yang melambat?

Beberapa perusahaan di Indonesia “merumahkan” sebagian pegawainya. Bahkan sebagian lainnya lebih memilih untuk melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) kepada sebagian pegawainya untuk menekan cost karena pendapatan yang menurun drastis sejak pandemi berlangsung.

Menyadur dari kompas.com, Kementerian Ketenagakerjaan merilis sebuah data yang memperlihatkan bahwa, per 4 April 2020, terdapat sekitar 130.356 pekerja dirumahkan maupun di PHK. Di Jawa Barat saja, sebanyak 53.000 pekerja dirumahkan dan 6.000 pekerja diantaranya di-PHK, menurut data Disnakertrans Jabar per 8 April 2020.

Istilah “dirumahkan” dapat merujuk kepada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (butir f), yang menggolongkan “meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu” sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja. Sebagian dari pekerja yang dirumahkan ini tidak dibayar selama pandemi mencegah mereka pergi bekerja.

Sedangkan, mengenai kewajiban pengusaha dan pekerja, Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatakan bahwa sebelum ada putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengenai pemutusan hubungan kerja, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Kewajiban pengusaha antara lain yaitu membayar upah pekerja, dan kewajiban pekerja yaitu melaksanakan pekerjaannya. Namun bagaimana nasibnya perusahaan yang tidak bisa membayar pekerja karena kegiatan ekonomi berhenti diterjang wabah? Bagaimana pula nasib pekerja yang tidak bisa bekerja karena harus menghindari terinfeksi virus sehingga tidak berpenghasilan?

Pasar tradisional juga membuka pesan-antar (instagram.com/@disperindag_jbr)

Tidak hanya kehilangan pekerjaan, pada sektor informal seperti pengemudi ojek online, pemilik dan pegawai cafe, dan pengelola tempat wisata mengalami penurunan pendapatan secara drastis. Beberapa restoran bertahan dengan memanfaatkan jasa pesan-antar secara impromptu untuk para pelanggan. Bahkan pedangang pasar tradisional pun membuka jasa jual beli lewat Whatsapp agar transaksi tetap terjadi selama pandemi berlangsung.

Beberapa restoran mempunyai cara tersendiri agar orang-orang tetap membeli walau dari rumah (instagram: @jiwatoast)

Namun, sebagian lainnya memilih tutup. Pendapatan ojol saat ini banyak bergantung pada banyaknya pesanan pesan-antar makanan, sebab banyak orang harus diam di rumah karena pembatasan sosial. Di samping itu, banyak orang mempertimbangkan untuk masak sendiri ketimbang memesan online. Ketakutan masyarakat akan penularan COVID-19 ternyata sampai pada level benda-benda yang diperjualbelikan lewat internet dan dikirim melalui jasa antar online. Aktivitas yang nampak banal sebelum pandemi ini ternyata terasa sangat esensial sekarang karena keadaan mengharuskan lebih banyak orang untuk tidak keluar rumah.

Dalam waktu-waktu sulit, beberapa pekan setelah pemerintah di berbagai belahan dunia mengimbau warganya untuk bekerja di rumah, orang-orang mencari cara untuk tetap terkoneksi dengan rekan kerja dan menuntaskan pekerjaan. Conference call atau telekonferensi menjadi norma standar baru bagi dunia kerja saat ini. Penulis beberapa kali harus mengungsi ke rumah kakak untuk koneksi stabil ketimbang berdiam diri di kost dengan sinyal wifi seperti kadar keimanan, naik turun. Ya, saya butuh WiFi, karena con-call memakan banyak kuota.

Ilustrasi Work From Home (spoters-media.com)

Masyarakat tetap harus memenuhi kebutuhannya dengan bekerja. Bedanya, sekarang semua dilakukan dari rumah dengan bantuan teknologi. Ibu rumah tangga harus pintar menggunakan fitur saring di Youtube agar anak-anak menonton video edukasi selama belajar dari rumah. Orang-orang tetap terpenuhi asupan nutrisinya dan bertahan dalam ‘ke-mager-an’ berkat layanan pesan-antar makanan.

Di sisi lain, perusahaan-perusahaan teknologi raksasa di California mendulang banyak keuntungan dari banyaknya orang-orang yang bekerja dari rumah. Mengutip dari thechrunch.com, Whatsapp melaporkan adanya peningkatan pengguna hingga 40% selama pandemi berlangsung. Aplikasi telekonferensi Zoom juga melaporkan peningkatan pendapatan sebesar 85% hanya dalam waktu tiga bulan yakni 166,6 juta Dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 2,7 triliun. Bahkan gameindustry.biz melaporkan, pesta pora juga dinikmati oleh 3 perusahaan game konsol ternama, yaitu Nintendo, Playstation, dan Xbox. Total sebanyak 259.169 konsol terjual di seluruh dunia dalam kurun waktu satu minggu karena banyak negara melakukan lockdown.

