Wajah baru pendidikan dan segala tantangannya

Harits Fathoni
Jabar Digital Service
5 min readJun 18, 2020
Ilustrasi Sekolah Ditutup — Sumber unsplash.com

Di seluruh dunia, sekolah telah ditutup dalam hitungan hari bahkan bulan. Tak terkecuali di Indonesia, sektor pendidikan dihentikan sementara untuk menekan laju penularan pandemi. Ditutupnya sekolah merupakan bagian dari skenario kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia.

Mengutip dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), sekitar 91,3% atau 1,5 miliar pelajar di seluruh dunia tidak dapat bersekolah akibat pandemi. Sedangkan di Indonesia pelajar yang terdampak sekitar 45% atau 3% dari jumlah di seluruh dunia.

Di tengah pandemi, pelajar memulai fase baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Pelajar hari ini harus beradaptasi dengan kebaruan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hingga ditiadakannya Ujian Negara (UN). Tidak ada yang menyangka, bahwa wajah pendidikan berubah drastis akibat pandemi.

Ilustrasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) — Sumber unsplash.com

Kerja keras tenaga pendidik patut kita apresiasi di waktu yang tak pasti ini. Orang tua pun ikut mendampingi anaknya belajar budaya, bahasa hingga sains dari rumah. Justru, menurut Menteri Nadiem, krisis ini memaksa situasi proses belajar ideal, karena bukan hanya guru yang mengajar melalui platform online, tapi hadir juga orang tua yang mengawasi anak belajar secara virtual. Inilah yang sebenarnya dinamakan proses belajar, yaitu kolaborasi antara orang tua, guru dan murid dalam satu waktu.

Dari krisis ini, orang tua dapat mengambil pelajaran bahwa betapa sulitnya mendidik anak karena saat ini mereka mengalaminya sendiri. Secara tidak langsung PJJ meningkatkan empati orang tua terhadap guru. Disisi lain, guru menyadari tanpa ada peran orang tua yang baik, pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.

Kegiatan belajar mengajar di sekolah masih jadi kekhawatiran Pemerintah Pusat terhadap munculnya klaster baru di bidang pendidikan. Apalagi sekolah yang berada di wilayah episentrum. Sejak kebijakan belajar dari rumah berjalan hampir 3 bulan, Kemendikbud belum memutuskan kapan sekolah akan kembali dengan sistem tatap muka, sedangkan tahun ajaran baru 2020/2021 akan tetap dimulai pada 13 Juli mendatang.

Mengutip pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Sartika, Jabar akan memastikan keamanan dan keselamatan peserta didik selama pandemi tanpa menghilangkan hak-haknya untuk mendapat pembelajaran. Maka dari itu, di Jabar pun akan tetap melakukan sistem PJJ. Keputusan ini diambil menimbang beberapa hal, termasuk rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mengkhawatirkan adanya lonjakan kasus baru jika tergesa-gesa mengambil keputusan kembali dibukanya sektor pendidikan.

Begitu pula jika mengacu kepada panduan Adaptasi Kebiasaan Baru atau AKB30 di Jabar. Aktivitas sekolah dapat kembali berjalan tatap muka apabila wilayah berada pada Level Hijau, sedangkan pada wilayah dengan Level Biru pun, sekolah akan tetap menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh.

Sementara ini, belum ada wilayah di Jabar yang masuk dalam kategori Level Hijau. Dalam kajian AKB di Jabar, sektor pendidikan menjadi yang paling terakhir untuk dibuka kembali. Sehingga Kang Emil memprediksi, kemungkinan besar sekolah akan kembali dibuka pada Januari 2021

Di tengah wajah baru pendidikan ini, Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks mengenai pembelajaran jarak jauh. Mulai dari ketersediaan infrastruktur teknologi yang belum merata, pasokan listrik yang minim ke daerah tertinggal, hingga kesenjangan literasi digital warga di daerah rural.

Menurut hasil survei oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat kepada 100.546 siswa SMA atau sederajat yang dianalisis Jabar Digital Service, sekitar 67% siswa di Jabar yang belajar jarak jauh mudah memperoleh bahan belajar baik dari buku pelajaran fisik maupun daring. Selain itu siswa juga mengakses berbagai sumber digital seperti platform kursus online, buku elektronik, Youtube, bahkan hingga TV dan radio. Berarti, masih ada siswa di Jabar yang tidak memiliki akses ke sumber bahan belajar.

Persentase Sumber Belajar Siswa. Sumber: Survey Disdik Jabar, analisis oleh Jabar Digital Service.

