Photo by 浮萍 闪电 on Unsplash

Teruntuk Mereka yang Suka Ikut-Ikutan, Let’s Join the Hype?

Bandwagon Effect Sebuah Bias Kognitif

Syafira Putri Ekayani
Published in
5 min readJun 3, 2020

--

“Wah lagi viral tuh.. Oke, aku mau ikutan buat juga deh..”

“Wah style itu lagi nge-trend ya, besok coba cari ah..”

Pernah nggak kamu berpikir seperti itu? Atau pernah nggak kamu penasaran kenapa orang-orang bisa jadi suka ikut-ikutan hal yang lagi trend?

Dalam ilmu Psikologi, sifat manusia yang cenderung suka ikut-ikutan trend ini disebut dengan Bandwagon Effect, yaitu bagian dari bias kognitif atau kesalahan berfikir yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan seseorang, meskipun biasanya bertentangan dengan keyakinan orang tersebut. Bias kognitif merupakan pola pikir yang didesain untuk membuat seseorang berpikir dan bernalar lebih cepat sehingga seringkali terjadi kesalahan atau miskalkulasi.

Bandwagon Effect ini sebenarnya bukan istilah yang baru, karena pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 untuk menjelaskan fenomena “ikut-ikutan” yang terjadi dalam pemilihan politik di Amerika. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan seseorang mengadopsi suatu perilaku, gaya, dan sikap tertentu hanya karena orang lain melakukan hal yang sama, tanpa memperdulikan prinsip atau nilai yang dianut.

Makin popular suatu gaya, perilaku, atau sikap tersebut maka makin tinggi kecenderungan seseorang untuk ikut melakukannya. Apalagi jika suatu trend tersebut diperkenalkan oleh influencer atau orang-orang yang cukup popular. Ada beberapa contoh Bandwagon Effect yang bisa kita jumpai:

  • Gaya berpakaian, dimana seseorang menyukai untuk mengikuti style yang sedang hits, hal ini terjadi sejak jaman dulu, misalnya di Indonesia pernah ada trend celana cut bray pada tahun 1970-an. Adapula fashion yang sedang hype 2020 ini yaitu street style. Ada kan dari teman-teman yang juga suka mengikuti trend fashion?
  • Musik, semakin banyak orang yang mendengarkan suatu musik, maka kemungkinannya semakin besar orang lain juga suka mendengarkan music tersebut. Musik yang juga terkena Bandwagon Effect ini adalah musik indie yang menjadi viral tanpa perlu melakukan promosi yang besar. Ada pula banyak orang yang menjadi menyukai musik K-Pop karena musiknya yang mendunia.
  • Media sosial, biasanya semakin banyak orang yang menggunakan suatu sosial media, maka orang-orang lainnya akan cenderung menggunakannya juga. Beberapa media sosial yang sedang hype seperti tiktok sedang banyak digunakan, adapula telegram menjadi media yang paling sering digunakan saat ini karena kapasitas grupnya yang besar. Bandwagon Effect tidak hanya mempengaruhi sosial media yang digunakan, namun juga postingan yang dibagikan dan interaksinya dengan sesama pengguna. Pernah tahu kan saat awal pandemi lagi ramai push the brush challenge?
  • Makanan dan pola makan, pola makan (diet) yang berhasil membuat target yang diinginkan tercapai bagi banyak orang akan mempengaruhi orang lain untuk melakukan diet yang serupa. Tidak hanya pola makan, namun juga tentang makanan yang dikonsumsi, misalnya trend dalgona coffee di tahun 2020.
  • Politik, orang-orang biasanya cenderung memilih kandidat politik yang lebih banyak dipilih oleh orang sekelilingnya atau yang memiliki kemungkinan menang lebih besar.

Lalu, kenapa sih kita jadi suka ikut-ikutan melakukan sesuatu yang sedang viral? padahal belum tentu hal tersebut memberikan manfaat untuk kita. Nah, ada beberapa faktor yang mungkin dapat menjelaskannya dengan lebih logis;

Group think

Group think membuat semakin banyak orang yang mengikuti sebuah trend, maka semakin banyak pula orang lain yang akan ikut juga kepada trend tersebut. Ketika teman dekat, sahabat, kelompok, atau komunitas kamu ngikutin suatu trend tertentu, pasti kamu bakal cenderung mengikuti hal yang sama kan, apalagi kalau kamu nggak enak menolak ajakan temanmu itu. Orang cenderung melakukan konformitas yang akhirnya membuat efek bandwagon semakin membesar.

