Programmer seumur hidup?

Raihan Iqbal
Javan Cipta Solusi
Published in
4 min readMar 20, 2017

Bekerja adalah bagian dari hidup kita. Lima hari dalam seminggu kita dedikasikan hidup kita untuk pekerjaan yang kita miliki. Hari-hari dilewati seperti itu saja, ringan dan berat dalam pekerjaan sudah menjadi hal biasa dalam hidup sebagai seorang pekerja.

Tetapi pernahkah ada orang yang bertanya “Kamu mau begini seumur hidup?”

Disini aku pengen cerita sedikit tentang apa yang aku alami saat menemukan pertanyaan yang mirip. Semoga gak ngantuk ya :D

Cita-cita dan Realita

Menjadi Programmer bukanlah cita-citaku sejak kecil. Cita-citaku adalah menjadi seorang komikus atau novelis karena aku sangat suka membuat cerita-cerita fiksi. Tetapi aliran hidupku tidak ke arah sana. Lulus dari SMP, aku diminta masuk ke SMK oleh Ibu, alasannya agar aku bisa langsung mencari kerja setelah lulus sekolah.

Memilih jurusan Rekayasa Perangkat Lunak pun bukan karena aku tertarik mempelajari komputer dan perangkat lunaknya, tetapi karena jurusan itu satu-satunya jurusan yang tidak ada hubungannya dengan solder. Ya, aku benci elektro.

Proses mengenal dunia programming sangat menjemukan dan sulit. Dituntut berpikir logis, pintar matematika, dan melihat tulisan-tulisan yang sulit dipahami. Awal-awal hidupku di SMK sangat buruk, bahkan tidak sedikit nilai ulanganku yang merah.

Tapi seiring waktu, aku menemukan asyiknya ngoding. Berpikir menggunakan logika yang dulu kuanggap sulit, menjadi hal yang sering aku lakukan sehari-hari. Memecahkan masalah atau teka-teki terasa sangat menyenangkan, apalagi jika berhasil menemukan solusinya. Rasa ketika otak bekerja saat berpikir mencari solusi kadang menjadi hal yang adiktif. Tanpa terasa, aku mulai menyukai pekerjaan ini.

Lalu salah satu teman di kantor bertanya,

Kamu mau menjadi Programmer seumur hidup?

Keep Looking. Don’t Settle

Pertanyaan temanku tadi memang bukan diberikan padaku, tetapi membuatku berpikir. Menjadi Programmer ada saat yang menyenangkan, ada juga saat nya jenuh— Aku rasa semua pekerjaan memang seperti itu — Tetapi apa yang menyebabkan aku kadang jenuh kadang senang? Saat mempertanyakan hal itulah aku menemukan salah satu quote dari seseorang yang sangat dikenal di dunia IT.

Melihat dari kutipan Steve Jobs tersebut, ada kalanya masalah terletak pada pekerjaan yang kita lakukan. Untuk melakukan pekerjaan yang besar, kita perlu mencintai apa yang kita kerjakan. Tapi jika belum menemukan pekerjaan yang kita cintai, teruslah mencari.

Aku termasuk orang yang sedang mencari pekerjaan yang aku cintai karena aku masih belum menemukan apa yang disebut “great work” oleh Steve Jobs. Sering jenuh, tidak maksimal dalam bekerja, menjadi beberapa alasan bahwa aku kurang mencintai apa yang aku kerjakan. Hal ini yang membuatku penasaran dengan bidang kerja yang lain. Apakah pekerjaan yang lain sama jenuhnya dengan pekerjaanku sekarang?

Aku memiliki pengalaman di kantor saat mulai jenuh sebagai programmer dan mulai penasaran dengan bidang kerja yang tersedia di kantor. Kantorku dulu masih belum ada resmi memiliki divisi yang jelas. Hanya terlihat ada bagian yang mengerjakan projek dan ada yang mengurus keuangan. Melihat hal ini, aku merasa peluang untuk mencoba bidang kerja lain di kantor sangatlah terbuka.

Suatu saat, kantorku mulai membenahi diri dengan membagi resource menjadi empat divisi. Hal ini membuatku bertanya tentang peluang untuk berpindah bidang yang sekarang sudah dibatasi oleh divisi. Untungnya para petinggi kantorku masih memberikan peluang bagi yang ingin mencoba.

Pertanyaanku itu rupanya dianggap serius dan aku ditawarkan untuk pindah ke salah satu divisi sebagai Business Analyst. Kesempatan ini membuatku mendapatkan pengalaman baru, ilmu baru, dan suasana baru. Workspace-ku bukan lagi IDE yang berisi kode-kode, tetapi berubah menjadi Microsoft Word, Excel, Pencil, dan Visio.

Biasanya aku yang menanyakan bisnis proses suatu projek, sekarang aku yang harus bisa jawab pertanyaan teman-teman programmer. Hal ini menurutku sangat menyenangkan. Sayangnya sebelum aku memiliki pengalman lebih di bidang ini, aku harus kembali menjadi programmer.

Kenapa Enggak?

Pengalaman pindah bidang pekerjaan itu membuatku lebih penasaran dengan bidang pekerjaan lain yang ada di kantor seperti Project Manager, Quality Assurance, dan Marketing.

Mungkin ada yang bertanya-tanya tentang basis akademisku, karena bidang Marketing tidak sesuai dengan basisku, Teknik Informatika.

Tapi… Kenapa enggak?

Aku berpikir kalau ilmu itu bisa dicari dan diasah sambil melakukan pekerjaan atau yang biasa disebut learning by doing. Tapi kemauan untuk mencoba itu yang lebih sulit. Teman kakakku lulusan Hubungan Internasional, tetapi ia bekerja sebagai Designer untuk salah satu perusahaan ternama. Ini bukti kalau basis akademismu tidak selalu menentukan pekerjaanmu di masa depan. Tak peduli apa basis akademis yang kamu miliki, asalkan ada kemauan untuk belajar dan mengambil resiko, pasti ada jalan.

Mungkin kebanyakan orang akan menarik kesimpulan dari tulisanku ini untuk keluar dari tempat kerja yang sekarang dan mencari pekerjaan yang sama di tempat lain. Maksud aku menulis ini adalah saat kamu memiliki kesempatan untuk mencoba berbagai bidang yang ada di kantormu, tidak ada salahnya untuk mencoba.

Semoga maksud yang ingin aku sampaikan ditulisan ini tersampaikan dan dapat bermanfaat bagi yang membaca, khususnya bagiku sendiri. Terima kasih sudah membaca :)

--

--

Raihan Iqbal
Javan Cipta Solusi

Java Programmer | Casual Gamer | Trying to be a writer