Selain itu, tidak semua siswa memanfaatkan waktunya di rumah untuk belajar seperti di sekolah. Hanya 22,5% siswa yang belajar setiap hari, sementara 50% lainnya hanya menghabiskan waktu 2–4 hari seminggu. Bahkan terdapat 13% yang hanya belajar sekali dalam seminggu. Sekitar 47% siswa menghabiskan waktu hanya 1–2 jam dalam satu hari untuk belajar. Sedangkan sebanyak 18,3% menghabiskan kurang dari 1 jam dan 22,3% menghabiskan 3–4 jam sehari.

Di samping itu, sebanyak 37,6% siswa mengalami kesulitan memahami materi dengan sistem PJJ. Hal ini dapat disebabkan keterbatasan fasilitas dan kesulitan untuk dapat fokus belajar di rumah.

Dari sekitar 95.000 wali murid di Jawa Barat, terdapat 30% wali murid yang tidak memiliki akses koneksi internet. Sedangkan yang memiliki akses, 24% di antaranya mengalami keterbatasan ketersediaan. Saat ini, metode e-learning masih menjadi suatu keistimewaan bagi orang-orang dengan literasi digital dan fasilitas yang lebih mumpuni.

Presentase Ketersediaan Fasilitas Siswa — Sumber: Survey Disdik Jabar, analisis oleh Jabar Digital Service.

Kemendikbud perlu mempertimbangkan pelaksanaan PJJ yang disesuaikan dengan perbedaan karakteristik daerah-daerah di Indonesia. PJJ menambah hambatan bagi para siswa yang sudah sulit untuk mengakses pendidikan, maka itu diversifikasi media penyampaian selain internet perlu dipertimbangkan. Salah satu inisiatif yang sudah dilakukan program “Belajar dari Rumah” yang disiarkan melalui TVRI untuk solusi bagi daerah yang belum sepenuhnya bisa melakukan e-learning yang membutuhkan fasilitas internet.

Di Jawa Barat, hanya sekitar 10% dari 100.546 siswa yang rutin mengikuti program ini.

Jadwal Program “Belajar dari Rumah” di TVRI dari Kemdikbud

Menurut Mendikbud, selain sektor kesehatan, sektor pendidikan juga menjadi yang paling drastis mengalami perubahan dari segi pemanfaatan teknologi akibat terjadinya pandemi. Teknologi di sektor pendidikan membuat banyak perubahan dalam penggunaan multimedia, sehingga penerapannya jauh lebih luas dan tersegmentasi. Evaluasinya, masih banyak daerah tertinggal yang perlu dibantu untuk mensukseskan proses belajar di tengah pandemi. Di sisi lain, ini bisa memunculkan inovasi baru kedepannya. Dengan pemanfaatan teknologi, kolaborasi sistem pendidikan tatap muka dan e-learning menjadi suatu potensi baru di dunia pendidikan.

Menurut Gubernur Jabar, Kang Emil, teknologi akan jadi tulang punggung keberlangsungan aktivitas kita di normal yang baru, termasuk tentu saja kegiatan belajar jarak jauh, sehingga pemerintah butuh memperkuat infrastruktur teknologi untuk pastikan pendidikan tetap inklusif untuk semua.

Selain itu, sebagai kompensasi atas dilaksanakan pendidikan secara virtual selama pandemi, Pemdaprov Jabar menggratiskan iuran bulanan SMA/SMK/SLB Negeri dan bagi peserta didik yang tidak mampu. Untuk SMA/SMK/SLB Swasta, Jabar mensubsidi bantuan sebanyak Rp550.000/siswa/tahun.

Infografis Sekolah Gratis — Sumber: Instagram Jabar Digital Service

Sedangkan untuk pesantren, Kang Emil merilis Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep. 326-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan di Lingkungan Pesantren. Gubernur Jabar mengizinkan pondok pesantren yang berada di zona biru dan zona hijau untuk beroperasi kembali. Namun demikian, pesantren yang hendak buka harus meminta izin kepada walikota atau bupati setempat. Pesantren juga diharuskan sudah menyiapkan protokol kesehatan secara ketat dan belum memperbolehkan santri dari luar Jabar untuk mengikuti kegiatan pesantren.

Kolaborasi antara pemangku kebijakan, guru, orang tua dan siswa menjadi kunci keterlaksanaan PJJ ini berjalan optimal untuk pendidikan yang tetap berjalan baik selama pandemi berlangsung.

--

--

Harits Fathoni
Jabar Digital Service

the joy of abstraction. when the sun comes with pure orange and the blue sky collapse.