Photo by Toa Heftiba on Unsplash

Psikolog & Psikiater: Bisakah Bekerjasama?

Sucia Ramadhani
Jadi Bagaimana?
Published in
4 min readJun 9, 2020

--

Jika berbicara tentang kesehatan mental atau masalah kejiwaan, profesi psikolog dan psikiater pasti tak luput untuk disebut, disandingkan, serta dibandingkan. Tak dapat dipungkiri, masih banyak masyarakat yang belum memahami apa sebenarnya profesi psikolog dan psikiater, dan bagaimana mereka bekerja. Namun, cukup banyak juga masyarakat yang sudah cukup aware dan mengetahui apa itu psikolog dan psikiater, termasuk mengetahui apa perbedaan kedua profesi yang sering disalah artikan ini. Terbukti dengan sudah cukup banyaknya artikel berseliweran di internet yang membahas mengenai perbedaan antara psikolog dan psikiater.

Namun meskipun memiliki perbedaan dalam hal kualifikasi, pendidikan, sistem kerja, dan hal-hal lainnya, bukan berarti bahwa psikolog dan psikiater terus menerus bekerja secara terpisah dan tidak bisa bekerja sama.

Bagaimanapun, psikolog dan psikiater sama-sama terspesialisasi dalam rumpun kesehatan mental dan kejiwaan, hanya saja psikolog lebih fokus kepada ranah psikologis klien yang meliputi perilakunya, pendampingan psikologis, dan psikoterapi, sedangkan psikiater lebih fokus kepada aspek medis atau kedokterannya, seperti zat-zat tubuh yang terlibat (biokimia), serta obat-obatan yang diperlukan (farmakoterapi). Bersama-sama, psikolog dan psikiater dapat membantu klien atau pasien mencapai kondisi terbaik mereka.

Baik itu dalam praktik di rumahsakit maupun secara individu, ada beberapa situasi atau kasus tertentu dimana klien atau pasien dapat ditangani bersama oleh psikolog dan psikiater. Misalnya, seorang klien ataupun pasien menemui seorang psikolog untuk konsultasi mengenai permasalahan depresi dan kecemasan yang dialami. Setelah konseling, diketahui bahwa salah satu dampak yang dirasakan oleh klien tersebut adalah insomnia (susah tidur). Maka psikolog dapat merujuk klien tersebut untuk menemui psikiater guna mendapatkan diagnosis serta evaluasi secara medis dan juga pengobatan lainnya jika diperlukan untuk menangani insomnia yang dialami. Misalnya, apakah pasien tersebut membutuhkan obat tidur, dan jika ya, berapa dosis obat tidur yang diperlukan. Sebaliknya, psikiater juga dapat merujuk pasiennya ke psikolog jika dirasa diperlukan konseling psikologis dan psikoterapi lebih lanjut.

Di rumah sakit, psikolog dan psikiater juga bisa bekerja sama jika ada pasien yang memiliki permasalahan mental dan kejiwaan. Dalam kasus tertentu, psikolog dan psikiater bisa menentukan dan mengkoordinasikan asesmen masing-masing untuk merencanakan pengobatan dan perawatan yang cocok untuk pasien. Psikolog dan psikiater sama-sama dapat menangani pasien dan memberikan terapi, tetapi hanya psikiater yang berwenang dalam meresepkan pengobatan, karena psikiater memiliki background pendidikan kedokteran.

Sudah banyak contoh kasus yang dalam penanganannya melibatkan psikolog, psikiater, bahkan profesi lainnya. Salah satu contoh bentuk kerjasama antara psikiater dan psikolog dalam menangani kasus yang melibatkan seorang klien atau pasien yang sama adalah kasus yang mengejutkan publik awal Maret lalu, yakni kasus seorang remaja putri bernama NF (15 tahun) di Jakarta Pusat yang membunuh seorang bocah (5 tahun) karena terinspirasi adegan film. Dikutip dari Tribun Jatim, kasus ini ditangani oleh tim RS POLRI Kramat Jati yang terdiri dari para psikolog dan para dokter dari berbagai spesialis, seperti kejiwaan (psikiater), anak, dan syaraf. Dari berbagai observasi, asesmen, dan pemeriksaan medis ini kemudian diketahui berbagai fakta terkait NF, diantaranya adalah pelaku ternyata juga merupakan korban kekerasan seksual dan tengah hamil.

Lalu, mari kita kilas balik pada salah satu kasus pembunuhan yang sempat menggegerkan masyarakat Indonesia pada tahun 2008 silam, yakni kasus mutilasi berbuntut pembunuhan berantai yang dilakukan pelaku yang dikenal bernama Ryan Jombang. Polemik kasus ini tidak hanya karena tindakan Ryan yang terbukti melakukan mutilasi pada 11 orang, tapi juga dalam menetapkan bagaimana status kejiwaan Ryan, untuk menguak apakah semua pembunuhan itu dilakukan secara sadar atau memang terdapat gangguan dalam dirinya. Hal ini yang nantinya akan menentukan bentuk pidana. Terdapat sejumlah psikolog forensik, psikiater, kriminologi, hingga tim kepolisian dan hukum yang berusaha menguak kasus ini dari berbagai sisi.

Belum selesai kepolisian dan tim medis menangani kasus Ryan, tahun 2010 seorang penjual rokok dan pengasuh anak jalanan bernama Baekuni, atau yang lebih dikenal sebagai Babeh, ditangkap karena melakukan sodomi dan membunuh 14 anak jalanan, dimana beberapa diantara korbannya dimutilasi. Diketahui kemudian bahwa Babeh sudah melakukan aksinya ini sejak tahun 1993, dan baru terhendus oleh kepolisian pada tahun 2010. Atas pemeriksaan dan asesmen berbagai pihak yang terlibat, Babeh diidentifikasi sebagai seorang homoseksual, child molester, dan nekrofilia, karena ia membunuh korbannya terlebih dulu lalu disetubuhi.

Kasus-kasus diatas adalah beberapa contoh dari sekian banyaknya kasus yang ditangani bersama oleh psikolg, psikiater, serta profesi lainnya. Tidak melulu kasus kriminal, psikolog dan psikiater bisa bekerja sama dalam menangani berbagai kasus lainnya, termasuk juga terjun dalam riset yang sama. Tidak sedikit juga berapa lembaga maupun instansi yang membentuk tim khusus untuk menangani kejiwaan dan kesehatan mental. Salah satunya di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KEMENPPPA RI) pusat dan di kantor cabang lainnya yang tersebar di seluruh provinsi, juga memiliki tim manajemen dan koordinasi tersendiri yang terdiri dari psikolog, psikiater, bahkan polisi, advokat hukum, tenaga pendidik, dan lainnya, untuk berkerjasama dalam menangani kasus-kasus perempuan dan anak.

Jadi, bukan hal yang baru lagi bagi profesi psikolog dan psikiater untuk saling bekerjasama menangani permasalahan masyarakat. Alih-alih dibedakan, kolaborasi antara keduanya dapat mengungkap fakta dan perspektif baru. Apapun profesinya, kesehatan dan kesejahteraan pasienlah yang utama.

--

--

Sucia Ramadhani
Jadi Bagaimana?

Ambivert who study PSYCHO-logy | Counselor | Researcher | Debater (this is my 2nd account)