Animal Crossing salah satu game yang laris saat pandemi (unsplash.com)

Zoom tak hanya tenar di kalangan pekerja, aplikasi konferensi video ini juga digunakan orang-orang dari segala usia untuk menjadi tuan rumah pesta virtual, kumpul-kumpul keluarga, dan bahkan acara keagamaan maupun seminar.

Orang-orang perlu sarana untuk tetap terhubung dan mengetahui perkembangan situasi yang terjadi di lingkungan mereka maupun di dunia. Di samping itu, pembatasan sosial menimbulkan masalah baru: bagaimana kita bertahan dari kebosanan? Dengan ramai-ramai membeli game konsol yang bikin perusahaannya kaya raya? Berkarya dari rumah atau melakukan hobi lain yang mereka suka dan tak lupa beritahu dunia maya dengan sertakan sticker #stayathome? Yang jelas banyak orang sekarang tiba-tiba punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya terpotong perjalanan menuju kantor, misalnya.

Salah satu perusahaan korporasi raksasa asal Silicon Valley, Twitter, adalag yang paling pertama merespon pandemi dengan meminta 4.800 karyawannya di seluruh dunia untuk melakukan kerja dari rumah (work from home/WFH). Kampanye untuk tetap di rumah saja juga menjadi perhatian World Health Organization (WHO) dan pemerintah negara-negara dunia, pasalnya langkah ini masih menjadi salah satu kunci memperlambat laju penularan COVID-19 yang semakin meluas selain melakukan tes masif.

Tagar #dirumahaja dan #stayathome seketika menjadi keharusan netizen dalam setiap post sosial media mereka. Banyak tren bermunculan di jagat internet, seperti beberapa orang memilih mengapresiasi tenaga medis yang berada di garda terdepan melawan COVID-19 melalui karya-karya ciamik yang mereka bagikan di internet atau mengikuti tren memulai pagi dengan dalgona coffee buatan sendiri.

Dari fenomena yang ada, kami setuju apa yang disajikan Vox dalam artikelnya “Dalgona coffee, PowerPoint parties, and bread baking: The micro-trends of quarantine” bahwa swakarantina membuat orang-orang mempunyai waktu ekstra untuk melakukan banyak hal diluar pekerjaan seperti memanggang roti, membuat kopi upaya tinggi sendiri, atau berpartisipasi dalam online challenges yang sedang viral.

Fenomena Dalgona Coffee (unsplash.com)

Seperti yang sudah dibahas tadi, dalam waktu yang tak menentu ini, orang-orang membentuk “new normal” dari tren-tren yang beredar di dunia maya. Saat ini, mereka tidak perlu membuang waktu untuk pindah tempat dari kamar yang nyaman ke ruangan kantor yang mengandung unsur kantuk. Tidak juga menghabiskan banyak perias untuk tampil catchy setiap hari dan mandi di pagi yang dingin.

Tetapi tampaknya kopi dalgona hanyalah sebuah permulaan; semakin banyak orang menemukan diri mereka di rumah, mereka secara kolektif tertarik pada kegiatan tertentu dan membagikannya agar dikonsumsi publik dalam realitas isolasi, dengan harapan dapat mengurangi sedikit rasa kesendirian mereka. Dalam masa-masa ketidakpastian dan krisis seperti ini, tren-tren ini membuat banyak orang lain merasa nyaman dan gembira — terlepas dari betapa membosankannya tugas, katakanlah, membuat kopi berbusa mungkin. Walaupun tangan Anda harus pegal untuk membuatnya.

Pandemi mengubah segala macam bentuk aktivitas di rumah sampai-sampai kita akan berpikir “apa yang harus saya lakukan selanjutnya?”. Tenang, buka saja media sosial Anda dan mulai mencari kultur baru karantina yang berkembang di platform seperti TikTok, Instagram Stories, dan Zoom, karena ini memungkinkan tren yang terjadi cepat berganti dengan yang baru.

Kolaborasi virtual musisi Indra Lesmana dan Tompi di platform media sosial Instagram. (instagram.com/indralesmana)

Beberapa artis dan content creator juga melakukan kolaborasi melalui platform tersebut— membuat pemirsa di rumah tetap terhibur di rumah segala keahlian yang mereka punya tanpa harus mengikuti jadwal tayang media tradisional. Penyiar harus tetap siaran dari rumah walau hanya memakai kaos dan celana pendek. Dan beberapa orang memilih lompat-lompat dengan lagu riang di TikTok. Semua yang dikonsumsi publik saat ini, bisa jadi membentuk cara-cara baru bahkan saat pandemi telah berakhir.

Kita pasti berharap pandemi ini cepat berlalu, jadi Sobat JDS bisa kembali beraktivitas dengan normal, bisa berkumpul bareng keluarga di kampung halaman, travelling ke tempat yang sudah lama direncanakan, atau mungkin sekedar ngopi bareng teman-teman yang sekarang tidak bisa ketemu secara langsung akibat pandemi yang ‘mengurung’ kita di balik pintu rumah masing-masing.

--

--

Harits Fathoni
Jabar Digital Service

the joy of abstraction. when the sun comes with pure orange and the blue sky collapse.