Photo by knowingneurons

Synesthesia: Ketika Suara Bisa Dilihat, dan Warna Bisa Didengar

Sucia Ramadhani
Jadi Bagaimana?

--

Kata “synesthesia” berasal dari bahasa Yunani “synth” yang berarti bersama, dan “ethesia” yang berarti persepsi, sehingga dapat diartikan sebagai “persepsi atau sensasi yang bersamaan”, atau “merasakan sesuatu secara bersamaan”. Ini adalah kondisi neurologis yang sangat langka yang dialami oleh 1 dari 2000 orang, dan hanya oleh 2%-4% dari populasi di dunia.

Sinestesis, atau orang yang mengalami sinestesia, mengalami berbagai persepsi dan merasakan berbagai stimulus yang tidak bisa dirasakan oleh orang biasa. Dilansir dari Healthline, sinestesia (synesthesia) adalah suatu kondisi neurologis yang sangat langka dimana suatu stimulus atau informasi yang harusnya merangsang salah satu indra juga menimbulkan stimulasi dan respon bagi indra lainnya. Kinerja setiap indra dapat terjadi secara tumpang tindih atau bersamaan, misalnya seperti rangsangan yang dirasakan pada indra pendengaran juga dapat dirasakan pada indra penglihatan. Itulah sebabnya para sinestesis digambarkan sebagai orang-orang yang bisa melihat suara dalam bentuk atau tekstur tertentu, merasakan tekstur atau membayangkan bentuk tertentu ketika makan, membayangkan suatu bentuk atau warna ketika dihadapkan pada suatu kata, hingga mendengar warna. Healthline bahkan menuturkan bahwa ketika memejamkan mata, seorang sinestesis yang sedang jatuh cinta atau yang sedang merasakan emosi membuncah dapat melihat warna-warna tertentu dalam penglihatannya.

Salah seorang sinestesis yang diwawancara oleh APA (American Psychological Association) menuturkan bahwa ketika telinganya mendengar berbagai bunyi alat musik, beberapa bagian tubuhnya juga dapat merasakan musik tersebut. Begitupun ketika mencicipi makanan, indra mereka dapat mengasosiasikannya dengan warna atau bentuk tertentu. Itu belum seberapa, karena sinestesia sendiri dapat dikategorikan menjadi banyak jenis dan tipe.

Dilansir dari WebMD, sinestesia bukanlah termasuk suatu kelainan atau gangguan, sehingga tidak akan berdampak pada kesehatan dan kinerja tubuh. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa seseorang dengan sinestesia dapat memiliki kelebihan dalam hal ingatan dan kepintaran. Alih-alih sebagai disabilitas (disability), sinestesia dapat dikategorikan sebagai extra-ability, dan para peneliti berpendapat bahwa sinestesia merupakan suatu bentuk peningkatan sensori (sensory enhancement) pada manusia.

Mengapa ada orang yang terlahir dengan sinestesia, dan mengapa indra mereka bisa bekerja sedemikian rupa? Para peneliti masih menelusuri ini, namun Dr. Stephani Goodhew, seorang pengajar dan peneliti dari Australia National University, Research Schoolf of Psychology, dalam penelitiannya mengenai sinestesia menjelaskan bahwa para sinestesis terlahir memiliki otak dengan koneksi atau sambungan yang lebih kuat antar areanya, terkhususnya area otak yang bertanggung jawab akan bahasa dan warna. Koneksi ini menimbulkan semacam trigerring effect, sehingga ketika ada stimulus yang diterima oleh suatu area otak, area lainnya juga akan merasakan. Dalam penelitiannya mengenai kerja otak pada orang sinestesia, Brang dan Ramachandran juga menemukan letak perbedaan lobus otak pada para sinestesis, dan juga bahwa sinestesia dapat diwariskan secara genetik. Adapun Luskin menuturkan bahwa saat ini sinestesia dapat dipahami dan diteliti dengan menggunakan FMRI (functional magnetic resonance imaging).

Mungkin agak sulit bagi kita membayangkannya. Jika Anda ingin tahu sekilas bagaimana rasanya menjadi seorang sinestesis, Anda dapat menonton drama Korea berjudul Sensory Couple atau yang juga lebih dikenal sebagai The Girl Who See Smells. Dalam dunia nyata, beberapa seniman dan musisi dilaporkan mengalami sinestesia, seperti pelukis Vincent Van Gogh, penyanyi Lorde, Lagy Gaga, Kanye West, hingga fisikawan Richard Feynman.

--

--