Keinginan untuk menjadi benar

Orang-orang biasanya cenderung ingin untuk berada pada pihak yang benar atau pihak yang menang. Hal tersebut membuat seseorang merasa lebih diterima oleh lingkungannya. Rasanya lebih mudah jika kita mengikuti apa yang kebanyakan orang lakukan, dibandingkan melakukan hal yang mungkin lebih benar untuk dilakukan.

Fear of Missing Out

Di era yang serba online seperti saat ini membuat kita sering merasa ketinggalan informasi jika sehari saja tidak mengakses media sosial. Inilah yang disebut fenomena FOMO (fear of missing out), yang menyebabkan kita cemas sehingga merasa tidak keren atau kurang gaul ketika tertinggal suatu informasi. Akhirnya, seseorang akan lebih memilih untuk mengikuti trend yang sedang berlangsung.

Need to Belong

Bandwagon effect membuat seseorang merasa khawatir dikecualikan, karena sejatinya manusia memiliki kebutuhan untuk terlibat. Need to belong membuat seseorang mengadopsi nilai atau sikap yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat agar merasa diterima dan diakui dalam suatu kelompok.

Personal Image

Setiap manusia akan selalu berusaha untuk membangun image positif tentang dirinya. Hampir tidak ada satupun dari kita yang ingin dipandang buruk di mata orang lain. Alasan ini juga bisa mendasari mengapa kita mengikuti suatu trend. Ketika mengikuti suatu trend, sebenarnya kita sedang berusaha untuk membangun image tertentu, misalnya ingin dianggap jago masak, bisa make up, fashionable, dan sebagainya.

Bandwagon effect terlihat memberikan dampak yang luar biasa dalam menggiring masyarakat menuju suatu kondisi trend tertentu. Tentu saja ada dampak positif yang bisa kita rasakan, misalnya campaign gerakan sadar kesehatan ataupun donasi atas dasar kepedulian di tengah Pandemi Covid-19. Para influencer berhasil menggerakan ribuan bahkan jutaan orang untuk ikut berdonasi. Campaign positif lainnya seperti The Most Kind Person juga menggerakkan orang untuk saling bersilaturahim dan menyadari pentingnya memiliki kesadaran yang positif terhadap diri.

Jadi, apakah salah kalau mau ikut-ikutan hal yang viral? Nggak salah kok kalau kita ingin ikut meramaikan hal yang lagi viral, apalagi hal-hal yang positif. Hanya saja, kita perlu menyadari bahwa ada pula efek negatif dari Bandwagon Effect, misalnya:

  • Di masa pandemi Covid-19, muncul orang-orang yang terpengaruh dengan teori konspirasi, sehingga menganggap situasi pandemi ini adalah hal yang remeh. Akhirnya membuat orang tersebut tidak mematuhi aturan ataupun tidak mempedulikan protokol kesehatan.
  • Pada pemilihan pemimpin, orang akan cenderung memberikan hak suaranya pada orang yang dianggap mungkin untuk menang atau yang memiliki banyak pendukung. Hal tersebut membuat seseorang tidak benar-benar mempertimbangkan calon pemimpin yang akan dipilihnya.
  • Konten-konten yang bertema prank sempat menjadi viral, sehingga menyebabkan banyak pihak yang dirugikan. Bagi beberapa orang, melakukan prank hanya untuk kesenangan semata tanpa memperdulikan orang lain.

Tiap hal pasti memiliki dampak positif dan negatif, yang perlu kita lakukan adalah pandai dalam memfilter apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya ditinggalkan. Jika apa yang kita lakukan memberi dampak positif, alangkah baiknya untuk dilanjutkan. Kebalikannya, jika kita mengetahui bahwa suatu hal yang akan kita lakukan justru memberikan dampak negatif, apa yang sebaiknya kita lakukan?

“Collective fear stimulates herd instinct, and tends to produce ferocity toward those who are not regarded as members of the herd” ― Bertrand Russell

--

--

Syafira Putri Ekayani
Jadi Bagaimana?

Clinical Psychologist Candidate | Mental Health Enthusiast | Seseorang yang bahagia melihatmu tersenyum